Alangkah baiknya, jika aku bisa membuang segala sesuatu yang tidak penting kupikirkan. Mungkin realitas hanyalah kekejaman belaka. Apa yang ditawarkan takdir kepadaku hanya menyakitkan saja.
     Dengan senyum terakhir, Bimo pergi dari cintaku. Senyumnya sangat menyakitkan, memberikan jalan keluar untuk air mataku. Seandainya aku masih bisa menyentuh cinta, maka akan kucari bahagia di sisi hatiku yang menghilang di sungai air keruh yang telah tercemari darah hitam Bimo. Tapi pada akhirnya aku hanya tetap harus menunggu bahagiaku.
"Kita bukan apa-apa, Tiara, tapi takdir dari langitlah yang memberangkatkan bintang untuk tetap bersinar di malam hari." seakan suara lembut berbisik menyemangatiku.
     Cintaku menyeberang waktu, mengubah bentuk hatiku menjadi kerucut. Masa depanku untuk cinta belum terlihat. Tapi aku tetap disini, di dalam remang musim yang selalu saja mengering. Aku percaya, cintaku tinggal dalam diriku. Jadi aku tidak akan pernah mengucapkan selamat tinggal kepada luka. Sebab bagiku cinta dan luka seperti dua sisi dalam satu helai sutra, dan aku akan selalu berada di dalam dunia luka. [ ]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI