Mohon tunggu...
Pendidikan

Halal Haram dalam Bingkai Maqosidus Syariah dan Perspektif Sains

26 Februari 2019   00:13 Diperbarui: 26 Februari 2019   00:35 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wahai Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu" (Q.S Al-Baqoroh:168)

Selain halal menurut syara' (agama), yang dikatakan produk yang halal adalah produk yang sudah disertifikasi halal oleh MUI (Majlis Ulama' Indonesia) dimana MUI lah yang menjadi eksekutor dalam penilaian suatu produk itu dikatakan halal atau haram. Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis dari MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk menurut syariat Islam. Pencantuman label "Halal" pada kemasan suatu produk dari BPOM dapat dikeluarkan apabila produk tersebut sudah mendapat sertifikat halal dari komisi fatwa MUI. Labelisasi halal menjadi wewenang pemerintah yakni Badan Pengawasan Obat dan Makanan. LPPOM mendapat legitimasi sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sertifikasi halal didasarkan atas SK MUI Pusat No.kep 164/MUI/IV/2003. Surat Keputusan MUI Pusat ini mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang Pencantuman Tulisan "Halal".

Sedangkan Keputusan Menteri Agama R.I Tahun 2001 Nomor 518 menyebutkan, pasal 1 menerangkan bahwa "pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Pemeriksaan pangan halal adalah pemeriksaan tentang keadaan tambahan dan bahan penolong serta proses produksi, personalia dan peralatan produksi, sistem menajemen halal, dan hal-hal lain yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan produksi pangan halal." Makanan halal berarti diperbolehkan atau sah oleh hukum syariat di mana harus memenuhi beberapa kondisi yakni pada ayat 29 :

  • Tidak terdiri dari bahan-bahan yang diharamkan dan hewan-hewan yang disembelih tidak menurut hukum syariat.
  • Tidak mengandung bahan  najis menurut hukum syariat.
  • Tidak berbahaya dan aman ketika dikonsumsi.
  • Tidak diproduksi menggunakan alat-alat yang terkena najis menurut hukum syariat.
  • Makanan dan bahan yang terkandung didalamnya tidak mengandung unsur mahluk hidup yang tidak diperbolehkan menurut hukum syariat.
  • Proses, pengemasan, dan juga penyimpanan makanan secara fisik terpisah dari makanan seperti yang dijelaskan poin sebelumnya, atau apapun yang menurut hukum syariat dikatagorikan sebagai najis.
  • Maqosidus Syariah sebagai Paradigma Halal Haram

Didalam agama Islam, maqosidus syariah berperan sebagai jalur utama sekaligus kontrol dalam penetapan hukum-hukum Islam. Asy-Syatibi berpendapat bahwa maqasidus syariah lebih memperhatikan kepentingan umum dari tujuan syariah itu sendiri. Karena kita tidak dapat menyelesaikan suatu permasalahan umat hanya dengan konsep tekstualis saja, melainkan peran ijtihad dan konsep kontekstualis sangat diperlukan karena agama Islam adalah agama yang terbuka dan fleksibel yang Allah sendiri tidak menghendaki kesukaran daripadanya. Allah SWT Berfirman :

 ......

Artinya : "...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..." (Al-Baqarah: 185)

            Maqosidus syariah merupakan gabungan dari dua kata bahasa Arab yakni Maqosid dan Syariah. Maqosid memiliki arti kesengajaan, tujuan, sedangkan syariat yang berarti jalan menuju sumber air, syariat juga bisa berarti sebuah hukum dalam agama Islam. Dengan kata lain maqosidus syariah ialah tujuan-tujuan yang harus ditempuh dalam mencapai suatu penetapan hukum Islam.

Menurut Imam asy-Syathibi maqasidus syariah bertujuan untuk menjaga dan memperjuangkan tiga hukum, yakni: Doruriyyah, Hajiyyah dan Tahsiniyyah.

  • Doruriyyah, Doruriyyah menurut bahasa berarti susuatu yang darurat atau mendesak Didalam ilmu ekonomi, doruriyyah bisa juga diartikan sebagai kebutuhan primer. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan utama bagi manusia yang apabila tidak terpenuhi akan mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Doruriyyah disini terbagi menjadi 5 hal yang harus dijaga dan dipenuhi oleh manusia, diantaranya :
  • Hifdu Al din (menjaga agama)
  • Hifdu An nafs (menjaga nyawa)
  • Hifdu Al aql (menjaga akal)
  • Hifdu An nasl  (menjaga keturunan/garis keturunan)
  • Hifdu Al maal (menjaga harta)

Kelima hal ini merupakan esensi dari manusia itu tersendiri, kelima hal ini harus didahulukan daripada menjaga atau memenuhi kebutuhan yang lainnya.

  • Hajiyyah, Hajiyyah merupakan kebutuhan-kebutuhan sekunder manusia. Kebutuhan ini penting, akan tetapi tidak terlalu menimbulkan efek yang menghawatirkan atau mengancam kelangsungan hidup manusia, namun jika tidak terpenuhi akan menimbulkan kesukaran. Semisal pada era saat ini seperti kebutuhan gadget bagi manusia, gadget merupakan kebutuhan hajiyyah. Era saat ini gadget memiliki peranan penting di lini kehidupan manusia, namun apabila tidak memiliki gadget juga tidak mengamcam keselamatan manusia.
  • Tahsiniyyah, Tahsiniyyah berarti kebutuhan tersier, yakni kebutuhan yang dapat dikesampingkan. Tahsiniyyah hanyalah pelengkap kebutuhan manusia agar hidupnya lebih mudah dan nyaman. Seperti contoh memiliki barang-barang mewah dan mahal, pesawat pribadi merupakan kebutuhan tahsiniyyah.

Maqosidus syariah bertujuan memperjuangkan tiga hal tersebut, tentulah dengan ketetapan hukum Islam yakni Al-quran dan hadist.

  • Hubungan Halal Haram dengan Maqosidus Syariah di Dunia Bisnis

Esensi dari agama islam adalah mencapai kemaslahatan tidak hanya didunia namun juga di akhirat. Seperti ayat yang senantiasa tidak pernah terlupakan dalam doa didalam Kalam Allah, Q.S Al baqarah : 201

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun