Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wajah di Bulan Juni

26 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 30 Maret 2020   09:03 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

(Dimuat dalam buku kumpulan cerpen "Soejinah")

Pada sepintas angin pagi, kutemukan wajah yang tak asing di bulan Juni. Aku berjumpa dengannya tak lama setelah hujan turun, di tengah kesepian. 

Pada kilap kecil lampion ungu, kulihat seraut wajah yang tak asing di bulan Juni. Aku mengenalnya ketika pelangi tak dapat terlihat lagi setelah hujan turun. Dan aku menamainya rindu. 

Pada derap langkah mendung, kuperhatikan wajah yang tak asing di bulan Juni. Aku pernah menjadi satu kata dalam judul puisinya, dan aku begitu terlena. Hingga beberapa tahun kemudian, aku terhapus dari semua kalimat yang dirangkainya.

Berhelai daun kering terserak melingkar di pelataran. Aku terkejut melihat pohon itu meranggas di pagi hari dengan sebuah apel ranum tertinggal di dahannya.

"Serampai daun terkujur mati! gumamku.

Melihat apel ranum itu, membuatku harus kembali mengurut kisah beberapa tahun lalu, kala seorang perempuan masih menjadi kekasihku. Sudah bebeberapa jam kami duduk dalam mobil, sementara hujan tak juga reda. 

Aku ingat, saat itu ia benar-benar menahan airmata. Bayangan gelap yang terpantul kaca jendela mobil dari cahaya mendung langit, setengah menutupi wajahnya. Masih kuingat apa yang kuucapkan.

"Mari kita kembali kepada hukum Murphy! Jika ada sesuatu yang berpotensi salah, maka hal itu akan menjadi salah, dan semua memakan waktu lebih lama dari seharusnya, serta tidak ada sesederhana yang terlihat." ujarku.

"Jika kamu menyimak hukum itu, maka sudah pasti kamu akan mengerti tentang hubungan kita. Kamu dan aku tak sesederhana airmata yang keluar dari mata seorang perempuan yang merindukan kekasihnya. Kita tak sesederhana pelukan hangat di musim dingin, sebab kita mempunyai hidup masing-masing." lanjutku.

Begitulah aku membunuh perempuan yang kunamai rindu.

***

Aku berlari sekuatnya, seakan melarikan diri dari masa lalu, keluguan, dan dirinya. Aku sadar, bahwa kami pernah bercinta. Aku pun tahu, ia pernah ingin memilikiku, dan sepertinya aku pun sama. Namun akhirnya kami tak saling memiliki. Beberapa sahabat kerap bertanya padaku,

"Apakah kau akan mengingatnya, If?"

"Ya, aku akan selalu mengingatnya, aku tidak akan melupakannya. Sebab ia satu-satunya perempuan yang tidak dapat kulupakan." jawabku.

Jika saja ada sebuah portal dengan daya magnet yang dahsyat, yang dapat menarikku ke sebuah dimensi, dimana dapat kuulang kembali semua lampau bersamanya, maka akan kubiarkan jasadku masuk ke dalam dimensi itu. Ya, sudah pasti akan kuperbaiki semua kesalahanku.

***

Bagiku takdir bukanlah sebuah perencanaan yang tersusun rapih seperti sebuah rundown dalam sebuah acara. Takdir tak juga dikelola oleh kepekaan otak, sebab takdir terjadi begitu saja. Tapi yang harus diingat, takdir mempunyai pemilik.

Sekarang, di tengah taman bunganya, Ros tersenyum, menari berputar-putar bersama sebayang wajah yang dirawatnya. Ia tak pernah merasa bosan melakukan hal itu berulang kali, sebab hal itu telah menjadi rutinitasnya di bulan Juni. Baginya, Juni adalah sebuah kenang yang enggan dihapusnya, sebab lampau ia pernah mengenalku.

Sekali lagi aku menelusup ke pekat putih tepi matanya, kulihat bebulir air rindu tertahan.  Seandainya aku dapat lebih menjaga hatinya, mungkin aku akan tahu seberapa jauh ia ingin memilikiku. [ ]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun