Sebagai tetangga walaupun kami berbeda agama dan suku dengan Kai Usman, karena saya dan istri dari suku Tionghoa Bangka yang juga ikut merantau di Pulau Kalimantan ini, tapi kami sangat peduli serta ikut prihatin merasakan kesulitan hidup yang mereka jalani. Terkadang saya memberikan uang untuk mereka bisa berbelanja kebutuhan dapur dan juga sembako serta kebutuhan untuk berlebaran seperti saat ini.
Dua hari menjelang lebaran saya dan istri mengantarkan paket bantuan lebaran kepada mereka berupa beras, telur, gula pasir, minyak goreng, ayam, daging sapi, kue kaleng, kopi dan syrup juga sedikit uang. Agar mereka sekeluarga juga bisa menikmati suasana lebaran seperti orang lain walaupun hanya dalam kesederhanaan.
"Bu...ini ada sedikit paket lebaran buat Ibu sekeluarga, semoga bisa membantu Ibu sekeluarga. Selamat berlebaran ya Bu, mohon maaf lahir dan batin!" Ucap saya dan istri sambil menyerahkan paket lebaran ke istri Kai Usman.
"Terima kasih Bapak dan Ibu yang sudah memberikan bantuan kepada kami," balas istri Kai sambil menyalami kami berdua. Matanya berkaca-kaca mungkin karena merasa terharu.
"Semoga Bapak dan Ibu sekeluarga diberikan rejeki yang banyak," doa istri Kai kepada kami.
"Sama-sama Bu...amin," jawab kami serentak.
"Oiya..mana Kai, koq gak keliatan?"
"Kai masih tidur, biasanya di bulan puasa ini agak siangan bangunnya kadang bisa sampai jam sembilan baru bangun," jawab istri Kai.
"Oiya gak apa-apa...kalo gitu kami pamitan dulu ya bu, sampaikan salam buat Kai...semoga sehat selalu," kataku sambil berpamitan setelah itu kami pun pulang ke rumah.
Cerita di atas hanyalah sebuah ilustrasi yang bukan bermaksud untuk menyombongkan diri atau untuk menunjukkan kepada orang lain jika kita telah memberi sedikit bantuan kepada seseorang.Â
Tapi moral dari cerita tersebut bisa diambil hikmahnya bahwa untuk berbuat baik kita tidak perlu melihat apa suku dan agamanya tapi lebih kepada untuk menanamkan rasa kepedulian kita terhadap lingkungan yang ada di sekitar kita terlepas apapun perbedaannya.