Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Berabe, Negara ‘Restui’ Pembakaran Hutan!

24 Oktober 2015   19:25 Diperbarui: 24 Oktober 2015   20:07 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sebuah Helikopter Sedang Berusaha Memadamkan Kebakaran Hutan (www,okezone.com)"][/caption]Kebakaran hutan masih merajalela di berbagai belahan nusantara.  Bencana asap tak kunjung minggat. Derita seorang Mamah Muda korban kabut asap, kawan saya di Pulau Sumatera sana pun belum juga usai. Kisah lengkapnya disini http://www.kompasiana.com/igoendonesia/curhat-ibu-ibu-muda-korban-kabut-asap_56177016117f61d207dfe4b8 . “Asap datang dan pergi seenaknya seperti ingus. Datang, berikan penderitaan, lalu pergi. Datang lagi, berikan derita ulang, pergi lagi seenaknya. Sialnya gue gak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa mengutuk dan memaki, ” katanya.

Gegara kabut asap, Mahmud itu sekarang jadi melek berita. Dulu yang selalu diikuti gossip artis dan sinetron, sekarang setelah kabut asap sering datang melanda, Ia juga update berita tentang kebakaran hutan baik di TV maupun berselancar melalui gadgetnya yang canggih. Baguslah, kabut asap memberikan imbas positif buat dia. Gadgetnya nggak hanya buat selfie dan update status fesbuk romantis yang bikin pingin...

Kali ini, setelah dia setiap hari mengikuti berita tentang kebakaran hutan, Ia misuh-misuh lagi, curhat lagi berapi-api. Sebelumnya, Ia mengutuk para oknum, baik perusahaan dan perorangan, yang membakar hutan untuk membuka lahan. Sekarang, Ia mencak-mencak setelah baca berita mengenai adanya Undang-undang dan beberapa peraturan resmi pemerintah yang membolehkan masyarakat membakar hutan untuk membuka lahan.

“Wah, berabe! Betul-betul berabe..!Kalau begini, pembakaran hutan direstui negara dong? Undang-undang seperti ini harus direvisi kalau perlu diamandemen. Tapi, aku kan hanya emak-emak seksi di Sumatera sini, mana suaraku didengar pemerintah, paling didengar suami doang, itupun kalau sudah teriak-teriak. Gun, kamu tulis lagi ya. Awas kalau nggak!! Tulisanmu kan bagus, bernas dan cerdas, lucu lagi kayak orangnya, pasti bisa menyampaikan dengan lebih baik ke pemrentah dan wakil rakyat . Semoga aja bisa dibaca banyak orang, jadi headline di kompasiana biar semua pada nyadar,” katanya yang sedikit memuji, meski sedikit, sudah membuatku tersipu malu.

Hmmh…. meski cerewet ternyata Mahmud satu ini kritis juga. Dulu, jaman kuliah kok belum keluar sikap kritisnya ya, baru seksinya. Coba kalau dia seksi dan juga kritis, apalagi jadi aktivis, sungguh perpaduan yang langka dalam dunia mahasiswa… hihi.

Saya pun langsung browsing, wah ternyata dia memang update banget. Berita soal adanya Undang-undang yang mengizinkan pembakaran hutan bagi masyarakat memang baru muncul sehari-dua hari ini. Saya pun baru tahu. Berikut saya sarikan untuk para pembaca budiman dari berbagai sumber, salah satunya ini http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/23/206712396/aturan-ini-izinkan-pembakaran-hutan-dan-lahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
.

Pasal 69, Ayat 2 :  membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing. Dalam penjelasan UU Nomor 32, pasal 69 ayat (2), dijelaskan : Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010

Peraturan itu berisi tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Berkaitan Dengan kebakaran hutan dan lahan. Peraturan ini sebenarnya dibuat untuk mengefektifkan upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan.

Izin itu jelas ditulis dalam Pasal 4: 

Ayat 1 : Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektare per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa. 

Ayat 2 : Kepala desa menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota. 

Ayat 3 : Izin pembakaran lahan tersebut tidak diperbolehkan pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang dan iklim kering.

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 Perubahan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah. 

Dalam peraturan tersebut masyarakat diizinkan membuka lahan asal terlebih dahulu mengajukan izin. Pasal 1, Ayat 1: Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Gubernur ini. Ayat 2: Pejabat yang berwenang memberikan izin adalah Bupati/Walikota.

Peraturan versi pemerintah daerah Kalimantan Tengah ini juga mengatur luas areal pembakaran. Ayat 3: Kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dengan luas lahan di bawah 5 Ha, dilimpahkan kepada:
a. Camat, untuk luas lahan di atas 2 Ha sampai dengan 5 Ha;
b. Lurah/Kepala Desa, untuk luas lahan di atas 1 Ha sampai dengan 2 Ha;
c. Ketua RT, untuk luas lahan sampai dengan 1 Ha

Ayat 4: Pemberian izin untuk pembakaran secara kumulatif pada wilayah dan hari yang sama:
a. Tingkat Kecamatan maksimal 100 Ha atau
b. Tingkat Kelurahan/Desa maksimal 25 Ha.

Peraturan Daerah Provinsi Riau tentang Pedoman Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan, dan Lingkungan Hidup.

Peraturan tersebut membolehkan pembakaran lahan untuk pertanian, perkebunan, dan perladangan. Syarat pembakaran diatur melalui Pasal 3 Ayat 4 ketentuan mengenai perizinan pembakaran lahan diatur peraturan tingkat desa dan kabupaten terkait hak ulayat.

Wah, kalau begini saya sangat setuju dengan usul Mamah Muda nan cantik dan cerdas kawan saya itu, Undang-undang No 32 tahun 2009 harus direvisi, harus!!. Kalau perlu diganti dan harus ramah lingkungan serta menutup peluang kerusakan lingkungan , seperti pembakaran lahan. Jika, undang-undang tersebut direvisi otomatis semua peraturan dibawahnya harus mengikuti, sebab peraturan menteri dan peraturan gubernur yang dibuat adalah bentuk akomodasi dan mengacu pada Undang-undang tersebut.

Jika beleid-beleid ini tidak direvisi penegakan hukum terhadap para pembakar hutan nan durjana itu susah dilakukan. Lha wong ada aturanya saja susah nian, apalagi ini semacam tindakan yang ‘direstui’ oleh negara. Pasal karet yang plekentar plekentur di aturan-aturan itu bisa banget menjadi tameng mereka.

“Lho yang membakar bukan perusahaan, itu kan oknum-oknum masyarakat, bukan kita. Oknum itu kan mbakar kurang dari 2 hektar, kalau kurang dari dua hektar kan boleh oleh undang-undang, dalam peraturan menteri juga diizinkan, gubernur juga mbolehin, kenapa harus dihukum??,” itu kira-kira argument yang akan digunakan.

Akhirnya, seperti yang sudah-sudah yang dihukum pun hanya oknum, ringan pula bahkan mungkin tidak dan dilupakan setelah musim hujan datang. Kebakaran hutan pun kembali terjadi, lagi dan lagi tahun depan. Bencana kabut asap pun melanda lagi. Saya kasihan jika tahun depan Mamah Mudah itu curhat lagi hal yang sama. Saya nggak tega mendengar dia bercerita dengan muncu-muncu unyu jika tubuhnya bau sangit, upil dan beleknya campur abu, tenggorokan berdebu dan susah bernafas karena asap biadab. Kalau dekat, rasanya ingin ngepuk-puk dia. Apalagi anaknya nggak bisa sekolah, suaminya saja sampai susah melihat dia yang sudah siap sedia menanti di kamar karena terhalang asap. Bener-bener asap biadab!

Ya Allah, semoga tahun ini menjadi tahun terakhir dia menderita dan merana karena kebutuhan lahir serta batinya yang tersendat gegara kabut asap. Amin.

Salam Lestari, Lestari Alamku, Lestari Hutanku, Lestari Indonesiaku!

baca juga :

http://www.kompasiana.com/igoendonesia/jomblo-dan-penanganan-kebakaran-hutan-di-indonesia_5626faf8147f611505db3df0

http://www.kompasiana.com/igoendonesia/selamat-hari-santri-nasional-nahdatul-ulama_562ac35cf17e6135048b4567

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun