Air minum merupakan jenis air yang bisa diminum dan memiliki syarat-syarat yang sesuai dengan standar kualitas air minum yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010. Dimana air bisa dikategorikan sebagai air minum di lihat dari adanya unsur mikrobiologi, fisik, maupun kimiawi.
Air minum dapat kita peroleh dengan berbagai macam cara pengolahan salah satunya adalah pengolahan depot air minum isi ulang. Konsumsi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) pada beberapa tahun terakhir ini sudah meningkat, utamanya di kalangan masyarakat perkotaan.Anggota Komisi V DPR RI, Toriq Hidayat mengatakan "Sampai tahun 2018, akses air minum
layak di Indonesia sudah mencapai 87,75%. Namun, hanya 6,8% penduduk yang sudah menikmati akses aman. Kita punya kewajiban untuk meningkatkan aksesnya dari akses layak menjadi akses aman bagi 80,95% sisanya," ujar Toriq.
Hal tersebut manjadikan bukti bahwa penyediaan infrastruktur air minum di Indonesia sangatlah kurang. Sejauh ini, pemerintah tengah menjalankan 12 proyek pengembangan SPAM (sistem penyedia air minum) yang tersebar diseluruh Indonesia mencakup
2 proyek di Jawa Tengah, 2 proyek di Jawa Barat, 1 proyek di Jawa Timur, 1 proyek di Lampung, 1 proyek di Banten dan DKI Jakarta, 1 proyek di D.I Yogyakarta, 1 proyek di Bengkulu, 1 proyek di Bali, 1 proyek di Banten, dan 1 proyek di DKI Jakarta.
Namun, dalam proses penyediaan infrastruktur air minum tersebut tak lepas dari permasalahan-permasalahan untuk merealisasikannya, salah satunya adalah masalah pendanaan. Didukung oleh pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan “Indonesia
masih membutuhkan suntikan dana sebesar Rp4.260 triliun untuk pembiayaan infrastruktur sampai 2024, dikarenakan APBN hanya mampu mengakomodasi sekitar 37% dari total kebutuhan dana pembangunan infrastruktur,” ujar Sri Mulyani.
Misalnya pada pembangunan proyek SPAM Semarang Barat yang membutuhkan dana hingga Rp1,4 Triliun hanya disuntik dana APBN sebesar Rp227,9 Miliar dan harus memikirkan bagaimana proyek tersebut harus tetap berjalan dengan pendanaan dari APBN yang kecil.
Oleh karenanya, perlu adanya skema pembiayaan pembangunan non APBN untuk pembangunan infrastruktur agar dapat mengatasi permasalahan tersebut sehingga penyediaan infrastruktur air minum di Indonesia dapat berlangsung dengan baik, salah satunya dengan skema pembiayaan KPBU.
Skema KPBU didefinisikan sebagai kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur bertujuan untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber
daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak (Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur). Skema KPBU memiliki beberapa keunggulan yang membuat saya semakin setuju dengan solusi yang ditawarkan,
yaitu dari sisi pemerintah skema KPBU dapat menunjang keberlangsungan penyediaan infrastruktur yang efektif, efisien, berkualitas, tepat sasaran dan tepat waktu, dapat juga menciptakan iklim investasi yang mendukung partisipasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Dari sisi badan usaha, skema KPBU dapat memberikan jaminan pengembalian investasi yang telah disuntikan badan usaha pada suatu proyek melalui pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada badan usaha.
Dengan adanya penggunaan skema KPBU diharapkan pemenuhan infrastruktur penyediaan air minum di Indonesia agar kesejahteraan masyarakat meningkat.
*Sumber gambar : liputan6.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H