Mohon tunggu...
Iflahatul ZR
Iflahatul ZR Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Madzhab Iqtishaduna dalam Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer

27 Februari 2018   14:46 Diperbarui: 27 Februari 2018   14:50 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Didalam perekonomian tidak lepas dari hubungan antara pelaku ekonomi dan barang/jasa . Dan dalam kegiatan ekonomi tidak terlepas  juga dengan pemikiran ekonomi, pemikiran ekonomi inilah yang menjadi unsur didalamnya.

Dalam ekonomi baik ekonomi islam maupun konvensional (umum), terdapat pemikiran masing-masing. Seperti yang kita kenal pada konvensional (umum) mempunyai pemikirannya atau aliran tentang ekonomi, baik itu aliran ekonomi klasik, neoklasik, historis, marxis, institusional, moneteris, dan lain-lainnya. Dalam ekonomi islampun juga mempunyai aliran ekonomi yang sering kita kenal dengan madzhab-madzhab ekonomi. Adanya aliran atau madzhab ekonomi ini tidak lain bertujuan untuk mengevaluasi atau menilai aliran-aliran ekonomi sebelumnya yang dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah ekonomi. 

Pemikiran ekonomi islam kontemporer diklasifikasikan menjadi tiga madzhab, yaitu madzhab iqtishaduna, mainstream, dan alternatif. Dari ketiga hal tersebut adalah hak yang menjadi acuan dalam ekonomi islam.

Pada madzhab iqtishaduna beberapa tokohnya, yaitu Muhammad Baqir al-Sadr, Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasany, Hedayati, Kadim al Shadr, dan Iraj Toutounchian. Pelopor madzhab ini dipelopori oleh Baqir al-Sadr. 

Latar belakang Baqir al-Sadr beliau dilahirkan di Kadhimiyeh, Baghdad pada tahun 1935. Beliau berasal dari keturunan keluarga sarjana dan intelektual islam syi'ah yang termasyhur. Baqir al-Sadr menuntut ilmu pengajaran islam tradisional di hauzah atau di Iraq, disana beliau mempelajari ilmu fiqh, ushul fiqh, dan teologi. Pada umur 20 tahun Baqir al-Sadr mendapat derajat mujtahid mutlaq dan terus meningkat pada derajat yang lebih tinggi dengan intelektualnya.  Selain itu, meskipun memiliki latar belakang tradisional, Baqir al-Sadr tidak pernah berpisah dari masalah-masalah kontemporer. Dengan intelektualnya beliau banyak mempelajari ilmu yang lainnya seperti filsafat kontemporer, ekonomi, sejarah, sosiologi, dan hukum. 

Madzhab Iqtishaduna secara harfiah kata Iqtishaduna bukanlah sekedar terjemahan dari bagian ekonomi saja, Iqtishad berasal dari bahasa arab yaitu qasdh yaitu keadaan yanga sama, seimbang, atau pertengahan. Dari hal ini, maka teori-teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dihapus. Sebagai gantinya, madzhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru yang langsung diambil dari Al-qur'an dan As-Sunnah.

Madzhab ini mempunyai pendapat bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah bisa sejalan dengan islam, ekonomi tetap ekonomi dan islam tetaplah islam. Keduanya tidak bisa disatukan karena masing-masing dari hal tersebut mempunyai filosofi tersendiri.yang saling kontradiktif, yang satu anti-islam dan yang lainnya islam. Pandangan ini didasarkan pada pengertian dari ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya ekonomi dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas. Menurut mereka, islam tidak mengenal konsep sumber daya ekonomi yang terbatas, tetapi Baqir as-Sadr menolak pengertian  itu karena alam semesta ini sangatlah luas. Allah SWT menciptakan alam ini yang tak terhingga luasnya, sehingga jika manusia masih mampu memanfaatkannya maka tidak akan pernah habis. Seperti pada saat ini, manusia hanya mengeksploitir sebagian dari kekayaan yang ada di bumi, padahal di luar bumi seperti halnya planet lainnya juga mempunyai kekayaan. Dengan adanya teknologi, tidak dapat dipungkiri manusia akan mampu mengolah sumber daya ekonomi yang ada di luar bumi, sehingga tidak akan pernah mengalami kekurangan sumber daya. Sebaliknya, keinginan manusialah yang sebenarnya terbatas. Kebutuhan yang terbatas ini secara implisit diakui dalam ilmu ekonomi, misalnya adanya teori marginal utility yang semakin menurun dan law of diminishing return.

Dalam pemikiran iqtishaduna, Baqir al-Sadr  berpendapat bahwa dalam mempelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek philoshopy of economics atau normative economics dan aspek science of economics atau positive economics. Pada aspek positive economics contohnya teori permintaan dan penawaran yang menunjukkan hubungan antara tingkat harga dengan jumlah yang diminta atau ditawarkan. Sedangkan aspek normative economics didasarkan kepada filsafat dan nilai dasar yang diyakini oleh para pemikir ilmu ekonomi, maka akan ditemukan bahwa tiap kelompok manusia mempunyai ideologi, cara pandang atau kebiasaan yang berbeda. 

Selain itu, menurut mereka perbedaan filosofi  akan berpengaruh pada perbedaan cara pandang keduanya dalam menilai masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sedangkan sumber daya ekonomi terbatas. Baqir as-Sadr menolak karena dalam islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil Al-Qur'an yang  menjadi acuan salah satunya Q.S Al-Qamar :49 yang berbunyi :

Artinya : "Sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya". 

Dengan demikian, karena Allah telah mengatur segala sesuatunya dengan sempurna, yang pada dasarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia. Pendapat bahwa keinginan manusia tidak terbatas juga ditolak. Seperti contoh, manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Oleh sebab itu, madzhab ini menyimpulkan bahwa keinginan yang tidak terbatas tidak benar sebab pada kenyataannya keinginan manusia itu terbatas.

Madzhab Baqir juga berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat mempunyai keleluasaan terhadap sumber daya sehingga  menjadi sangat kaya, sementara yang lemah malah sebaliknya.  karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang tebatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. 

Oleh karena itu, menurut mereka istilah ekonomi islam adalah istilah yang tidak sesuai bahkan juga menyesatkan dan kontradiktif. Karena itu penggunaan istilah ekonomi islam harus dihentikan. Sebagai gantinya, untuk menjelaskan mengenai sistem ekonomi dalam prinsip islam  ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi islam, yaitu iqtishad.  

Refrensi

Chamid Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 

Fauzia, Ika Yunia dan Abdul Kadir Riyadi. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Perspektif Maqhasid Syari'ah. Kencana: Jakarta.  

Haneef, Mohammad Aslam. 2010. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. Rajawali Press: Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun