Mohon tunggu...
Ifla Maulana
Ifla Maulana Mohon Tunggu... Jurnalis - Ruang belajar

Sedang mengembangkan bakat melamun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ahlul Yasin: Sandal dan Harga Diri yang Dipertaruhkan

1 Juli 2023   18:48 Diperbarui: 1 Juli 2023   19:23 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah beberapa hari ini saya merenung. Dan terkadang terasa begitu meditatif sebelum segala keresahan di kepala menyembul menjadi tulisan ini. Saya merenung bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan problem yang sedang dihadapi oleh seorang kawan. Dan di sini saya akan mencoba mengurai problem itu dengan metafora "harga diri" secara perlahan-lahan. 

Jelang siang, langit belum juga membiru. Lelaki itu sedang duduk di beranda rumah. Ia adalah Ahlul Yasin (29), pemuda sederhana yang terkenal di seantero Mertapada. Sosoknya tak perlu diragukan. Pemuda yang berwajah tidak jelek namun gagal juga disebut tampan. Lelaki yang penuh wibawa dan terkenal ramah kepada siapapun itu kini sedang menghadapi masalah yang tak biasa. Suatu masalah yang akan menjadi pertimbangan dirinya dengan masa depan.

Pasalnya, Yasin melakukan kesalahan fatal yang membuat dirinya diragukan oleh keluarga sang kekasih. Padahal, ia tak pernah bermaksud menurunkan harga diri siapapun. Itu murni keteledoran dari sosoknya.

"Kali ini saya sedang gamang, kesalahan yang saya buat ini akan menjadi satu bahan restrospeksi ke depan," jelas Yasin.

Menjemput Rindu

Mulanya, saat Yasin hendak ingin menjemput kekasihnya bernama Putri yang baru pulang dari Semarang di Stasiun Prujakan. 

Yasin menganggap hubungannya dengan Putri itu baik-baik saja. Bahkan saat itu, kekasihnya mengirimi pesan bahwa ia akan segera balik ke Cirebon pada Sabtu malam. Yasin terlihat bahagia, karena sudah beberapa bulan hubungan mereka terpisah oleh jarak.

"Mas, besok malam aku sampe Cirebon," kata Putri, kekasihnya melalui pesan.

Kuning sore telah menua. Matahari telah beringsut. Yasin beserta dua kawan karibnya sedang berada di rumah Pak Dul. Mereka bertiga baru saja mengerjakan mandat untuk membasmi rayap di rumahnya. Pak Dul merupakan guru sekaligus orangtua bagi mereka bertiga. Dan Ia adalah orang yang paling berjasa bagi hidup Yasin. 

"Kurang apa saya ke Yasin? Sudah kuberikan semuanya, termasuk harta juga masa depan," ucapnya, pada saat saya mewawancarainya. 

Pada jam 18.00, detik mulai melambat. Tetapi detak jantung terasa begitu cepat. Yasin bergegas menyiapkan segalanya untuk menjemput kekasihnya di stasiun. Ia mulai beres-beres. 

"Kau tak mandi?" tanya Hasan, kawan karibnya.

Yasin menghiraukan pertanyaan tersebut. Ia langsung ambil kemeja dan menghampiri motornya. Tetapi, saat itu ada kendala yang tak dapat diselesaikan secara cepat. Motor Legenda miliknya mengalami trouble, kuncinya patah di dalam. 

Lagi-lagi Pak Dul memiliki peran penting dalam hidup Yasin. Pak Dul bersama Istri sedang pulang ke kampung halaman. Yasin dan kedua teman karibnya diberi tanggungjawab untuk menjaga rumahnya. 

"Mumpung Pak Dul dan Istri sedang tidak ada di rumah. Kupakai saja lah motor mereka. Lagian tidak tahu ini," ucap Yasin tiba-tiba, sembari memanfaatkan keadaan. 

Lalu ia langsung melesat ke stasiun. Tanpa sadar, sandal yang dipakainya keliru. Dan itu merupakan awal permasalahannya terjadi. 

Pertemuan

Setibanya di Stasiun Prujakan, Yasin langsung bergegas masuk. Peluit petugas stasiun telah berbunyi, disambut dengan klakson panjang kereta. Keharuan pecah diantara penumpang dan pengantarnya. Roda berputar perlahan, membawa penumpang menjauh dari stasiun. Begitupun para pengantar yang pergi meninggalkan stasiun dengan muka murung.

"Mas.." sahut Putri dari belakang. 

Mereka berdua bersemuka dengan tatapan yang tak biasa. Dua sejoli yang baru dipertemukan kembali setelah melalui jalan terjal, sekat kepercayaan juga rindu yang tak terhitung dengan angka. 

Mereka berdua berpelukan. Tak mempedulikan suasana di sekitar stasiun kendati orang-orang sedang mengamati Yasin memakai sandal yang keliru. 

Keliru adalah Sumber Bencana

Pijakan atau sendal merupakan satu hal paling fundamental bagi manusia. Selain itu, sandal juga berfungsi untuk menjaga kaki. Namun, kali ini agak berbeda ceritanya. Yasin keliru memakai sendal tersebut, bahkan kekeliruan itu terpaut agak jauh. Sandal kanan bernomor 10 sementara satunya bernomor 6 dan juga warnanya berbeda.

"Saat itu, saya memang pakai sepatu dari rumah. Tapi, jujur, tujuan saya hanya agar ingin tampil sederhana di depan orangtuanya. Namun, saya tidak sadar kalau sandal yang saya pakai itu beda. Karena saya terlalu fokus pada satu hal, saya harus datang tepat waktu," ucapnya lirih.

Alih-alih ingin tampil sederhana agar mendapat poin lebih di hadapan calon mertua. Yasin justru menerima respon negatif. Kesedihan yang kelak akan menjadi sejarah luka yang tak tertanggungkan. 

Ibu Rohmah merupakan orangtua dari Putri, kekasih Yasin. Ia terkenal sebagai Ibu yang ramah dan teliti dalam urusan apapun. Tapi, kali ini Ia justru harus menelan ludah melihat anaknya dipeluk oleh begundal seperti Yasin. 

"Dalam urusan hal sekecil ini saja masih luput, bagaimana kau akan mengurus anakku kelak?" damprat Ibu Rohmah, saat Yasin baru datang di kediaman rumah Putri. 

Alasan Ibu Rohmah masuk akal. Karena itu, ia memiliki pandangan berbeda dalam urusan ini. Tak ada tujuan hidup lain selain membiasakan diri untuk tampil apa adanya. Tak perlu dibuat-buat. 

"Cih.. Bagaimana bisa sandal menjadi letak kesederhanaan seseorang? Dan ini bukan soal sendal belaka, lebih dari itu. Ini soal harga diri anakku," tandas Ibu Rohmah dengan suara yang amat menghentak. 

Yasin tak akan pernah tahu, akan berakhir di mana alur dari riwayat hubungannya. Tapi, seluruh omongan Ibu Rohmah yang pernah ia dengar langsung saat itu membuatnya terkejut. 

Menanggung Malu 

Lekas setelah itu, Yasin pulang dengan menanggung malu dan rasa pedih yang tak terelakkan. Hunjaman kata-kata dari calon mertua amat begitu membekas. Putri tak merespon apa-apa. Sementara perasaan Yasin berkecamuk sampai mendamik dada. 

Tibanya di rumah. Yasin mewedarkan kejadian ini di hadapan Ibunya. Dengan wajah memelas ia memeluk sembari pipi dibanjiri airmata. 

"Barusan aku jemput Putri di stasiun dan mengantarnya pulang. Lalu, Ibunya memarahiku karena aku memakai sandal keliru," kata Yasin. 

Ibunya tertawa agak getir kali ini. Itu sarkasme paling telengas yang pernah Yasin terima di depan mukanya.

 "Baru kali ini Ibu punya anak yang sudah mencoreng nama baik keluarga, lantaran keliru memakai sandal." Tukas Ibu Yasin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun