Pembakar Hutan?
Ah, saking takjubnya saya pada oase di hutan Akasia ini, saya sampai lupa pada tujuan utama saya mendatangi Pak Suryono. Ya. Menggali cerita tentang kebakaran hutan. Belum lama ini, telah terjadi kebakaran hutan yang sangat masif yang tidak hanya menyerang Pulau Sumatera, tapi juga pulau-pulau besar termasuk Jawa, Kalimantan dan Papua. Banyak yang menuduh kebakaran hutan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan motif 'land clearing' untuk memangkas biaya; ada lagi yang menuduh kebakaran hutan dilakukan oleh masyarakat yang melakukan perambahan liar.
Ada yang menarik sebenarnya. Masyarakat seolah digiring oleh sebuah kesimpulan bahwa seluruh perusahaan-perusahaan itu bersalah. Menurut saya jelas ada yang berbeda, ketika kita secara objektif, memisahkan antara perusahaan pulp and paper yang seluruh alat produksinya adalah kayu dengan perusahaan sawit yang tidak memerlukan kayu sebagai alat produksinya. Sementara kebakaran yang terjadi, melahap semua sektor lahan dan hutan, baik gambut, kebun sawit dan hutan industri. Bagi saya, untuk apa perusahaan pulp and paper dengan sengaja melakukan pembakaran pada alat produksinya sendiri?
Ah, tapi lupakan dulu argumentasi saya tersebut. Saya lebih ingin menggali, sejauh apa sebenarnya keseriusan perusahaan-perusahaan ini dalam melakukan tindakan pencegahan kebakaran atau pemadaman kebakaran. Banyak yang menuduh perusahaan melakukan publisitas palsu dengan tim-tim kebakaran hutannya yang tidak sebanding dengan luas wilayah kebakaran.
Tapi menurut Suryono, setiap dua kali dalam setahun ia selalu mengikuti pelatihan tentang persiapan pemadam kebakaran yang diberikan perusahaan di balai-balai pelatihan. Petani lainnya juga diberikan pelatihan untuk mencegah kebakaran. Beberapa warga masyarakat juga dijadikan sebagai Masyarakat Peduli Api yang berfungsi sebagai tim pencegah dan reaksi cepat dan selalu digarisbawahi bahwa perambahan liar dengan membakar adalah pelanggaran hukum. Saya tanya tentang fasilitas tentang pencegahan kebakaran, namun Suryono menekankan fungsinya sebagai petani lebih sebagai informan apabila ada titik-titik api yang ia lihat.
[caption caption="Suryono, sebagai pelaku Wanatani (Sumber: koleksi pribadi)"]
Rambah Liar dan Bercocok Tanam
Memang menjadi masalah ketika masyarakat masih menganggap bahwa hutan bisa dirambah secara liar dan pembukaan lahan dengan dibakar adalah sesuatu yang wajar. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, adalah pihak yang berperan sebagai penentu paling akhir. Pemerintah sebaiknya memang terus memberikan pendidikan dan pemahaman yang memadai tentang perlunya menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuka lahan hutan dengan cara membakar. Penghukuman kepada perusahaan-perusahaan bukan saja akan berdampak ekonomi besar, tapi juga berdampak sosial yang sangat besar. Tidak hanya itu, penghukuman ini juga akan menambah beban pemerintah dalam menjaga areal hutan konsesi dari ancaman para perambah liar.
Saya pikir, perusahaan memang hanya bisa berperan dalam sebagian kecil saja. Mereka bertindak sebagai mitra yang membantu pemerintah dalam mengupayakan angka nol kebakaran hutan dan lahan. Terkait kebijakan yang lebih tinggi, mustahil perusahaan mengupayakan langkah. Upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan pemahaman sehingga persepsi para perambah liar berubah serta pemberdayaan masyarakat di wilayah konsesi, bukan hanya berfungsi untuk memberikan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat tersebut tapi sekaligus mencetak para penjaga-penjaga hutan yang sebenarnya.
Saya pikir, cara-cara seperti inilah yang mampu menciptakan agen-agen penjaga hutan dan pencegah kebakaran yang paling efektif dan efisien. Pemberdayaan masyarakat secara total akan menciptakan Suryono-Suryono lain sebagai sang penjaga hutan.
[caption caption="Suryono, sebagai Informan Titik Api (Sumber: koleksi pribadi)"]