Mohon tunggu...
ignacio himawan
ignacio himawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - ilmu terapan untuk keseharian

Sekedar berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akankah Kesenjangan Pendidikan Dasar Mendapat Perhatian Serius?

13 Mei 2018   08:56 Diperbarui: 13 Mei 2018   09:18 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kontributor Kompas TV, Raja Umar)

Artinya dalam konteks Indonesia sekolah swasta keagamaan yang berbasis Katolik, harus menghindari semua tindakan yang melanggengkan kesenjangan di sektor pendidikan.Saya yakin pemikiran keadilan sosial ada di semua agama sehingg pemikiran ini sifatnya cukup universal.

Konsekuensinya adalah kebijakan pendidikan nasional yang mapan haruslah dibangun dengan pendidkan dasar sebagai pondasi utama. Tidak mengherankan apabila Ki Hajar Dewantara memulai gerakan pendidikannya melalui Taman Siswa (Bukan Tama Madya ataupun Taman Dewasa) Pengalaman pribadi saya ketika masih menjadi dosen adalah setiap mahasiswa harus memiliki basis pendidkan dasar yang kuat sebelum dapat meresap ilmu di perguruan tinggi secara efisien. Untuk menguasai pendidikan dasar sang anak haruslah mengusai pendidikan dasar. 

Melihat kenyataan yang ada di Indonesia seputar ujian nasional untuk SMP dan SMA, yang terlihat sangat jelas adalah sektor pendidikan dasar Indonesia yang masih cukup rapuh. Apabila guru SD mengakui bahwa ujian seleksi membaca harus dilakukan agar mereka dapat memenuhi target kurikulam nasional untuk kelas 1 dan 2, maka hal ini menunjukan rapuhnya kurikulum SD.

Sebenarnya mengajar anak untuk dapat membaca dalam 1 tahun bukanlah hal yang mustahil. Sistem di Indonesia saat ini (Apalagi yang memakai ujian masuk SD) sebenarnya mengandalkan sumbder daya orang tua. Masalahnya tidak semua orang tua, terutama mereka yang berprofesi buruh tidak akan mempunyai sumber daya ini. Maka jawabanya adalah sekolah harus menyalurkan sumber daya uang dan tenaga pengajar di sektor pendidkan awal jenjang SD (kelas 1, 2, bahkan 0). Dalam semua rapat finansial yang saya pimpin, sember daya tenaga pengajar memang selalu mendapat priorias utama. 

Di SD tersebut sudah sejak lama (bahakan jauh sebelum saya pindah menjadi penduduk lokal) ruang kelas 0 adalah yang paling besar di sekolah tersebut. Sejalan dengan peraturanpemerintah Inggris, guru kelas 0 hanya diperbolehkan untuk memiliki siswa maksimum 30 anak. Sang guru akan memiliki satu orang asisten tetap dan seorang asisten tambahan yang di pakai dalam pelajaran membaca dan menulis. 

Dalam prakteknya seringkali anggota masyarakat -- pensiunan guru atau orang tua murid -- akan hadir di kelas sebaga tenaga tambahan sehingga bisanya terdapat seorang tim pengajar untuk tiap 5-10 anak. (Siapa bilang di negara barat tidak ada gotong royong ?) Untuk anak dengan kebutuhan khusus, seperti ketika anak saya belum lancar berbicara, dibuatkan waktu khusus untuk interaksi 1 lawan 1.

Apabila pemerintah Indonesia memang sudah menganagarkan 20% APBN untuk pendidikan nasional, yang menjadi pertanyaan adalah sebarapa banyak dana tersebut dipakai untuk mengatasi  permsalahan kesenjangan di awal, sebelum persoalan tersebut menumpuk. Tidak ada gunanya menjalankan ujian HOTS apabila anak yang diuji memang tidak penah diberdayakan. Sejalan dengan menguatnya pendidikan dasar di masa depan, maka fokus anggaran pendidikan bisa diarahkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Namun kita tidak sepatutnya menyerahkan semunya ke pemerintah. Tanggung jawab pendidikan yang utama ada di orang tua. Semua orang yua yang berdomisili di satu lingkungan akan membentuk masyarakat. Masyarakat inilah yang memikul tamggumg jawab sekunder. Pemerintah dan sekolah sebenarnya menudukui posisi tersier. Marilah kita bertanya apak yang dapat saya lakukan ?

Secara pribadi saya berterima kasih dengan masyarakat sekolah dan sekitar yang sudah membantu pendidikan anak saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun