Penyerangan Kedua, kapal Gajah Mada berhadapan langsung dengan kapal Laksaman Kantomana. dan Pasukan tentara darat di pimpin oleh panglima besar Getam Batu bersama Mangkuraja Muda sedinu. Kali ini  Raja Muda Sedia di bantu oleh bala tentara dari kerajaan samudera Pasai.
Kerajaan Majapahit mulai melemah, sehingga mereka memutuskan untuk mundur dan berlayar kembali. Pelayaran Armada perang Majapahit kali ini sampai pada wilayah Teluk Haru Pangkalan Susu. Sedangkan tempat peperangan itu di sebut dengan nama" Kuale Raja Ulak. Yaitu yang berarti Raja yang balik mundur.
Kerajaan Majapahit masih menyimpan hasrat yang sangat besar untuk menaklukan Kerajaan Tamiang, mereka menyusun kekuatan baru. Raja Muda sedia mengetahui rencana Majapahit untuk menyerang kembali kerajaan Tamiang. Raja memerintahkan untuk membuat bahtera yang besar.Â
Di daerah Seumadam di temukan sebatang Pohon medang Ara yang besar  yang dianggap cocok untuk di jadikan bahtera.Pohon Medang Ara di tebang dengan menunaikan syarat menyembelih seekor kerbau. Namun tujuh hari telah berlalu, jangankan tumbang, pohon tersebut bahkan tidak termakan oleh kapak dan beliung.
Di ceritakan pada malam jumat seorang datuk menteri yang berkemah di tempat itu bermimpi bertemu dengan seorang tua yang berjenggot putih. Orang tua itu melarang menebang pohon Medang Ara karena merupakan Benuang Negeri Tamiang (tuah atau pelindung Negeri Tamiang) Jikalau di tebang juga niscaya kerajaan Tamiang akan sengsara dan kota Benua akan binasa menjadi abu.
Peristiwa mimpi datuk menteri di sampaikan kepada paduka Raja Muda Sedia. Namun Raja Muda Sedia tetap berniat menebang pohon tersebut. Berhari-hari pohon tersebut belum juga roboh, hingga suatu hari pada malam jum'at angin berhembus sepoi-sepoi. Bau wangi pohon Medang Ara menyebar ke rumah-rumah penduduk.
Harum wewangian pohon Medang Ara menyebabkan penduduk kota Benua tertidur pulas. Tanpa di sangka, pohon Medang Ara  perlahan terangkat akarnya dan turun dengan sendirinya menuju sungai Simpang Kiri menuju ke laut , dan hanyut sampai ke Pulau Sesembilan sekarang di kenal dengan nama Pulau Sembilan yang telah masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara,
Bekas lintasan kayu Medang Ara mebentuk lobang besar seperti sebuah paya (rawa-rawa). Paya tersebut di beri nama " Paya Sane Ngulor" atau "Paya hantu turun" yang terdapat didaerah bukit semadam. Sejak saat itu Pohon Medang Ara tiada lagi yang berani menebangnya. Jikalau ada yang menebang melalui proses di syarati terlebih dahulu.
Kayu medang tersebut hanyut sampai keperkemahan Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada bermimpi pula bertemu dengan orang tua bersorban dan bejenggot.Â
Orang tua tersebut memerintahkan kepada Patih Gajah Mada untuk membuat batera dan menyerang kerajaan Benua. Â Dengan syarat tidak boleh melalui kuala besar sungai Iyu, karena penjagaan disana sangat ketat.
Gajah Mada membuat bahtera sesuai mimpinya. Â Setelah bahtera selesai, bahtera diturunkan ke laut. Agar bahtera dapat turun kelaut dibutuhkan galangan dari manusia. Maka di tangkaplah Sembilan orang Tamiang untuk galangan bahtera tersebut. Kisah ini di percaya sebagai asal mula nama pulau Sembilan.
Pasukan gajah Mada menempuh jalan pintas di sebuah kuala kecil didaerah seruway yaitu kuala Air Masin. Karena dangkal untuk dilalui bahteranya, di lakukan penggalian. Dalam bahasa Tamiang gali adalah kurok. Maka daerah sugai di gali itu di sebut dengan Sungai Kurok.
Perkampungan yang berada diantara sungai Tamiang dan Sungai Kurok di beri nama Muka Sungai Kurok. Semua nama-nama itu kini melekat menjadi nama desa di daerah tersebut.
Patih Gajah Mada bersana pajuritnya memasuki pintu gerbang kota  Benua melalui Sungai Kampung Durian. Kota Benua adalah pusat pemerintahan kerajaan Tamiang sekaligus tempat berdirinya istana Raja Muda Sedia. Pasukan Gajah Mada bermaksud menyerang kawasan desa Landuh.Â
Dalam perjalanan sampai ke sebuah wilayah perbukitan dengan lubuk-lubuk (lembah), terjatuhlah sebuah Pembuluh madat ( pipa Rokok). Pembuluh madat tersebut terbuat dari emas. Sehingga orang-orang menyebut wilayah ini dengan Bukit Suling. Yang berasal dari kata Lubuk bukit Batu Culing. Culing adalah sebutan untuk pembuluh atau pipa.
Kehadiran pasukan Kerajaan Majapahit diketahui oleh Panglima Lela Kaum. Panglima melapor kan kejadian ini kepada Raja Muda Sedia, yang saat itu sedang bermain catur dengan Ratu Po Tuan Suri meuru, dan di saksikan oleh Putri Lindung Bulan.
Raja Muda Sedia tidak menanggapi laporan Panglima Lela Kaum. Ia marasa tidak mungkin Pasukan Majapahit dapat menembus pengamanan kerajaan. Panglima Lela kaum di perintahkan untuk kembali kemarkasnya.
Panglima Lela kaum kembali ke markas sesuai  perintah Raja. Namun sebelum sampai ke Markas Panglima Lela Kaum telah bertemu dengan pasukan Majapahit yang telah berhasil masuk ke komplek istana dengan cara memanjat sige ( tangga).
Pertempuran Dahsyat terjadi, Panglima Lela Kaum beserta prajuritnya tewas. Pasukan Majapahit terus bergerak menuju istana raja. Mengetahui hal itu raja Muda sedia beserta Ratu dan Putrinya menjadi panik. Papan catur yang terbuat dari suasa serta anak catur dan uang emas di lemparkan ke area halaman istana.
Prajurit Majapahit sibuk mengutip anak-anak catur dan uang emas tersebut. Sementara itu Putri Lindung Bulan beserta dayang-dayang lari ke bagian  atas istana dan bersembunyi di balik sebuah gong besar. Raja Muda sedia beserta Ratu dan beberapa pengawal mengambil kesempatan untuk melarikan diri dari istana.  Mereka tidak mengetahui kalau Putri Lindung Bulan masih berada di istana dan bersembunyi di balik sebuah gong.
Raja Muda sedia beserta rombongan keluar istana melalui pintu belakang menuju kota Lintang. Di dalam perjalanan ratu menyadari Putri Lindung Bulan tidak turut bersama mereka. Ratu bertanya kepada para pengawal di mana Putri Lindung Bulan berada. Namun tidak ada seorangpun yang tahu. Keadaan istana sudah di kuasai Prajurit Majapahit tidak memungkinkan mereka untuk kembali lagi ke istana untuk mencari sang Putri.
Keadaan istana Benua telah kosong. Tentara Maja pahit menggeledah seluruh istana, dan menemukan sang Putri bersembunyi di balik sebuah gong besar. Putri Lindung Bulan di tangkap sebagai tawanan oleh tentara kerajaan Majapahit.
Rumah penduduk di sekitar istana tidak luput dari penggeledahan. Keberingasan mereka tidak serta merta berhenti, Dengan amarah yang berkobar-kobar, tentara Majapahit melakukan pembakaran kota Benua hingga menjadi abu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H