[caption caption="Elang Jawa (Nizaetus Bartelsii) tengah bertengger (Foto : www.tempo.co)"][/caption]
Siang itu cuaca amat cukup terik, kami Tim Ekspedisi Serayu 2015 tengah beristirahat makan siang di tepi sungai yang ada di kawasan Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Wonosobo. Tiba-tiba di atas tebing sungai terbang seekor burung besar berputar-putar. “Oi, kita bertemu dengan Elang Jawa,” ujar Pak Aziz Baihaqi, senior dari Sekber Pecinta Alam Banjarnegara yang menjadi pimpinan pemandu pada ekspedisi ini.
Surprise…! Saya cukup terkejut. Benarkah kita berjumpa dengan Elang Jawa yang sudah hampir punah itu? Jika benar, itu benar-benar kejutan pada Ekspedisi Serayu 2015 di perjalanan hari kedua itu. Saya segera meminta tim dokumentasi untuk memotret elang itu. Kemudian, dengan mata telanjang dan bantuan lensa kamera, saya juga mengamati burung itu. Saya catat ciri-ciri morfologis dan perilaku terbangnya.
Ternyata, kejutan tidak berhenti disitu. Pada hari ketiga, saat kami sampai di Curug Sikantong, Desa Maron, Kecamatan Garung jenis burung yang sama pamer kegagahan dengan terbang berputar beberapa kali diatas kami. Sekitar 500 m kami menyusur sungai dan sampai di Curug Silumbu, seekor lagi juga terbang berputar-putar. Mungkin dia terganggu atau bisa jadi tertarik dengan kedatangan kita sehingga keluar dari persembunyiannya dan terbang menampakan diri.
Sayang tim dokumentasi kami kurang sigap memotret burung itu sehingga penampakan yang ditangkap kamera kurang maksimal. Untuk memastikan burung elang yang kami temui adalah elang jawa, kami cocokan ciri-ciri morfologi dengan berbagai referensi, salah satunya ‘Panduan Pengenalan Burung-burung di Jawa’ dari MacKinnon dkk, 1998. Selain itu, keyakinan kami bertambah karena kawasan Pegunungan Dieng tempat kami berjumpa memang merupakan salah satu habitat raptor itu seperti ada dalam temuan Vincent Nijman peneliti University of Amsterdam dan Iwan Setiawan dari Yayasan Pribumi Alam Lestari. Dengan ciri morfologi yang kami liat, referensi dan informasi dari masyarakat sekitar, kami cukup yakin bahwa burung yang kami temui itu adalah Elang Jawa, Sang Garuda.
[caption caption="Elang Jawa terbang tinggi di angkasa (Foto : Tim Ekspedisi Serayu 2015)"]
Perjumpaan mengejutkan dengan burung yang diduga kuat adalah Elang Jawa yang memiliki nama latin Nizaetus bartelsii (dulu dikenal spizaetus bartelsii) ini tentu saja menggembirakan. Pasalnya, Elang Jawa oleh ahli ornitologi disebut sebagai satu dari beberapa jenis elang yang terlangka di dunia. Konvensi Internasional tentang Perdagangan Jenis Satwa dan Tumbuhan Langka (CITES) memasukkannya dalam apendix I yang artinya sudah terancam punah dan dilarang untuk diperdagangkan. Di Indonesia, Elang Jawa juga memiliki tempat khusus karena kemiripannya dengan Burung Garuda. Presiden Suharto lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1993 tentang Flora dan Fauna Nasional menetapkan Elang Jawa sebagai Satwa Kebanggaan Nasional.
Saat ini, populasinya di alam berdasarkan survey terakhir diperkirakan hanya berkisar 81-108 pasang saja (Sözer et al., 1998). Yayasan Pribumi Alam Lestari (YPAL) dan Raptor Indonesia yang melakukan penelitian terhadap Elang Jawa selama 15 tahun terakhir juga memaparkan bahwa satwa ini hampir punah. Sejak 2005 hingga 2010, setidaknya 110 ekor elang Jawa sudah hilang atau sedikitnya 22 pasang elang Jawa hilang setiap tahunnya. Jika hal ini dibiarkan, pada 2025 Elang Jawa diprediksi sudah punah (Rakhman, 2012). Organisasi Konservasi Dunia (IUCN) juga sudah jauh hari memasukan Elang Jawa dalam Checklist of Threatened Bird Species dengan kriteria langka (endangered).
Elang Jawa memang merupakan spesies yang menghadapi resiko kepunahan karena berkurangnya habitat karena penebangan liar atau berubah peruntukannya untuk kepentingan pertanian, pemukiman, wisata dan lainnya. Wilayah hutan di hulu Sungai Serayu sendiri tak luput dari kerusakan. Perkebunan sayur mayur dan tembakau sudah mengekspansi sampai ke tebing-tebing sungai, hanya sedikit hutan alami yang tersisa. Oleh karena itu, perjumpaan dengan Elang Jawa di hutan yang tersisa di wilayah hulu Sungai Serayu merupakan kabar gembira bagi pelestarian satwa langka itu.
Satwa ini memiliki ciri morfologi mempunyai jambul di kepala, badan langsing dengan total panjang tubuh 60-70 cm. Terdapat beberapa fase warna tubuh sesuai dengan perkembangan usia. Pada burung dewasa jambul terlihat panjang berjumlah dua sampai empat bulu berwarna coklat kehitaman dan pada ujung jambul ada garis keputihan. Bulu bagian atas kepala coklat kehitaman terlihat garis pada pinggir paruh. Bulu pada dagu memutih dan tampak garis kehitaman pada dagu tersebut. Bulu dadanya putih pucat dan terlihat titik-titik bulat panjang berwarna coklat kehitaman. Remaja, bagian dadanya berwarna berontok putih dan coklat karat. Strip hitam di dada dan kaki belum nampak dan berangsur-angsur akan semakin jelas menjelang dewasa (MacKinnon dkk., 1998).