Mohon tunggu...
Iffa Farida
Iffa Farida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Iffa Nurul Azza Farida - Institut Agama Islam Negeri Kudus

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Penafsiran Fikih Dalam Penafsiran Al-Qur'an

10 Desember 2024   13:50 Diperbarui: 10 Desember 2024   13:50 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada dasarnya tafsir fikih telah ada sejak turunnya ayat tentang hukum-hukum fikih. Rasulullah SAW merupakan mufassir pertama dalam tafsir ini. Rasulullah SAW telah menafsirkan ayat perintah melaksanakan shalat dengan puluhan bahkan ratusan hadis yang bersifat qauliah dan fi'liyah. Demikian juga ayat tentang zakat, puasa, haji, hudud dan masalah-masalah fikih lain yang dijelaskan dengan ratusan hadis dengan kompilasi para ulama dalam berbagai kitab hadis.

Ketika Rasulullah wafat, para sahabat berusaha menafsirkan bahkan meng-istinbath-kan hukum dari ayat-ayat Al-Qur'an dan beramal dengannya. Dalam prakteknya, tidak jarang para sahabat berbeda pendapat dalam penafsiran dan formulasi hukum sebuah ayat. Sebagaimana perbedaan antara imam Ali ibn Abu Thalib dengan Umar ibn Khattab tentang batas minimal 'iddah wanita hamil yang suaminya meninggal. Umar ibn Khattab berpendapat bahwa masa 'iddah-nya habis dengan melahirkan, sedangkan imam Ali berpendapat iddah-nya adalah masa 'iddah yang paling lama antara 'iddah wafat (empat bulan sepuluh hari) dengan 'iddah hamil.[3] Perbedaan ini terjadi adalah karena umumnya ayat yang berbicara tentang iddah thalaq (QS Thalaq [65]: 4) dengan iddah wafat (QS Al-Baqarah [2] :234).

Demikian juga perbedaan antara Ibn Abbas dan Zaid ibn Tsabit tentang pembagian harta warisan seorang wanita yang meninggal, dengan ahli warisnya suami, ayah dan ibu. Menurut Ibn Abbas, suami mendapat bagian setengah, untuk ibu sepertiga, sedangkan bapak sisa ('ashabah), berdasarkan firman Allah QS.an-Nisa [4]: 11. Sedangkan Zaid ibn Tsabit berpendapat bagian ayah dan ibu adalah sisa ('ashabah) dengan prinsip pembagian; "bagian untuk laki-laki dua kali bagian perempuan" berdasarkan firman Allah QS. an-Nisa'[4]:11.[4]

 Setelah generasi sahabat, perkembangan tafsir fikih secara khusus berjalan semakin pesat seiring dengan perkembangan umat Islam dan dinamika kehidupan yang mereka hadapi. Dimasa tabi'in muncullah madrasah-madrasah tafsir yang dikembangkan oleh murid-murid mufassir di kalangan sahabat. Di Mekkah muncul madrasah tafsir yang dikembangkan oleh Sa'id ibn Jubair, Mujahid, 'Ikrimah, dan 'Atha' ibn Abi Rabah yang merupakan murid-murid Ibn Abbas. Di Madinah muncul para mufassir, seperti Abu al-'Aliyah al-Riyahiy, Muhammad ibn Ka'ab al-Qarzhiy, Zaid ibn Aslam yang merupakan murid-murid Ubay ibn Ka'ab. Di Irak muncul mufassir 'Alqamah, Masruq, Hasan al-Bashriy dan Qatadah yang merupakan murid dari mufassir sahabat Abdullah Ibn as'ud.[5] Mereka semua adalah para mufassir yang sekaligus fuqaha', yang dalam penafsirannya juga menjelaskan berbagai masalah-masalah fikih.

Setelah masa itu, hadirlah para mufassir dan fuqaha' yang memberikan perhatian intensif terhadap tafsir fikih dengan melahirkan kitab yang secara spesifik membahas tentang ayat-ayat fikih. Menurut sebagian ulama, mufassir pertama yang menulis kitab tafsir fikih adalah Imam Syafi'i (204 H) dengan kitabnya Ahkam al-Qur'an. Selanjutnya tafsir fikih semakin meluas, baik dalam bentuk lahirnya kitab-kitab tafsir yang hanya membahas ayat-ayat fikih, yang dikenal dengan kitab Ahkam Al-Qur'an, atau tafsir fikih yang menjadi bagian tafsir secara umum, namun memberikan penafsiran yang lebih luas tentang ayat-ayat fikih.

Di saat munculnya era mazhab-mazhab fikih, para ulama yang merupakan pengikut setia dari masing-masing mazhab melahirkan karya-karya tafsir fikih sesuai dengan mazhab yang mereka ikuti. Namun fenomena fanatisme terhadap mazhab memberikan dampak negatif terhadap perkembangan tafsir. Mufassir dari masing-masing mazhab sering berupaya "menundukkan" penafsiran Al-Qur'an dengan konsep fikih atau formulasi hukum fikih yang mereka ikuti. Seperti Abdulllah al-Karkhiy (340 H) salah seorang mufassir yang fanatik dengan mazhab hanafi mengatakan, "setiap ayat dan hadis yang berbeda dengan mazhab kami, maka akan ditakwilkan atau dinilai nasakh.[6] 

Demikian juga, Imam al-Suyuri dalam pengantar tafsirnya, Kanzul Irfan fi Fiqh Al-Qur'an, menjelaskan bahwa ia melakukan penafsiran ayat-ayat fikih secara tematik, dan akan mengungkapkannya sesuai dengan mazhab fikih Imamiah. Beliau juga membahas pendapat-pendapat fikih yang berbeda dengan mazhab Imamiah dan menjelaskan bantahan terhadapnya.

Dengan meredupnya fanatisme mazhab setelah abad pertengahan, tafsir fikih berkembang dengan wujud yang lebih objektif. Tafsir fikih hadir dengan membahas ayat-ayat fikih secara komparatif. Menggambarkan berbagai perbedaan pendapat ulama fikih tentang sebuah ayat, kemudian melakukan tarjih secara objektif, tanpa terikat dengan mazhab-mazhab yang telah ada. Seperti tafsir Nail al-Maram min Tafsiir Ayat al-Ahkam karangan Abu al-Thayyib Shadiq ibn 'aliy al-Husainiy (1307 H), tafsir Rawai' al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam karangan Syekh Ali al-Shabuniy.

 

  • Metode dan Karakteristik Tafsir Fikih

 Para mufassir menerapkan beberapa metode dalam penulisan tafsir fikih, antara lain:

  • Tafsir fikih dengan metode penafsiran Al-Qur'an secara utuh, namun sangat rinci dalam menafsirkan ayat-ayat fikih. Tafsir fikih dengan metode ini terlihat hampir sama dengan kitab tafsir secara umum karena membahas semua ayat Al-Qur'an dengan berbagai aspeknya, namun dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, mufassir membahasnya secara rinci. Seperti kitab tafsir Jami' al-Bayan li Ahkam Al-Qur'an karangan Imam al-Qurtubi. Dalam tafsinya, ia berusaha membahas secara rinci masalah demi masalah hukum yang terdapat dalam sebuah ayat, sehingga dalam satu ayat dapat diuraikan menjadi belasan bahkan puluhan masalah hukum.
  • Tafsir fikih dengan metode penafsiran ayat-ayat fikih secara khusus, berurutan sesuai dengan urutan surat dalam Al-Qur'an. Tafsir fikih dalam bentuk ini banyak dituliskan ulama dengan nama kitab Ahkam al-Qur'an. Setiap mazhab fikih memiliki kitab tafsir Ahkam Al-Qur'an. Dalam prakteknya, mufassir membahas ayat-ayat fikih secara berurutan dalam satu surat dan tidak menafsirkan ayat-ayat selain fikih.
  • Tafsir fikih dengan metode tematik. Tafsir fikih tematik dilakukan dengan menghimpun ayat dari berbagai surat tentang sebuah tema fikih, seperti ayat-ayat tentang thaharah, shalat dan tema lainnya. Setelah itu masing-masing ayat ditafsirkan dan meng-istinbath-kan hukum dari ayat-ayat tersebut. Metode ini dipergunakan al-Miqdad al-Suyuriy dalam tafsirnya Kanzul 'Irfan fi Fiqh Al-Qur'an. Dalam muqaddimah kitabnya al-Miqdad al-Suyuri mengatakan bahwa tafsir ini hanya membahas ayat hukum saja, tidak membahasnya surat per surat sesuai urutan mushaf, tetap memilih tema di antara tema fikih seperti thaharah, kemudian mengumpulkan setiap ayat Al-Qur'an yang terkait dengan tema tersebut, dan menjelaskan setiap ayat sesuai dengan batasannya, sekaligus menjelaskan hukum yang terkandung di dalamnya sesuai dengan mazhab Imamiah Istna 'Asyariah. Metode ini juga diikuti oleh Qathb al-Din al-Rawandi dalam kitab tafsirnya Fiqh Al-Qur'an.Di abad modern juga melahirkan tafsir fikih dengan metode tematik yang lebih sederhana, terutama tema-tema yang berhubungan kehidupan rumah tangga, kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Namun tulisan tafsir fikih dalam bentuk ini tidak dihimpun dalam satu kitab tafsir, tetapi menyebar dalam berbagai buku atau majalah yang diterbitkan. Di antara tokoh-tokohnya adalah Muhammad Abduh, Muhammad Abu Zahrah, Syeikh Syaltut, Abu A'la al-Maududiy, Yusuf Musa, Musthafa Al-Shiba'i.

Sebagai salah satu kecenderungan atau corak dalam penafsiran Al-Qur'an, tafsir fikih memiliki beberapa kecenderungan diantaranya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun