Mohon tunggu...
Iffat Mochtar
Iffat Mochtar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Profesional - Wiraswasta

Country Manager di sebuah Perusahaan Swasta Asing yang bergerak di sektor Pertambangan. Berdomisili di kota minyak Balikpapan, Kalimantan Timur. Memiliki banyak ketertarikan di bidang marketing, traveling, kuliner, membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perayaan Idul Fitri 1443H, Momentum Menjalin Tali Silaturahmi dan Meningkatkan Rasa Persaudaraan

2 Mei 2022   06:00 Diperbarui: 2 Mei 2022   06:16 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pa, tiga hari lagi mau lebaran loh," kata istriku pada saat sedang di dalam mobil menuju pusat perbelanjaan di Kota Balikpapan.

"Jangan lupa nanti belikan bekal sembako dan daging untuk diberikan ke Kai Usman...kasihan mereka mau lebaran mungkin gak punya uang untuk belanja lebaran," sambungnya lagi

"Oiya...ya...hampir saja aku lupa...untung diingatkan," jawabku

Memang seperti biasa setiap tahunnya kami selalu memberikan bantuan kepada keluarga Kai Usman yang tinggalnya tidak jauh dari rumah kami di sebuah komplek perumahan.

Kami memanggilnya Kai untuk panggilan seorang kakek di Kalimantan walaupun beliau sendiri sebenarnya seorang perantau yang berasal dari Bukit Tinggi Sumatera Barat dan istrinya berasal dari Bugis Makassar. Tapi karena sudah cukup lama tinggal di Balikpapan sehingga semua orang memanggilnya dengan panggilan Kai.

Umurnya sudah hampir menginjak 70 tahunan demikian juga istrinya sudah berumur sekitar 65 tahunan. Jadi boleh dibilang mereka sudah memasuki usia lanjut.

Dulunya Kai Usman bekerja sebagai seorang ABK di bagian mekanik mesin di kapal barang dan terakhir di sebuah kapal pengangkut batubara. 

Menurut ceritanya, beliau sudah pernah melanglang buana ke berbagai mancanegara. Itu cerita masa lalunya yang sering ia ceritakan kepada kami pada saat mengobrol dengannya. Tapi sejak 10 tahun terakhir ini beliau tidak lagi bekerja, selain dikarenakan faktor usia yang sudah menua juga faktor kesehatan yang sudah mulai menurun.

Sebenarnya Kai Usman memiliki tiga orang anak, dua anak perempuan yang saat ini belum menikah dan tinggal bersamanya tetapi juga tidak memiliki pekerjaan tetap dan seorang lagi anak laki-laki yang bekerja sebagai buruh pabrik di daerah Purwakarta Jawa Barat. Dan si anak laki-laki tersebut tidak pernah pulang ke rumah orang tuanya semenjak merantau ke pulau Jawa.

Kehidupan Kai Usman sekeluarga boleh dibilang cukup susah karena tidak memiliki penghasilan yang memadai. 

Sebagai tetangga walaupun kami berbeda agama dan suku dengan Kai Usman, karena saya dan istri dari suku Tionghoa Bangka yang juga ikut merantau di Pulau Kalimantan ini, tapi kami sangat peduli serta ikut prihatin merasakan kesulitan hidup yang mereka jalani. Terkadang saya memberikan uang untuk mereka bisa berbelanja kebutuhan dapur dan juga sembako serta kebutuhan untuk berlebaran seperti saat ini.

Dua hari menjelang lebaran saya dan istri mengantarkan paket bantuan lebaran kepada mereka berupa beras, telur, gula pasir, minyak goreng, ayam, daging sapi, kue kaleng, kopi dan syrup juga sedikit uang. Agar mereka sekeluarga juga bisa menikmati suasana lebaran seperti orang lain walaupun hanya dalam kesederhanaan.

"Bu...ini ada sedikit paket lebaran buat Ibu sekeluarga, semoga bisa membantu Ibu sekeluarga. Selamat berlebaran ya Bu, mohon maaf lahir dan batin!" Ucap saya dan istri sambil menyerahkan paket lebaran ke istri Kai Usman.

"Terima kasih Bapak dan Ibu yang sudah memberikan bantuan kepada kami," balas istri Kai sambil menyalami kami berdua. Matanya berkaca-kaca mungkin karena merasa terharu.

"Semoga Bapak dan Ibu sekeluarga diberikan rejeki yang banyak," doa istri Kai kepada kami.

"Sama-sama Bu...amin," jawab kami serentak.

"Oiya..mana Kai, koq gak keliatan?"

"Kai masih tidur, biasanya di bulan puasa ini agak siangan bangunnya kadang bisa sampai jam sembilan baru bangun," jawab istri Kai.

"Oiya gak apa-apa...kalo gitu kami pamitan dulu ya bu, sampaikan salam buat Kai...semoga sehat selalu," kataku sambil berpamitan setelah itu kami pun pulang ke rumah.

Cerita di atas hanyalah sebuah ilustrasi yang bukan bermaksud untuk menyombongkan diri atau untuk menunjukkan kepada orang lain jika kita telah memberi sedikit bantuan kepada seseorang. 

Tapi moral dari cerita tersebut bisa diambil hikmahnya bahwa untuk berbuat baik kita tidak perlu melihat apa suku dan agamanya tapi lebih kepada untuk menanamkan rasa kepedulian kita terhadap lingkungan yang ada di sekitar kita terlepas apapun perbedaannya.

Mungkin saat ini banyak orang-orang yang sudah tidak ambil peduli lagi dengan kehidupan tetangganya yang hidup penuh dalam kesulitan. 

Rasa apatis dan kurang responsif terhadap lingkungan sekitarnya banyak menghinggapi orang-orang yang saat ini  terutama mereka yang tinggal di dalam komplek perumahan apalagi yang tinggalnya di komplek perumahan elit perkotaan. 

Ada istilah "elu-elu, gua-gua". Orang-orang tidak mau tau dengan urusan orang lain walaupun hidup bertetangga. Mereka cuek, tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan dengan nama tetangga sebelah rumah pun mereka tidak kenal walaupun mungkin hampir setiap hari bertemu tapi tidak pernah bertegur sapa.

Rasa sosial terhadap orang lain semakin hari semakin menipis apalagi jika mereka berbeda suku, agama dan keturunan. Ada semacam sekat yang sengaja dibangun di tengah masyarakat saat ini untuk mengkotak-kotakkan berdasarkan agama dan strata sosial. 

Walaupun dalam keseharian kita tidak bisa mengelak untuk saling berinteraksi baik sebagai anggota masyarakat di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan pekerjaan.

Situasi sekarang ini terkadang terlihat sangat miris. Beberapa tokoh agama ada yang melarang umatnya agar tidak menjalin hubungan silaturahmi dengan orang-orang yang tidak seiman dengan mereka bahkan mengharamkan untuk mengucapkan selamat perayaan hari-hari tertentu kepada orang-orang yang berbeda agama. 

Tidak jelas rujukan apa yang digunakan oleh tokoh agama tersebut. Sehingga menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat yang hidup di tengah kemajemukan.

Padahal sebagai makhluk sosial kita wajib menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Bukankah Tuhan pun menciptakan alam semesta ini dengan berbagai perbedaan? Mengapa kita harus mengingkarinya bahkan melawan hukum alam?

Baru saja kita semua diberikan cobaan dengan pandemi Covid-19. Selama dua tahun hidup kita terkurung dalam kekhawatiran yang tidak menentu kapan akan berakhir. Bahkan tidak sedikit pula yang mengalami kehilangan anggota keluarganya akibat pandemi tersebut.

Seharusnya peristiwa pandemi ini bisa menyadarkan kita semua akan pentingnya hidup bersosialisasi dengan lingkungan di sekitar kita. Karena kita tidak tahu kapan musibah akan datang dan para tetangga terdekatlah yang mungkin bisa lebih cepat membantu kita.

Selama pandemi tersebut pula kita tidak bisa pergi kemana-mana bahkan untuk pulang mudik bertemu dengan orangtua pun kita tidak bisa.

Dan di tahun 2022 ini kita bisa sedikit bernafas lega, kita bisa merayakan Hari Kemenangan tersebut dengan lebih meriah. Kita bisa pulang mudik menemui orangtua dan sanak keluarga kita di kampung halaman yang tentu saja sudah sangat dirindukan.

Inilah saatnya kita harus merasa lebih bersyukur lagi. Hari Raya Idul Fitri 1443H patut dijadikan semacam momentum untuk kita bisa menjalin tali silaturahmi dan meningkatkan rasa persaudaraan tidak hanya kepada anggota keluarga terdekat saja atau kepada orang-orang yang seiman dengan kita tetapi dengan cakupan yang lebih luas lagi yaitu kepada semua orang. Atau yang dikenal dengan istilah habluminannas, dimana kita bisa saling menjaga hubungan baik kepada sesama manusia.

Marilah kita saling bergandengan tangan, saling membantu dan saling peduli terhadap sesama. Jangan lagi melihat dari mana asalnya, apa suku dan agamanya atau apapun perbedaan-perbedaan lainnya. Kita sama-sama makhluk Tuhan harus selalu saling mengasihi dan menjalin tali silaturahmi yang baik agar hidup kita bisa lebih harmonis dan bermanfaat bagi sesama.

Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri 1443H, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun