(Dimuat dalam buku kumpulan cerpen "Soejinah")
Pada sepintas angin pagi, kutemukan wajah yang tak asing di bulan Juni. Aku berjumpa dengannya tak lama setelah hujan turun, di tengah kesepian.Â
Pada kilap kecil lampion ungu, kulihat seraut wajah yang tak asing di bulan Juni. Aku mengenalnya ketika pelangi tak dapat terlihat lagi setelah hujan turun. Dan aku menamainya rindu.Â
Pada derap langkah mendung, kuperhatikan wajah yang tak asing di bulan Juni. Aku pernah menjadi satu kata dalam judul puisinya, dan aku begitu terlena. Hingga beberapa tahun kemudian, aku terhapus dari semua kalimat yang dirangkainya.
Berhelai daun kering terserak melingkar di pelataran. Aku terkejut melihat pohon itu meranggas di pagi hari dengan sebuah apel ranum tertinggal di dahannya.
"Serampai daun terkujur mati! gumamku.
Melihat apel ranum itu, membuatku harus kembali mengurut kisah beberapa tahun lalu, kala seorang perempuan masih menjadi kekasihku. Sudah bebeberapa jam kami duduk dalam mobil, sementara hujan tak juga reda.Â
Aku ingat, saat itu ia benar-benar menahan airmata. Bayangan gelap yang terpantul kaca jendela mobil dari cahaya mendung langit, setengah menutupi wajahnya. Masih kuingat apa yang kuucapkan.
"Mari kita kembali kepada hukum Murphy! Jika ada sesuatu yang berpotensi salah, maka hal itu akan menjadi salah, dan semua memakan waktu lebih lama dari seharusnya, serta tidak ada sesederhana yang terlihat." ujarku.
"Jika kamu menyimak hukum itu, maka sudah pasti kamu akan mengerti tentang hubungan kita. Kamu dan aku tak sesederhana airmata yang keluar dari mata seorang perempuan yang merindukan kekasihnya. Kita tak sesederhana pelukan hangat di musim dingin, sebab kita mempunyai hidup masing-masing." lanjutku.
Begitulah aku membunuh perempuan yang kunamai rindu.
***
Aku berlari sekuatnya, seakan melarikan diri dari masa lalu, keluguan, dan dirinya. Aku sadar, bahwa kami pernah bercinta. Aku pun tahu, ia pernah ingin memilikiku, dan sepertinya aku pun sama. Namun akhirnya kami tak saling memiliki. Beberapa sahabat kerap bertanya padaku,
"Apakah kau akan mengingatnya, If?"
"Ya, aku akan selalu mengingatnya, aku tidak akan melupakannya. Sebab ia satu-satunya perempuan yang tidak dapat kulupakan." jawabku.
Jika saja ada sebuah portal dengan daya magnet yang dahsyat, yang dapat menarikku ke sebuah dimensi, dimana dapat kuulang kembali semua lampau bersamanya, maka akan kubiarkan jasadku masuk ke dalam dimensi itu. Ya, sudah pasti akan kuperbaiki semua kesalahanku.
***
Bagiku takdir bukanlah sebuah perencanaan yang tersusun rapih seperti sebuah rundown dalam sebuah acara. Takdir tak juga dikelola oleh kepekaan otak, sebab takdir terjadi begitu saja. Tapi yang harus diingat, takdir mempunyai pemilik.
Sekarang, di tengah taman bunganya, Ros tersenyum, menari berputar-putar bersama sebayang wajah yang dirawatnya. Ia tak pernah merasa bosan melakukan hal itu berulang kali, sebab hal itu telah menjadi rutinitasnya di bulan Juni. Baginya, Juni adalah sebuah kenang yang enggan dihapusnya, sebab lampau ia pernah mengenalku.
Sekali lagi aku menelusup ke pekat putih tepi matanya, kulihat bebulir air rindu tertahan. Â Seandainya aku dapat lebih menjaga hatinya, mungkin aku akan tahu seberapa jauh ia ingin memilikiku. [ ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H