Ini juga yang ekstrim, aneh tapi nyata, ada kawan lelaki saya dicap teroris oleh kawan lelakinya sendiri hanya karena sekarang dia berubah jadi alim, bercelana ngatung dan memelihara jenggot. Padahal, meski mendukung aksi 212, dia sangat toleran, menghargai kebhinekaan bahkan banyak memiliki rekan bisnis tionghoa.
Jadi, tidak bisa kalau tidak suka Ahok kemudian ikut mengecam aksi intoleran di Bandung. Tak bisa pula kalau suka Ahok kemudian ikut gerakan subuh berjamaah 1212. Hitam ya hitam, putih ya putih... Mereka sudah mengedepankan ’pokoknya’ dengan argumen pembenarnya masing-masing. Dalam kondisi seperti ini, memang ’neraka’ lah bagi kaum netral.
Jadi, mau ikut yang mana? Anti Ahok atau Ahokers? Atau kita buat golongan baru yang bukan abu-abu lah golongan coklat gitu misalnya, untuk menyebut golongan yang masih obyektif, jernih dan nggak waton menyalahkan tanpa berpikir panjang lebar serta tetap kritis. Jadi, kaum coklat itu, kaum waras-netral yang tidak berpangku tangan lah gitu. Kita sadarkan mereka-mereka itu.
Kalau tidak sadar-sadar ya kita biarkan dua pihak itu saling berperang, sampai datang kepunahan, lalu bangun peradaban baru diatasnya. Seperti kata Betrand Zobrist, ilmuwan gila dalam Novel Inferno karya Dan Brown meyakini, bahwa, zaman pencerahan alias renaisance justru datang usai ada ’Kiamat Sughro’, kematian besar-besaran yang melenyapkan sebagian besar populasi.
Ah, tapi nunggu mereka berperang beneran itu lama, paling ’twitwar’ dan perang komentar doang dan paling banter adu demo. Jadi, sepertinya rada musykil perang beneran terjadi meski itu mungkin...
Atau, bagaimana kalau kita siapkan virus ’black death’ ala Zobrist, sebarkan ke tengah dua kaum itu biar punah. Lalu, kaum yang waras - netral - kritis ini yang saya sebut Kaum Coklat tadi, lepaslah dari belenggu neraka dunia yang paling laknat itu. Lalu, bangunlah peradaban baru yang sejuk, damai, menghargai perbedaan, nyaman dan merdeka beribadah, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja..
Owalah, kok ngelantur tole le...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H