Sudah setengah tahun ini, keluarga kami menjalankan program Home Schooling bagi si tengah (Ahya, 8 tahun) dan si bungsu (Bebeb, 5 tahun), sedangkan si sulung Akna (14 tahun) tetap bersekolah di sebuah SMA Negeri di daerah Sawangan, namun tetap mengikuti program semi-Home Schooling, terutama untuk pelajaran agama (diniyah). Banyak suka duka yang kami alami sebagai keluarga Home Schooling, salah satu hal yang menjadi pegangan kami adalah ‘enggak ada yang lebih tahu dalam belajar, semua sama sama belajar, baik itu orang tua, maupun anak”. Hal itulah yang membuat kami, ayah dan ibu anak-anak home schooling, jadi ikutan rajin belajar. Setiap momen bagi keluarga Home Schooling adalah waktu berkualitas, setiap saat adalah belajar dan berbagi. Sebagai efek positifnya adalah ikatan kekeluargaan kami jadi semakin erat.
Dampak lainnya adalah anak-anak jadi lebih ekspresif dan bebas dalam menyatakan pendapat dan cita-citanya. Mereka menjadi lebih terbuka terhadap kami, kedua orang tuanya. Menurut kami, ini termasuk salah satu keunggulan sistem Home Schooling, dimana anak dan orang tua menjadi lebih saling terbuka dan saling mengisi.
Suatu saat, kami sadar, anak-anak kami akan menempuh jalannya sendiri, Bukan warisan harta yang akan menjadikan mereka sebagai putra-putra terbaik bangsa, namun warisan pendidikan dan karakter adalah modal utama, disamping syarat kesehatan fisik dan psikis. Lalu bagaimana persiapan yang kami lakukan untuk membangun kekuatan anak bangsa, yang kami mulai dari ketiga anak kami?
saat wisuda kelulusan SMP si sulung, Akna.
Pertama, mempersiapkan mental spiritual dan keagamaan mereka. Anak dengan kondisi mental spiritual yang baik dan pemahaman agama yang lengkap, akan menjadi manusia dewasa yang taat pada agamanya, toleran, cinta pada sesama makhluk dan alam semesta, dan menjadikan Islam agamanya menjadi rahmatan lil alamin. Karakter insan seperti inilah yang disebut sebagai pewaris nabi. Apakah kami akan berhasil mengarahkan anak-anak kami ke sini? Insha Allah. Tentu tidak mudah ya, namun semuanya tetap harus diupayakan sedini mungkin. Orang tuanya juga harus konsisten dan tetap berdoa. Jangan sampai misalnya, orang tuanya mau anaknya jadi penghafal Al Quran, tapi orang tuanya jauh dari Al Quran.
Kedua, membuat dan terus mengevaluasi sistem pendidikan, terutama yang diterapkan di rumah. Pendidikan yang utama dan pertama, adalah pendidikan di rumah, baik pendidikan wawasan keagamaan, wawasan kebangsaan, pembangunan karakter, dan pemahaman semua jenis ilmu pengetahuan. Di sini termasuk juga memilihkan tontonan, bacaan, dan permainan. Anak-anak kita lahir dimana tontonan kadang lebih banyak guyon kosong ditingkahi tertawaan massal tak peduli muatannya apa. Anak-anak kita tumbuh dimana sosial media sibuk mengidolakan karakter-karakter kosong isi kepala dan hampa hati. Yuk, perhatikan, cermati, dan arahkan apa yang anak-anak kita konsumsi dari tontonan, bacaan, dan permainannya. Alhamdulillah, sistem home schooling membuat kami setidaknya lebih mudah mendeteksi apa saja yang dikonsumsi anak-anak, mana yang boleh dan mana yang tidak.
Ketiga, memperhatikan dengan cermat apa-apa yang mereka konsumsi dan pakai. Dari sumber, sedapat mungkin menghindari memasukkan sesuatu baik sandang dan pangan, dari bahan yang haram, baik dari asalnya, cara perolehannya, dan cara pengolahannya. Termasuk juga memerhatikan nilai gizi yang dikandung. Anak-anak yang terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman yang dibuat di rumah lebih sehat dibanding anak-anak yang suka jajan. Disamping itu irit juga lho. Repot ya bu? Ya kalau enggak mau repot, sebaiknya sih jangan jadi orang tua. Itu yang selalu saya bilang pada ibu-ibu yang kebanyakan mengeluh, repot masak, ngasuh anak, jadi susah bersosialisasi. Gampang itu mah bu. Jangan jadi ibu, jadi miss sosialita aja. Gaji pembantu, baby sitter dan supir yang banyak. Kasih tivi dan game. Beres. Ya tapi, enggak tahu anaknya jadi apa nantinya.
Maaf yaaa, kalau saya ‘keras’ dalam hal ini. Sekarang semuanya kita kembalikan pada diri kita. Mau punya anak yang membawa kita ke surga kan? Ya enggak mudah, memang. Perlu banyak pengorbanan. Ya mari, siap berkorban dan berrepot-repot ria demi sang buah hati.
Keempat, siapkan dana yang cukup. Gimana caranya? Mari sama-sama bekerja lebih keras, lebih cerdas, lebih tuntas dan lebih ikhlas. Bagi dana jadi beberapa pos. Wajib adalah pos pendidikan dan kesehatan yang liquid,. Yang cair sewaktu dibutuhkan. Ini untuk melengkapi sarana pendidikan dan dana ke dokter atau beli obat jika diperlukan. Lalu ada pos tabungan untuk masa depan. Boleh juga ikut asuransi. Kebetulan keluarga kami ikut asuransi Bumiputera, dan sudah berlangsung lima tahunan lebih. Jangan lupa bikin tabungan yang enggak ada ATM-nya biar enggak dikorek untuk ngopi-ngopi cantik ya bu. Adakan juga pos investasi yang ini biasanya untuk diputar dijadikan modal atau untuk menambah pendapatan, misalnya reksadana syariah dll. Pos tabungan, asuransi dan investasi ini penting untuk masa depan anak-anak, terutama pendidikan dan kesehatannya.
Pos travelling mana, bu? Tuh sekalian dengan dana liquid untuk pendidikan dan kesehatan. Karena menurut kami, travelling yang baik adalah travelling bersama anak-anak dengan tujuan mereka bisa berwisata, belajar dan bermain. Bukan orang tuanya saja yang sibuk ke luar negeri berduaan. Anak-anak tinggal di rumah. Gimana toh? Kan katanya selama ini kerja keras buat anak-anak, kok giliran sudah ada hasilnya, anak-anak kembali jaga rumah? Maaf ya, saya sih enggak tega. Kalau memang dananya belum cukup, ya nanti saja sampai cukup bisa bawa anak-anak. Hehehe, no offense yaaa.