“Uh panasnya siang ini,” keluhnya sambil masih berkaca di depan cermin, namun aku tak menghiraukannya. “Cuaca sepanas ini sih cocoknya disandingi es krim jumbo atau minuman lain yang menyegarkan. Di perempatan jalan itu ada sebuah kafe baru, kita coba mampir ke sana yuk, Vi. Sekaligus mampir ke Botani Square, bagimana?”
Kalau memang hipotesaku benar....
“Vi?” Alya memanggilku lagi, heran denganku yang tak menjawab ajakannya.
Ia menoleh padaku, meniliti pandangan mataku yang cemas namun tak bermakna, dan kosong ke arahnya. Ia diam, wajahnya datar dan tak terkejut, seolah mengerti aku memang seperti ini, atau seolah mengerti memang akan terjadi seperti ini. Garis datar bibirnya kini melengkung manis menjadi sebuah senyuman yang kukenal sebagai senyuman wanita cantik bagaikan jelmaan malaikat.
“Jangan khawatir, pasti kutaktir, Vi!”
Aaah.. misteri ini sangat mudah. Harusnya aku menyadari hal ini sejak awal. Aku teringat Alya waktu itu memang mengatakan, “Kotak ini pasti membawa keberuntungan”. Terlambat sekali menyadari bahwa kata magis itu bukan ditujukan untukku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H