Kartini (2017) merupakan film besutan Hanung Bramantyo yang menceritakan tentang Kartini (Dian Sastrowardoyo) yang berjuang untuk meyetarakan hak bagi semua orang tanpa membedakan status, terutama hak pendidikan bagi wanita bersama kedua saudarinya Roekmini (Acha Septriasa) dan Kardinah (Ayusitha).
Kartini tumbuh besar dengan melihat secara langsung bagaimana ibunya yang bernama Ngasirah (Christine Hakim) menjadi seorang pembantu di rumahnya sendiri karena tidak memiliki darah ningrat.Â
Ayah Kartini yang bernama Raden Sosroningrat sangat sayang kepada Kartini, namun tidak dapat melawan tradisi yang sudah ada secara turun temurun.
Dalam perjalanan hidupnya Kartini dan kedua saudarinya berjuang untuk menyetarakan semua orang agar tidak ada kesenjagan sosial, selain itu Kartini juga berjuang agar dapat mendirikan sekolah untuk orang-orang miskin dan membuat lapangan pekerjaan bagi masyarakat Jepara.
Gerakan Feminisme dalam Film Kartini (2017)
Feminisme merupakan sebuah paham atau ideologi yang muncul karena adanya perbedaan hak antara wanita dan pria, sehingga dapat dikatakan bahwa ideologi ini muncul karena wanita menuntut untuk mendapatkan hak yang sama dengan pria.Â
Menurut June Hannam (2007:2) dalam buku feminism, feminism merupakan pengakuan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara dua jenis gender, dengan wanita sebagai golongan kedua dan laki-laki sebagai golongan pertama (peranan wanita di bawah laki-laki)
Gerakan feminisme merupakan sebuah gerakan yang bertujuan untuk menyetarakan wanita agar setara dengan pria dan memperjuangkan hak wanita dalam berbagai bidang. Gerakan ini secara jelas diperlihatkan dalam adegan dialog yang diucapkan oleh Kartini
"Tidak ada yang lebih berharga selain membebaskan pikiran. Tubuh boleh terpasung tapi jiwa dan pikiran harus bebas sebebas-bebasnya, sekalinya jiwa diserahkan selamanya tak akan pernah kita miliki kembali."- Kartini