Perjalanan menelusuri Asal Usul Suku Tamiang masih terus berlanjut. Semakin diulas semakin membuat penasaran karena ternyata kisah kerajaan Tamiang ini memiliki keterkaitan dengan berbagai literatur kuno lainnya. Salah satu catatan tentang Tamiang terukir dalam sebuah prasasti Sriwijaya. Dalam buku Wei Pei Shih mencatat nama sebuah negeri Kan Pei Chiang (Tamiang) dan dalam syair 13 buku Negarkertagama disebut dengan nama Tumihang (M. yamin, 1946:51).
Cikal bakal Kerajaan Tamiang berasal dari Raja dari kerajaan Bukit Karang Tan Penok yang tidak memiliki putra. Tan Penok memiliki hobi berburu kehutan. Ketika berburu kehutan Raja Tan Penok menemukan seorang bayi di antara pucuk bambu muda (rebung). Anak tersebut dijadikan putra angkat oleh Tan penoh dengan nama Pucook Suloh. Pucook berarti pucuk sedangkan suloh adalah bambu dengan api di ujungnya biasanya digunakan sebagai alat penerangan.
Terjadi keanehan pada peristiwa penemuan Pucook Suloh didalam rumpun bambu. Menurut kebiasaan bambu memiliki bulu-bulu halus pada batangnya yang dapat menyebabkan gatal. Namun ternyata hal ini tidak berlaku bagi pucook suloh, meskipun Pucok Suloh di temukan di dalam rumpun bambu, namun Pucok Suloh tidak mengalami rasa gatal sedikitpun. Sejak saat itu melekat nama temiyang pada Pucook Suloh. Temiyang itu berasal dari dua kata yaitu te dan miyang, te artinya tidak, miyang artinya gatal jadi te-miyang berarti tidak gatal.
Pada tahun 1190 Raja Tan Penok mangkat, Karena Tan Penok tidak memiliki putra maka Pucook Suloh diangkat menjadi raja dengan gelar “Pucook Suloh Raja Temiyang” Kisah inilah yang di percaya oleh perkauman etnis Tamiang sebagai cikal bakal asal kata Tamiang yang sampai saat ini Kata tamiang melekat menjadi nama suku dan nama daerah yaitu Aceh Tamiang.
Kerajaan Tamiang
Berada pada fase Kerajaan Tamiang yang dipercaya di mulai tahun 1190-1256, dipimpin oleh Raja Pertamanya yaitu Pucook Suloh. Konon Pucook Suloh yang di temukan oleh raja Tan Penok didalam rumpun bambu diduga keturunan Meurah dari kerajaan Peureulak keturunan Sultan Malek Syah (Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Maliksyah) bernama Meurah Gajah. Pada masa pemerintahan Raja pucook Suloh Kerajaan Tamiang banyak mengalami perkembangan dan setelah Raja Pucook Suloh wafat beliau dimakamkan di pinggir sungai siluman yang tidak jauh dari mengalirnya sungai besar sulum.
Kerajaan Tamiang, sejarahnya dipenuhi kisah heroik dan peralihan kekuasaan. Raja Pucook Suloh yang bijaksana, meninggalkan tahtanya kepada sang putra yang bernama Po Pala, yang kemudian dikenal sebagai Raja Pepala. Pemerintahannya berlangsung dari tahun 1256 hingga 1258. Setelah wafat, Raja Pepala dimakamkan di desa Lubuk Fika, dekat Tanjung Gelumpang, kini bagian dari kecamatan Karang Baru.
Kerajaan Tamiang kemudian dipimpin oleh raja selanjutnya yaitu putra Po Pala, yang bergelar Po Dewangga. Ia memerintah dari tahun 1278 hingga 1300. Setelah wafat, jasadnya dimakamkan di daerah Aye Mati Sekajang. Sayangnya, catatan sejarah yang mendetail tentang pemerintahan raja-raja Tamiang ini sangat minim, hanya silsilah yang tersimpan hingga kini.
Sepeninggal Po Dewangga, tahtanya diwariskan kepada putranya, Po Dinok, yang juga dikenal sebagai Po Hiang. Masa pemerintahannya dari tahun 1300 hingga 1330 ditandai dengan peristiwa besar, yaitu terjadinya serangan hebat dari Kerajaan Samudra Pasai yang dipimpin Sultan Mahmud Malikuzzahir. Dalam pertempuran dahsyat ini, Raja Po Dinok gugur dan dimakamkan di Bukit Rata, Kecamatan Kejuruan Muda.
Po Dinok memiliki saudara bernama Po Temo. Po Temo juga dikenal dengan nama Po Hiang. Putra Po Hiang inilah yang dikenl sebagai Raja Muda Sedia. Sultan Pasai Mengangkat Raja muda sedia menjadi raja Tamiang setelah kematian Po Dinok.
Pada masa itu, rakyat Tamiang masih menganut kepercayaan pagan atau haiden yaitu agama kepercayaan nenek moyang dengan menyembah sang hyang tunggal dan arwah-arwah para leluhur. Seiring berjalannya waktu di bawah pengaruh kerajaan Islam Samudra Pasai, Penduduk kerajaan Tamiang mulai mengenal dan memeluk agama Islam, termasuk raja dan seluruh rakyatnya. Raja muda Sedia tercatat sebagai Raja Islam tamiang pertama. Pemerintahan yang dijalankan dalam bentuk pemerintahan berbalai atau pemerintahan bersyariat.