Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ojon vs Opang dan Teori Evolusi

24 Maret 2016   08:36 Diperbarui: 24 Maret 2016   09:22 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Alhamdulilah sehari saya dapat 50-100 ribu gampang Mas," ujarnya saat saya tanya pendapatanya. Selain go-ride, Ia banyak mendapatkan orderan go-food dari masyarakat Kota Gudeg.

Soal penolakan Ojon di Jogja, sejauh ini masih belum terlalu masif, meski dibeberapa tempat sesekali terjadi gesekan dengan ojek pangkalan namun tak sampai anarkis. "Kalau sampai dipukul atau motor saya dirusak saya tidak akan membalas,  tinggal visum dan laporkan ke polisi. Negara ini kan negara hukum," katanya. Ok, sip.

Sesampai di tujuan, saya diturunkan tak jauh dari ojek pangkalan Stasiun Tugu. Tatapan tak suka pun terlihat jelas dari kerumunan ojek pangkalan. Tadinya saya mau selfie dengan Pak Agung untuk mengabdikan momen pertama kali saya naik Go-Jek, namun salah satu driver Opang langsung mendekati dan 'mengusir' kami. 

"Cepet Lik, cepet, ojo neng kene sue-sue," ujarnya.

Saya pun membatalkan selfie dan Pak Agung berlalu dengan senyuman.

Sebagai penutup, kisruh Ojon vs Opang itu membuat saya jadi teringat teori evolusi Bung Lamarck dan Darwin yang diajarkan saat SMP. Kedua ilmuwan tersebut sama-sama menggunakan Jerapah sebagai bahan eksperimenya. Lamarck bilang Jerapah tadinya berleher pendek semua kemudian jadi panjang-panjang untuk menjangkau makanannya, Jerapah yang nggak bisa manjangin lehernya dalam proses evolusi dan adaptasi dengan lingkungan sekitarnya kemudian punah. Sementara Darwin berteori, tadinya jerapah ada yang lehernya pendek, ada juga yang panjang. Namun, yang leher pendek punah dan tergilas perkembangan jaman karena tak mampu beradaptasi dengan sumber makanan yg ada dipohon yang tinggi-tinggi. Tinggalah Si Jerapah leher panjang.

Intinya, hikmah yang bisa diambil dari kisruh online dan konvensional  tersebut adalah kalau mau bertahan ditengah jaman yang makin edan ya kita memang harus berubah, beradaptasi, berinovasi. Jika tidak, jangan salahkan jika kemudian tergilas roda-roda jaman yang berputar kencang. Jangan pula timpakan kesalahan kepada orang lain yang mau berubah atas ketidakberdayaan kita.

Bagaimana mau lepas jomblo kalau kita sendiri tak mau move on. Gmana mau dapat pasangan kalau terus teringat mantan! Jangan salahkan pula mantan yang sudah sadar dan move on atas kejombloanmu yang akut. Yo ora cukk?

#notefromjoglokerto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun