Peran Apoteker dan Prospek Expert System Diagnose (ESD) di Indonesia
Peran apoteker sangat diperlukan pada implementasi ESD diantaranya dalam penyusunan formularium acuan ESD. Dari sisi pelayanan kefarmasian, apoteker diharapkan dapat lebih berperan dalam memberikan edukasi atau konseling kepada pasien dalam hal penggunaan obat, Â kepatuhan minum obat, penyimpanan obat secara benar, pemberian informasi terkait interaksi obat dengan makanan atau dengan senyawa lain, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan penggunaan obat oleh pasien.
ESD merupakan dampak dari perkembangan digital. Belakangan ini konsep terapi yang mengusung model digital ini sudah mulai banyak ditawarkan. Hingga beberapa tahun ke depan penulis meyakini model terapi akan bergeser dari metode konvensional ke metode digital. Meskipun konsep ini sedikit berbeda dengan telemedicine, penulis meyakini bahwa prospek ESD akan berkembang pesat seiring dengan tren telemedicine yang marak belakangan ini. ESD juga akan mendapat sambutan yang baik dari pemerintah maupun stakeholder yang berkepentingan (dalam hal ini lembaga asuransi). Bila ESD dapat diimplementasikan dengan baik, maka pasien akan mendapatkan pengobatan yang lebih rasional. Secara ekonomi, biaya yang ditanggung pasien akan lebih dapat diperkirakan karena sistem pengobatan akan dapat teridentifikasi secara lebih baik melalui tatalaksana diagnosis (ICD-10), pengelompokan kasus (casemix), database obat sesuai evidence based medicine melalui formularium, dan semuanya dilaksanakan melalui mekanisme sistem kecerdasan buatan yakni Expert System Diagnose.
ReferensiÂ
1.     Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang  Petunjuk Teknis Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs). 2014;
2. Â Â Â Â Budi Priyono. Sistem Pakar untuk Pemilihan Obat Non Resep Dokter. Skripsi [Internet]. 2011;13(1):1--13. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/ni.1913%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.dci.2013.08.014%0Ahttp://dx.doi.org/10.1186/s13071-016-1819-4%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.actatropica.2017.02.006%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41598-017-09955-y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
3. Â Â Â Â Utami N, Muslimah. Identifikasi Drug Related Problems(DRPs) pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Ruang Interna Pria Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Periode September-November 2015. 2017. 6 p.
4. Â Â Â Â Octavia DR, Susanti I, Bintang S, Mahaputra S, Negara K, Kesehatan FI, et al. Rasional Melalui Penyuluhan Dagusibu. 2017;23--39.
5. Â Â Â Â Kemenkes RI. Formularium Nasional. 2019;1--9.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H