Cuaca sejuk di jalanan Dago Sore hari membuat Nala memilih duduk di bangku yang ada di pinggiran jalan tersebut. Dengan satu cup kopi yang ia beli di toko kopi sekitar. Nala suka sekali duduk di pinggiran jalan Dago dengan memandang kendaraan yang berlalu lalang di hadapannya.
Mata yang asik memperhatikan kesibukan manusia lain, yang tentu saja beragam. Ada yang bermain skate, bekerja di toko-toko sekitar, bersepeda, pejalan kaki yang berbincang dengan kawan nya, dan masih banyak lagi. Nala sesekali tersenyum kecil karena banyak juga tingkah laku konyol manusia di sekitarnya.
“Seru sekali melihat orang-orang ini, seperti tidak ada beban” gumamnya.
Seketika Nala terlamun. Ia merasa bahwa Tuhan tidak pernah adil pada dirinya, sebab mengapa kehidupannya tidak pernah semenyenangkan orang lain. Ia selalu bertanya-tanya kepada Tuhan, apakah Tuhan sudah membaca surat yang Nala kirimkan melalui doa-doa di kotak surat rumah ibadah? Mengapa kehidupannya selalu dipenuhi dengan rasa sesal dan selalu merasa kurang? Entahlah.
Nala sesekali merasa kesal, karena Tuhan tidak adil. Ketika sedang asik melamun, ia di kagetkan dengan anak kecil yang menghampiri Nala dengan kresek di tangannya.
“Teh, tisu nya lima ribuan aja” ucap anak kecil itu.
“Eh, sini duduk dulu” ucap Nala kepada anak kecil itu.
Ia berniat berbincang dengan anak tersebut. Anak itu pun duduk di sebelah Nala. “Kamu umur berapa?” tanya Nala.
“Aku umur tujuh tahun, teh” jawab anak tersebut
Nala sedikit mengernyitkan dahi dan merasa sedikit terkejut. Ia memang sering melihat anak kecil dipinggiran jalan dengan menawarkan barang yang mereka bawa kepada orang-orang, tetapi ia baru tahu bahwa umur mereka beberapa masih sedini itu.
“Kamu sudah bersekolah? Rumahmu di mana?” ia lanjut bertanya.
“Enggak teh, aku enggak sekolah. Aku juga enggak punya rumah” Jawab anak
Kecil itu.
Nala makin terkejut mengetahui hal itu. Nala melanjutkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat ia penasaran, dan tentunya ia makin terkejut dengan jawaban yang Nala dapat. Lalu ia mengakhiri perbincangan dengan membeli tisu yang anak itu tawarkan tadi.
“Karena kamu sudah mau mengobrol sama teteh, aku beli sepuluh deh
tisunya” ucap Nala dengan wajah tersenyum.
Dengan wajah senang, anak tersebut mengeluarkan sepuluh buah tisu dari kreseknya dan memberikannya kepada Nala.
“Ini teh, teteh makasih ya sudah membeli banyak. Aku hari ini baru dapat
uang sepuluh ribu, sekarang aku bisa makan enak hihi” ucap anak tersebut
kepada Nala dengan wajah sumringah.
“Sama-sama, semoga selalu semangat dan ceria ya dek” Nala ikut senang dan
tersenyum.
Setelah menerima uang dari Nala, anak tersebut beranjak pergi. Nala pun menarik nafas dengan senyum lebar. Ia kembali termenung. Kali ini renungannya dipenuhi oleh senyuman.
“Tuhan, telinga dariMu tak berfungsi. Kumandang adzan tak sampai kehati.
Otak dariMu tak berguna. Hasil pikirannya hanya sebatas dunia”. Gumam
Nala di tengah renugannya.
Tak lama, ia beranjak dan berjalan dengan senyum sembari mengucap syukur yang baru ia sadari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H