Mohon tunggu...
Ifan Reynaldi Yz.
Ifan Reynaldi Yz. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang saat ini tengah menimba program studi Sastra Inggris. Instagram: @ifanreynaldyuza

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Batam: Antara Aku, Dan, Atau Kota ini yang Ambigu

19 Juni 2024   07:06 Diperbarui: 19 Juni 2024   07:20 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Batam itu Candu yang Keras dan Menusuk

Di perhitungan tahun-tahun silam yang bisa dikalkulasi dengan jari-jemari, ada dua alegori yang melekat pada diri. Di sudut pelosok provinsi Jambi sana kawan sejawat akan memanggilku "hey orang batam!," namun dalam kericuhan semerbak perseroan Kota Batam ini, mereka-mereka melabeliku "Si anak Jambi." Setidaknya mereka tak salah tafsir dengan memanggilku "Kubu," yakni segolong suku anak dalam di hutan-hutan Jambi yang jauh dari atmosfir modernisasi, tidak menyangkal bahwa jualah bentuk kekayaan dibawah horizon khatulistiwa negeri ini.

Jika diunjuk sapa tentang Apa Itu Batam? Bagiku, ini bukanlah tentang kemilauan metropolis di tengah pulau. Melainkan menganalogi; bahwa Batam ialah segersang candu nan keras dan menusuk. Yang mana jika kau sudah menapak disini, rabah-rabah harap akan mimpi itu akan diromantisasi oleh alat berat yang berentetan mengeruk jalan dari ujung Nongsa hingga Batu Aji. Ibarat kretek yang butuh korek, ratusan pamflet loker-loker yang menyebar setiap minggunya menganatomi api untuk penggalan do'a yang dibawa dari tanah asal para perantauan agar ia tak redup. Dan gemerlap-gemerlap malam berseru beat-beat Dubstep di bawah langit Nagoya akan menjelma sebagai kopi penutup hari.

Jika akan digelar revisi akan undang-undang narkotika kedepannya, apakah Batam harus dimasukkan ke golongan 1? Benar, ia adalah candu nan keras dan menusuk. Tak sekali dua kali seseorang yang telah meludahi pergi Kota Batam, di musim durian beberapa tahun berselang ia akan menjilat ludah itu untuk kembali mendaratkan tulang ekor di panasnya kota ini. 

Sebagai contoh si 'Ajo' bukan "AJO" yang berkonotasi negatif dikalangan remaja Batam. Ajo yang ini ialah karibku, yang tak sengaja ku kenal saat bekerja di salah satu outlet startup pada dua tahun silam, di persimpangan Bengkong. "Panggil aja aku Ajo, ini adalah nama sakral dari kampungku yang bermartabat" ujarnya disaat mula temu. Ajo telah bergulat dengan lika-liku peruntusan mimpinya di kota ini, hingga akhirnya ia kalap, dan memutuskan untuk membalikkan punggung pada penghujung tahun 2022 dari gusarnya hidup di Batam. Katanya; 

Aku akan berlabuh ke Ibu Kota, mungkin disana aku bisa membalikkan nasib. 

Namun hanya satu tahun kawan ini mencicipi melankolis DKI Jakarta. Yang mana setahun berselang, ia memberi kabar bahwasanya rupa buruknya telah berada di Batam lagi. "info loker cok!?" kalimat sapaannya. Kini terakhir kudengar angin hidupnya, ia tengah menimba rezeki di atas tandusnya tanah Punggur.

Beberapa teman yang tak bisa kusebutkan namanya pun jua demikian. Di awal, mata mereka akan tersirat cahaya binar, bahwasanya Batam adalah tempat meniti takdir, hingga bahkan tak genap satu tahun, kebanyakan senyum-senyum itu pun merawut dipudarkan jalan buntu oleh ilusi Sharingan klan Uchiha dalam keambiguan kota ini. Mereka pulang, menarik nafas, namun nikotin rabah Kota Batam akan menarik mereka kembali kesini. Ya, mereka pun balik lagi.

Tanpa menafikkan diri, aku pun juga demikian. Tak terhitung berapa banyak umpat yang telah kulontarkan disini, dan telah berapa ludah yang kujilat kembali. Di atas ingatan aqil baligh, ini adalah untuk ketiga kalinya aku kembali menapak di Kota Batam. Pertama, pada tahun 2020, silam bumi yang menyepak bokong untuk kembali ke tanah kelahiran dikarenakan Batam masuk kategori zona hitam pandemi Covid. Lagi untuk kali kedua, pada tahun 2022, baru lepas perjaka kelulusan dari Sekolah Menengah Atas, diri yang penuh ambisi ingin segera mencicipi industrialis yang berkelakar di kota ini, lamun bersila selama satu tahun hingga datangnya sidang isbat yang menjadi isyarat untuk meludah-pulang berikat sumpah, bahwasanya tak akan ingin kembali lagi. Kini, ludahnya kujilat, sumpahnya semoga diampuni Tuhan, untuk sekiranya diri menetap lagi bertahun-tahun di Batam sebagai mahasiswa kejuruan sastra, hingga datangnya cahaya kelulusan.

Mungkin aku akan berminta maaf kepada kemajuan kota ini. Seuntai falsafah tetua yang pernah diajarkan dan tak bisa kupungkiri, bahwa: Ujan emas di negeri urang, ujan batu di negeri awak, gih elok yo di negeri awak leh.

2. Mencari Tempat Penyandaran: Remang di Tobukas Batam

Jepretan Penulis
Jepretan Penulis

"Menulis adalah hal yang baik, mereka bilang semua orang bisa menulis, namun ibarat gelas yang tak pernah diisi air, apa yang dapat ditumpahkan ke dalam tulisan? Maka perbanyak juga lah membaca." 

- Ujar mang Anton pemilik Tobukas pada sore menunjuk magrib.

Menjadikan Batam sebagai wadah menimba susastra, bagi otakku yang seumur jagung bukanlah hal yang tepat. Kebodohan otak ini akan menyimpulkan; masih banyak tempat yang elok untuk melepas dahaga di bidang ini. Bagaimana tidak, Batam adalah rimba pabrik produksi dan juga pasar galangan, ataupun balai perusahaan, tempat mengiris tulang belakang unjuk menggemukkan aktiva tabungan. 

Tak pernah terpikir bahwasanya akan menggali aksara di tanah yang atmosfernya seperti ini. Ketika masih berseragam putih abu-abu, tak lain adalah Jogjakarta yang menjadi bunga tidur untuk berlanjut hidup, Jogja tempat dimana para seniman tulen lahir dan berkumpul, or Solo dengan ketenangan dan budaya santun Jawa yang masih pekat. Ataupun di tanah kelahiran sendiri, mungkin, pelosok Provinsi Jambi dimana ada semayam incung yang masih menjadi misteri.

Namun terlepas dari segala umpat, ketika menjalar dua bulan awal aku mendudukkan penyesalan disini. Sesal itu mengisyarat teh yang tanpa gula; pahit, kelat, dan seret. Organ tubuhku terus meraba-tanya, tentang dimanakah bisa temukan gulanya? Apa harus mencari kembang sebaya untuk menunggak hati yang sepi? Ataukah rubrik komunal sebagai tempat menyandar diri? Benar, ambigu kini telah kian menggerutu. Seurai firman bak turun, bisakah coba mengadu kepada buku? Hingga koalisi algoritma seluler kelahiran China memberi raba, setitik emas di dalam dulang, ada, dan berpetak, di sudut-sudut ruko Nagoya. Yakni sebuah rabah kecil bertuliskan 'Tobukas Batam.' Ternyata masih ada ICU Literasi di kota ini.

Siang hari itu, aku menerpa arus rimbanya panas kabut-kabut uap pabrik yang mengkoloni biru langit menggunakan sepeda motor tua untuk mengejakulasi administrasi pendaftaran di kantor kemahasiswaan, dengan menggepuk niat pulang menyapa bilik Tobukas. 

Selesai pengurusan persyaratan dan berpandangan canggung dengan pak satpam, lanjut berlurus ke titik koordinat distrik Nagoya dan meraba-raba dimanakah letak rimba literer yang ditunjukkan oleh GPS. Pelan-pelan dengan sebat Surya, menyelami setiap senti ruko-ruko ini, dibalik sudut mata, ia terlapak; kerumunan buku-buku dipunggungi meja-meja renja.

Disana mang Anton tengah duduk di singgasananya, melipis sapaan dengan anggukan ketika motor kuparkirkan. Awal hanya angguk-angguk yang kubalaskan dan salam permisi masuk.

Disini, di Tobukas ini, kepalaku bisa tegak lagi untuk kedepannya merundungi hari ditengah parak-parak kecimpungan polusi industri. Untuk juga mungkin disini, masih tersisa majas dan fatamorgana untuk menenggak fiksi tentang mimpi.

Setelah terus mengitari rak-rak buku, melebihi orang haji saat tawaf, akhirnya dua buku mendarat di penggalan tangan. Sekuntum Novel dan seribah buku yang bertajuk "Catatan-Catatan Dasar Jurnalisme" yang akan ku kawini menjadi hak milik. Harga-harga bukunya tak usah lah dihiraukan. Yang jelas, Tower of Pisa akan kalah miring dengan harga-harga buku disini.

Setelah berkoalisi dengan mang Anton tentang harga buku-buku tadi, jam-jam berikutnya hanya kuhabiskan dengan jongkok di depan ruko, mengepul sebatang filter, sembari melontarkan pertanyaan-pertanyaan dari aspirasi yang masih buntu akan sastra kepada si owner petakan literasi ini; mang Anton yang tengah menyeruput kopi dengan selapik buku di pangkuannya. Merabah percekcokan berlapis humor hingga adzan Maghrib berkumandang, dan akhirnya kujelaskan kepadanya bahwa akan menunai pulang.

3. Melansir dan Berkenalan di Sudut-Sudut Trotoar Batam

Hal yang tak bisa kau elak jika melapak di dasar pinggir trotoar-trotoar Batam ialah prosa-prosa yang bertema sama: Anak-anak kitchen yang menggerogoti sengaknya senior mereka disaat orderan menumpuk. Sales-sales yang melipih penat seusai berkeliling untuk memenuhi target bulanan rujuk terhindar dari cocotan supervisor. Para sira yang bergerak di keranjang ritel mengkalkulasi kenapa selalu ada minus barang hilang. Dan buruh-buruh pabrik yang tertegun diam akan jatah cuti nan sulit diakomodir. Disini paras-paras gerutu yang menyelimuti lanskap akan membuatmu terdiam jika ada makhluk baru yang menyatakan bahwa ia jua akan mendaratkan rupa buruknya di Batam. 

Di kota yang terlabel sebagai rival singa putih Merlion Park, singa itu silahkan disabung dengan dua cogok rusa emas di Sekupang. Julukkan saja kota musik dengan pokok destinasi utama di alun alun Engku Putri yang setiap malam digelorakan konser knalpot bronk. Ataupun SP Batu Aji sebagai teritori yang menjadi tulang punggung penggerak ekonomi jagat raya. Terdengar di luaran kulit memang indah, seindah motor yang baru keluar doorsmeer dibawa mengelilingi pasar Jodoh.

Maksudku, jika ingin melihat batam dibalik mawar, pergilah ke Sadai di saat terik panas 12 siang. Disana ada Ibnu Hadi yang tengah mengadu nasib kepada bandar, sembari melepas lelah. Gumpalan tubuhnya diembani kemeja kotak-kotak. Tanyakan padanya, bagaimana cara mengkalkulasi serat UMK Batam untuk mempersiapkan pesta kawinan. Lalu lanjut pergilah melipis ke Tiban Indah. Disana ada pak Eddy Pasaribu, "D nya dua!" tegasnya. Nanti ia takkan lelah menjelaskan kepadamu tentang bagaimana santun bersuku-kata, hal yang menurutnya telah tak berakar lagi di generasi sekarang, dan jua tumpahan falsafah hidup dari sudut pandangnya sebagai mantan perwira yang saat ini berkalung vape dan kopiah haji. Terakhir, ditengah jalan pulang, singgah dan sapa mang Anton di Tobukas distrik Nagoya. Tanya, siapa itu Dan Brown dan kenapa pengembala domba bisa dibuat kebakaran jenggot hanya karna korekkan sekertas Novel.

Di belahan laut sana mereka boleh saja berkumandang akan "jangan jatuh cinta di bandung dan jogja," tapi sekiranya; janganlah kau salah menaruh hati di Batam. Karena rasa itu kelak akan kuyup bersamaan dengan hujan (lokal) yang tak tahu ujung pangkalnya. Bisa juga, kau benar beruntung, disua kan dengan jiwa sepi yang juga butuh sandaran. Atau bisa saja, bermusyawarah gencatan di awal, bahwa rentetan ucapan hubungan kedepan hanyalah omong kosong sekadar impresi baik di depan publik. Tapi tetap, jangan lupa membawa jas hujan, jangan terpana akan kecerahan cakrawala Tembesi, karena tak ada yang tahu, sekiranya nanti setiba di Panbil, Dewa Hujan tengah sibuk merabah mendung. Atau sekian teriknya Tanjung Uncang disaat komune Bengkong Laut menggigil dingin.

4. Mungkin, Tidak, Kota ini Tidak Ambigu

Salah jika ku tafsirkan jikalau kota ini yang ambigu. Rabu, 29 Mei 2024, Sebuah acara yang bertajuk "Sosialisasi dan Silaturahmi Wali Kota Batam kepada Pemuda Kota Batam menuju Indonesia Emas Tahun 2045" di gedung Wali Kota, yang dihadiri ratusan pemuda termasuk siswa dan mahasiswa seantero Kota Batam. H. Jefridin Hamid selaku Sekdako, menekankan bahwa pembangunan infrastruktur akan menjadi fokus utama Kota Batam kedepannya. Karena Batam tersudut di lokasi yang strategis, selangkah dari negeri jiran dan sejengkal dari Singapura.

H. Jefridin Hamid mengaminkan kelak para investor sekiranya bisa lebih membuka kelopak mata untuk menanamkan modal investasi di sini. Ia juga menegaskan Batam adalah tulang punggung provinsi Kepulauan Riau, mengartikan segala aspek kodrat baik dan buruk yang terjadi di Batam, se-Kepulauan Riau juga akan merasakan dampaknya. Pak Hamid juga menyinggung indeks manusia masuk-keluar Batam dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Sebagai contoh, jika seorang kakak perantauan Batam pergi pulang menyapa kampung halaman, ketika ia akan balik kesini lagi, kemungkinan besar dirinya akan menggandeng umat baru untuk menetap dan ikut berkecimpung akan mimpi disini, entah itu seorang adik, sanak sepupu, ataupun seorang pacar. Pak Hamid selaku Sekdako berharap ia bisa memberi dukungan dan fasilitas yang maksimal untuk menampung doa-doa mereka yang ingin coba menggantungkan nasibnya di Batam. Kening bapak ini ikut mengkerut karena secara bersamaan ada realita yang tak bisa terelakkan, bahwa angka pengangguran di Kota Batam juga kian terus bergejolak naik.

Di akhir pidato, pak Hamid tak lupa menjabarkan bentuk nyata keberhasilan Kota Batam akan ambisinya. Tentang jalan-jalan yang telah membentang seluas langit. Tentang proyek terbaru fly over Sei Ladi yang diperkirakan akan rampung di akhir tahun. Dan tentang pertumbuhan ekonomi Batam pada tahun 2023 yang mencapai angka 7,04 persen. Angka ini membokongi pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,05 persen. Namun pak Hamid tak menyinggung tentang arus pendidikan di kota ini, terkhusus di awang-awang tingkat perguruan tinggi. Mungkin jika dilihat dari keadaan saat itu ada baiknya tak dibahas, karena hal ini akan mendapatkan banyak sangkalan yang merusak mood, dan melihat jarum jam yang tengah berputar di sisi dinding, ia bak berbisik bahwa tak cukup waktu.

Dengan melihat realita-realita yang terjabar, bisa disimpulkan bahwa Batam bukanlah kota yang baru sunat. Sekelutan mayapada payung perseroan ini telah menemui jati dirinya. Sebagai wadah titik koordinat perputaran milyaran-milyaran lopakan rupiah. Sebagai gelanggang penampung jutaan harap. Dan sebagai penghulu akan pertemuan-pertemuan yang berujung asing. 

- 

JNE (Kata kunci), karena tulisan ini penulis dedikasikan untuk mengikuti Ajang Kreativitas yang diselenggarankan oleh JNE Express  #JNE #ConnectingHappiness #JNE33Tahun #JNEContentCompetition2024 #GasssTerusSemangatKreativitasnya    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun