Mengenal Casemix dan Expert System DiagnoseÂ
Casemix didefinisikan sebagai pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip atau sama. Sistem casemix software grouper untuk mengelompokkan penggunaan sumber daya atau biaya perawatan yang identik. Sederhananya, akan ditetapkan bahwa penanganan satu kasus dengan diagnosis yang sama akan mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal standar terapi dan jenis obat berdasarkan katalog yang sudah ditetapkan by sistem casemix (1)
Sederhananya casemix dilakukan untuk melokalisir penanganan penyakit (tindakan, prosedur terapi, pemberian obat) sesuai standar yang telah ditetapkan dengan menggunakan beberapa macam tools pendukung seperti coding dengan ICD-10, software grouper yang dikembangkan oleh United Nation University. Dalam perjalanannya penerapan casemix di Indonesia telah mengalami beberapa kali update dalam hal besaran tarif sesuai dengan perkembangan dan dinamika di fasilitas pelayanan kesehatan.
- Expert System atau sistem pakar adalah sebuah perangkat lunak komputer yang memiliki basis pengetahuan untuk bidang tertentu dan menggunakan penalaran inferensi menyerupai seorang pakar dalam memecahkan masalah. Umumnya pengetahuan diambil dari seorang pakar dalam bidang tersebut dan sistem pakar menirukan metodologi dan kinerja atau performanya (2)
- Penggunaan Expert System dalam bidang kesehatan dapat diterapkan untuk sub bidang ilmu kesehatan misalnya telemedicine, rekam medik, radiologi, kedokteran gigi dan lain sebagainya. Sebagaimana digunakan dalam penerapan casemix, Expert System juga dapat digunakan untuk membantu melakukan penegakan diagnosa terhadap penanganan penyakit atau dapat disebut dengan  Expert System Diagnose (ESD). Penggunaan ESD ini menurut penulis akan sangat efektif dalam rangka mendukung upaya pengobatan rasional berbasis evidence based medicine. Cara kerja ESD ini adalah melalui penggunaan software untuk melakukan pengambilan keputusan (menentukan diagnosis) dan selanjutnya melakukan pemilihan obat berdasarkan diagnosis yang telah ditetapkan dengan bersumber pada database yang telah disusun oleh pakar melalui sebuah formularium.
Â
 Permasalahan Umum dalam Sistem Pengobatan di Indonesia.
      Permasalahan umum yang terjadi di banyak negara atau disebut dengan istilah drugs related problems (DRPs) diantaranya adalah obat berlebih (obat tidak perlu tetapi tetap diberikan), dosis obat kurang, adanya interaksi obat (reaksi obat yang merugikan pasien), pasien yang tidak patuh, pemberian obat yang salah (tidak sesuai dengan diagnosis) dan obat mahal (3).Â
Permasalahan-permasalahan tersebut sejatinya bisa berada pada satu siklus yang saling berkaitan misalnya :
- Pasien tidak patuh, bisa dimungkinkan karena jumlah dan jenis obat yang diberikan terlalu banyak (polifarmasi)
- Biaya pengobatan tinggi (harga obat tidak terjangkau) boleh jadi diakibatkan oleh penggunaan obat yang tidak sesuai indikasi, penggunaan merk dagang yang tidak obyektif dan syarat kepentingan ekonomi dan lain-lain
- Pemberian obat yang salah, boleh jadi bermula dari proses penegakan diagnosis yang sesuai atau tidak adanya panduan (formularium) yang adekuat sehingga prescriber dapat memberikan terapi secara subyektif.
Â
Sistem Kerja Expert System Diagnose dan Konsep Pengobatan Rasional.Â
Alur konsep pengobatan rasional menggunakan ESD ini dimulai dengan pemeriksaan dokter, hasil anamnesa dan penetapan diagnosis oleh dokter kemudian dimasukkan ke dalam sistem ESD untuk selanjutnya ESD akan menentukan pilihan obat yang bisa digunakan sesuai dengan database obat atau kita sebut dengan formularium. Konsep dasar dari ESD, tentu perangkat sistem ini harus dibuat dengan melibatkan berbagai pihak yang kompeten dalam berbagai sub ilmu terapi misalnya dokter ahli (dokter senior), apoteker, pakar farmakologi, pakar farmakoekonomi, dan para pemangku kebijakan yang terlibat pada fasilitas pelayanan kesehatan. Â Pengobatan rasional adalah salah satu goals dari konsep ESD. Dengan demikian penggunaan tools diagnosa dan formularium merupakan ruh dari implementasi ESD.
Kelebihan dan kekurangan penggunaan Expert System Diagnose (ESD)
Sebagai sebuah sistem, ESD ini mempunyai banyak kelebihan. Penggunaan ESD ini sangat mendukung dalam upaya penggunaan obat secara lebih rasional meliputi aspek 4 Tepat dan 1 Waspada yaitu tepat indikasi, tepat dosis, tepat kondisi pasien, tepat penggunaan dan waspada terhadap efek samping yang mungkin timbul (4). ESD ini juga dapat diterapkan kepada pasien umum maupun asuransi. Bahkan untuk pasien dengan sistem pembiayaan yang ditanggung asuransi, Â penggunaan ESD ini dapat lebih bisa mengontrol biaya obat yang harus ditanggung oleh perusahaan asuransi. Bagi pasien umum, penggunaan obat secara rasional menjadikan biaya pengobatan lebih terukur, menghindarkan pasien dari obat mahal, maupun peresepan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata lain penggunaan ESD ini dapat untuk menekan biaya yang tidak seharusnya dikeluarkan oleh pasien.
Kekurangan dari sistem ini adalah perlu adanya pengujian yang lebih jauh tingkat akurasi atau kinerja softwarenya. Kembali pada konsep dasarnya, ESD ini adalah konsep artifisial intelegensia yang dibuat oleh manusia yang berkompeten di bidang kedokteran dan kefarmasian. Dengan demikian, kemampuan dan performanya bisa sangat berpengaruh terhadap output yang didapatkan. Sistem ini juga membutuhkan updating secara berkala, mengingat dalam prakteknya, permasalahan-permasalahan, penyempurnaan database, pembaruan formularium dan berbagai aspek pendukungnya harus benar-benar valid dan pemenuhan aspek ini dipandang cukup rumit, bahkan membutuhkan proses kolaborasi dari banyak pihak yang berkepentingan.
Pemilihan obat dari penggunaan ESD ini tidak lagi dapat mempertimbangkan keinginan pasien, maupun prescriber. Ini dapat dianggap sebagai kelebihan sekaligus kekurangan dari sistem ESD. Mengapa demikian? Pemilihan obat tidak lagi melibatkan keinginan dan subyektifitas prescriber. Â Dalam berbagai kasus masih banyak dijumpai pula pasien yang mengintervensi prescriber dengan meminta obat-obat tertentu atas dasar fanatisme dan keinginan, bukan atas dasar indikasi medis. Dengan implementasi ESD, fenomena semacam itu dapat diminimalisir.
Â
Optimalisasi Fungsi Formularium Nasional (Fornas) Sebagai Payung Hukum dan Database Expert System Diagnose (ESD)
Formularium Nasional (Fornas) adalah daftar obat yang disusun berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan Fornas, Kementrian Kesehatan RI. Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas adalah obat yang paling berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN (5). Menurut penulis penggunaan Fornas ini bisa digunakan untuk database dasar pada penerapan ESD ini. Namun demikian data di Fornas juga masih dipandang sangat perlu untuk diperbarui sehingga jenis dan merk obatnya bisa lebih lengkap dan memberikan cukup banyak pilihan. Misalnya: pada obat Parasetamol, ESD tidak mengunci pilihan pada Parasetamol sebagai Obat Generik Berlogo (OGB) melainkan diberikan pilihan brand name lain dalam beberapa tingkatan harga yang dapat dipilih pada sistem. Contoh: Parasetamol OGB (pilihan bawah), Sanmol (pilihan tengah), Tempra (pilihan atas).
Â
Potensi Permasalahan pada Penggunaan Expert System Diagnose (ESD)
Akurasi sistem dan formularium tentunya akan menjadi masalah utama dalam implementasi ESD.  Hal ini dikarenakan ESD adalah sistem kecerdasan buatan yang  dibuat untuk mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer. Komputer diharapkan dapat menyelesaikan masalah sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli. Fungsi formularium adalah sebagai database obat yang dijadikan rujukan pemilihan obat sesuai dengan diagnosisnya.
Penerapan ESD ini akan menyingkirkan potensi-potensi permasalahan, kepentingan yang selama ini sangat lekat dalam bisnis farmasi. Dengan demikian menurut penulis, implementasi ESD ini tidak akan berjalan semudah membalikkan telapak tangan. Sebagai sebuah sistem, ESD sangat mungkin untuk dibuat, namun demikian menyingkirkan berbagai kepentingan sejak penyusunan formularium hingga intervensi terhadap seleksi obat dalam ESD ini akan menjadi persoalan yang tidak mudah.
Peran Apoteker dan Prospek Expert System Diagnose (ESD) di Indonesia
Peran apoteker sangat diperlukan pada implementasi ESD diantaranya dalam penyusunan formularium acuan ESD. Dari sisi pelayanan kefarmasian, apoteker diharapkan dapat lebih berperan dalam memberikan edukasi atau konseling kepada pasien dalam hal penggunaan obat, Â kepatuhan minum obat, penyimpanan obat secara benar, pemberian informasi terkait interaksi obat dengan makanan atau dengan senyawa lain, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan penggunaan obat oleh pasien.
ESD merupakan dampak dari perkembangan digital. Belakangan ini konsep terapi yang mengusung model digital ini sudah mulai banyak ditawarkan. Hingga beberapa tahun ke depan penulis meyakini model terapi akan bergeser dari metode konvensional ke metode digital. Meskipun konsep ini sedikit berbeda dengan telemedicine, penulis meyakini bahwa prospek ESD akan berkembang pesat seiring dengan tren telemedicine yang marak belakangan ini. ESD juga akan mendapat sambutan yang baik dari pemerintah maupun stakeholder yang berkepentingan (dalam hal ini lembaga asuransi). Bila ESD dapat diimplementasikan dengan baik, maka pasien akan mendapatkan pengobatan yang lebih rasional. Secara ekonomi, biaya yang ditanggung pasien akan lebih dapat diperkirakan karena sistem pengobatan akan dapat teridentifikasi secara lebih baik melalui tatalaksana diagnosis (ICD-10), pengelompokan kasus (casemix), database obat sesuai evidence based medicine melalui formularium, dan semuanya dilaksanakan melalui mekanisme sistem kecerdasan buatan yakni Expert System Diagnose.
ReferensiÂ
1.     Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang  Petunjuk Teknis Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs). 2014;
2. Â Â Â Â Budi Priyono. Sistem Pakar untuk Pemilihan Obat Non Resep Dokter. Skripsi [Internet]. 2011;13(1):1--13. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/ni.1913%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.dci.2013.08.014%0Ahttp://dx.doi.org/10.1186/s13071-016-1819-4%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.actatropica.2017.02.006%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41598-017-09955-y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
3. Â Â Â Â Utami N, Muslimah. Identifikasi Drug Related Problems(DRPs) pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Ruang Interna Pria Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Periode September-November 2015. 2017. 6 p.
4. Â Â Â Â Octavia DR, Susanti I, Bintang S, Mahaputra S, Negara K, Kesehatan FI, et al. Rasional Melalui Penyuluhan Dagusibu. 2017;23--39.
5. Â Â Â Â Kemenkes RI. Formularium Nasional. 2019;1--9.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H