Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kejutan dari Elang Jawa di Hulu Sungai Serayu  

25 Agustus 2015   12:47 Diperbarui: 25 Agustus 2015   12:47 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Elang Jawa merupakan spesies endemik di Jawa, umumnya dijumpai pada hutan primer, dan terkadang dapat dijumpai pada hutan sekunder, hutan produksi, hutan tropis semideciduous dengan ketinggian dapat mencapai 3000 m. Hutan di sekitar Dataran Tinggi Dieng memang tercatat sebagai habitat Elang Jawa, selain kawasan hutan di Pulau Jawa lainnya seperti Ujung Kulon, Gunung Slamet, Gunung Merapi sampai ke kawasan Taman Nasional Meru Betiri.

Keberadaan Elang Jawa tercatat di 66 lokasi di seluruh Pulau Jawa. Beberapa catatan perjumpaan berasal dari kawasan berhutan yang masih luas. Catatan perjumpaan Elang Jawa banyak berasal dari hutan perbukitan dan mungkin karena itulah satwa ini secara ekologis disebut “spesies lereng” (Sözer et al., 1998). Perjumpaan Tim Ekspedisi Sungai Serayu dengan burung ini juga di wilayah yang berlereng terjal. Hutan alami di lereng yang belum terjamah kegiatan pertanian itu menyisakan tempat bagi Elang Jawa untuk bersarang dan mencari mangsa.

Mereka tidak hidup berkelompok, melainkan berpasangan. Setiap pasangan mempunyai daerah kekuasaan (teritorial) sendiri-sendiri yang akan selalu dipertahankan dan bila ada yang masuk ke wilayahnya, akan segera diusir. Batas daerah teritorial ditandai dengan melakukan gerakan terbang turun naik yang disebut displai (display) di sepanjang batas wilayahnya. Elang Jawa berburu dari tempatnya bertengger didalam hutan atau terbang rendah di atas tajuk kemudian terbang turun ke dalam dedaunan (Sözer et al., 1998). Elang Jawa yang ditemukan Tim Ekspedisi Serayu tengah terbang bebas, berputar-putar, sendirian.

Elang Jawa seperti halnya burung pemangsa lain adalah burung pemakan daging. Burung tersebut memiliki paruh yang melengkung berujung runcing untuk mencabik makanan dan menggunakan kakinya untuk menangani mangsa sebelum dimasukkan kedalam mulut.Tercatat beberapa jenis hewan yang menjadi makanan dari Elang Jawa, terutama dari jenis mamalia pohon berukuran kecil hingga sedang seperti tikus, tupai, kelelawar, anak monyet, dan burung seperti kerabat merpati dan ayam kampung serta jenis-jenis reptil atau binatang melata seperti ular dan kadal.

Spesies ini lebih suka hutan primer yang belum terganggu, namun elang juga sudah bisa beradaptasi dengan memanfaatkan hutan sekunder untuk berburu dan bersarang, tetapi yang lokasinya berdekatan dengan hutan primer yang luas karena sangat mempengaruhi keberhasilan pembiakannya (Rov dkk., 1997 dalam Sozer, 1999). Hal ini berhubungan erat dengan ketersediaan makanan Elang Jawa yang dapat diitemukan di area-area tersebut. Umumnya area pertanian ataupun hutan kaliandra sebagai area berburu Elang Jawa berdekatan dengan hutan alami.

Selain elang, banyak juga ditemukan fauna di sepanjang zona riparian Sungai Serayu yang bisa sebagian merupakan mangsa elang. Hal itu berdasarkan perjumpaan langsung, temuan berupa jejak dan kotoran serta hasil wawancara masyarakat sekitar. Dari keluarga aves atau burung-burungan ditemukan diantaranya burung cucak urang (Chloropsis sp), kutilang (Pygnonotus aurigaster), walet (Apus apus), trinil (Tringa glareola), blekok (Ardeola specisoa), tengkek (Eurystomus orientalis), engkak, kurwok. Sementara dari keluarga reptil ditemukan biawak/menyawak (Varanus salvator) dan ular. Kemudian berbagai macam mamalia juga ditemukan di zona riparian Sungai Serayu seperti lingsang (Prionodon lingsang), luwak (Paradoxurus hermaproditus), musang/rase (Vivericula Indica), bajing (Callosciurus notatus), owa jawa (Hylobates moloch), lutung (Thracypithecus auratus), babi jawa (Sus verruscosus), kelelawar dan lainnya.

Penyelamatan Elang Jawa

Ancaman yang berpotensi menurunkan jumlah populasi Elang Jawa antara lain adalah adanya kerusakan atau hilangnya habitat dan perdagangan. Selain itu, terdapat faktor pembatas lain seperti penggunaan insektisida, berkurangnya pohon-pohon besar dan tinggi untuk bersarang, dan terjadinya inbreeding. Penggunaan insektisida yang terdapat di areal perburuannya, dimungkinkan akan menyebabkan terjadinya akumulasi residu kimia di puncak rantai makanannya. Bila hal ini terjadi, akan mempengaruhi tingkat keberhasilan perkembangbiakan karena cangkang telur menipis. In-breeding seringkali terjadi pada jumlah populasi yang kecil dan terpencil. Hal ini merugikan populasi tersebut karena variasi genetik yang ada akan semakin berkurang, sehingga secara perlahan tapi pasti dapat menurunkan jumlah populasi itu sendiri (Sianipar, 2015).

Untuk mencegah kepunahan satwa yang menjadi maskot nasional ini, langkah utama terpenting dalam upaya penyelamatan adalah membentuk kawasan lindung, salah satunya adalah hutan yang tersisa di hulu Sungai Serayu. Kegiatan pembukaan lahan hutan untuk kepentingan pertanian dan penebangan liar di sekitar hulu Sungai Serayu juga sudah dalam taraf memprihatinkan. Lahan pertanian tembakau dan sayur mayur sudah menjangkau lereng-lereng terjal yang mendekati bibir sungai. Hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan. Habitat yang rusak dan terfragmentasi akan semakin mengancam eksistensi satwa tersebut.

Selain itu, perburuan dan perdagangan satwa ini juga harus dihentikan. Elang Jawa selain sebagai maskot nasional juga telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi oleh Undang-undang Nomor 5  tahun 1990, dengan demikian burung Elang Jawa secara mutlak dilindungi di seluruh wilayah RI, baik dalam hal penangkaran, pemilikan maupun perdagangan. Aturan ini harus ditegakan dengan baik.

Selain itu, program konservasi dan restorasi habitat Elang Jawa juga perlu digalakan untuk menjaga habitat mereka. Kemudian, perlu sosialisasi dan kampanye berkesinambungan untuk membuka kesadaran masyarakat bersama-sama melestarikan Elang Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun