Mohon tunggu...
Aryono Putranto
Aryono Putranto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pembelajar yang tinggal di kota pelajar

(semoga) menjadi penulis yang kritis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontra Terorisme (Juga) Harga Mati

9 Juni 2019   21:17 Diperbarui: 9 Juni 2019   21:22 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Terrorism is a significant threat to peace and security, prosperity, and people - Ban-Ki-Moon

Pada suatu malam, ketika orang masih beraktivitas seperti biasa, berjalanlah seseorang yang membawa sebuah tas besar di punggungnya. Perjalanan dia terhenti di dekat sebuah pos pengamanan Lebaran. Tiada seorangpun yang menaruh kecuirgaan pada sosok tersebut. Semua masih sibuk dengan aktivitasnya. Tidak berselang lama kemudian, terdengar ledakan yang ternyata berasal dari tas yang dia bawa. Sontak, orang-orang mulai menyelamatkan diri. Pelaku ternyata tidak tewas, tetapi telihat sangat tidak berdaya.

Belum ada indikasi bahwa pelaku adalah bagian dari teroris, tetapi hal ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Jika memang terbukti serangan dari teroris atau kaum radikal, tentu hal semacam ini tidak bisa dianggap remeh. Terorisme adalah ancaman, bukan hanya sekedar aktivitas biasa.

Kutipan pernyataan mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban-Ki-Moon pada bagian awal tulisan ini bisa dijadikan acuan kuat untuk mengkonstruksi pemikiran bahwa terorisme adalah lawan bersama terutama dalam hal membangun kedamaian. Peristiwa terorisme sudah sering terjadi di banyak negara.

Tentu kita masih ingat dengan persitiwa yang menimpa World Trade Centre di Amerika, ledakan bom di Bali, serta beberapa kejadian serupa di Negara-negara Eropa. Rentetan peristiwa ini menyadarkan kita bahwa yang terjadi bukanlah sekedar peristiwa biasa yang tanpa makna. Justru ada pesan besar yang tersirat di dalamnya yaitu menebar ketakutan sebagai bentuk penyampaian ideologi tertentu. Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian lebih adalah seluruh peristiwa yang berkaitan dengan terorisme dieksekusi secara sistematis.

Hal ini mengindikasikan bahwa perencanaannya pun sistematis. Mengutip dari Encyclopaedia Britannica, definisi terorisme adalah penggunaan kekerasan secara sistematik untuk menciptakan iklim penuh ketakutan pada masyarakat dan dengan cara inilah mereka (teroris) membawa kepentingan politis tertentu.

Tindakan terorisme dan radikalisasi semacam ini tentu harus segera ditanggulangi agar tidak semakin banyak menimbulkan korban. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana cara menanggulanginya? Negara kita sebenarnya sudah melakukan berbagai cara untuk menanggulangi terorisme, salah satunya adalah dengan membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 tahun 2010.

Dikutip dari laman ANTARAnews.com tertanggal 30 Juli 2010, salah satu pertimbangan dari Perpres tersebut adalah terorisme masih menjadi ancaman nyata dan serius bagi bangsa dan negara ini.

Terbentuknya BNPT ini memang memberikan angin segar bagi negara ini dalam rangka memberantas terorisme yang memang sudah sangat meresahkan masyarakat karena sudah sering terjadi aksi teror.

Berdasarkan data dari kumparan tanggal 17 Mei 2018, tercatat ada tujuh aksi teror dalam wujud peledakan bom yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009.

Keberadaan BNPT tentu membawa dampak positif, yaitu mulai berkurangnya serangan teroris di negeri ini. Tetapi yang perlu mendapat perhatian adalah, jumlah serangan yang berkurang, yang artinya, tetap ada sekelompok atau segelintir orang yang tak henti melakukan rangkaian teror.

Memang serangan yang terjadi akhir-akhir ini tidak semasif sebelumnya, melainkan lebih bertipe serangan lone wolf. Menurut Beydoun (2018) dalam tulisannya yang berjudul "Lone Wolf Terrorism: Types, Stripes, and Double Standards", istilah lone wolf terrorism didefinisikan oleh Georgetown University Security Studies Program sebagai, "the deliberate  creation  and  exploitation  of  fear  through  violence  or  threat of violence committed by a single actor who pursues political change linked to a formulated ideology, whether his own or that of a larger organization, and who  does  not  receive  orders,  direction,  or  material  support  from  outside sources".

Dari definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa lone wolf terrorism diartikan sebagai sebuah ancaman kejahatan atau kegiatan menebar ketakutan yang dilakukan oleh seorang pelaku.

Hal inilah yang akhir-akhir ini terjadi termasuk yang terjadi di pos pengamanan lebaran Kartasura beberapa waktu lalu. Seiring makin bervariasinya serangan teroris, maka perlu juga dilakukan aktivitas yang berfokus pada kontra terorisme.

Tidak hanya kelompok-kelompok tertentu yang diwaspadai, tetapi juga beberapa orang yang sudah dicurigai tergabung dalam kelompok-kelompok yang terindikasi teroris karena bagaimanapun, bisa jadi mereka akan menebar teror secara sendiri-sendiri agar tidak terlalu mencolok ketika akan menjalankan aksinya.

Kalau di beberapa kesempatan, kita menggaungkan 'NKRI harga mati', maka untuk menutup tulisan ini, saya ingin menggaungkan 'kontra terorisme harga mati' demi Indonesia yang lebih damai, aman, dan tenteram.

Oleh:
Ignatius Aryono Putranto
Dosen Fakultas Ekonomi, Program Studi Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
E-mail: aryono_16@yahoo.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun