Mohon tunggu...
ifa avianty
ifa avianty Mohon Tunggu... -

Saya seorang penulis, ibu rumah tangga, senang membaca, memasak, dan kerja2 kreatif lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Membangun Kekuatan Anak Bangsa ala Keluarga Homeschooling

14 Agustus 2016   16:46 Diperbarui: 14 Agustus 2016   16:52 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah setengah tahun ini, keluarga kami menjalankan program Home Schooling bagi si tengah (Ahya, 8 tahun) dan si bungsu (Bebeb, 5 tahun), sedangkan si sulung Akna (14 tahun) tetap bersekolah di sebuah SMA Negeri di daerah Sawangan, namun tetap mengikuti program semi-Home Schooling, terutama untuk pelajaran agama (diniyah). Banyak suka duka yang kami alami sebagai keluarga Home Schooling, salah satu hal yang menjadi pegangan kami adalah ‘enggak ada yang lebih tahu dalam belajar, semua sama sama belajar, baik itu orang tua, maupun anak”. Hal itulah yang membuat kami, ayah dan ibu anak-anak home schooling, jadi ikutan rajin belajar. Setiap momen bagi keluarga Home Schooling adalah waktu berkualitas, setiap saat adalah belajar dan berbagi. Sebagai efek positifnya adalah ikatan kekeluargaan kami jadi semakin erat.

Dampak lainnya adalah anak-anak jadi lebih ekspresif dan bebas dalam menyatakan pendapat dan cita-citanya. Mereka menjadi lebih terbuka terhadap kami, kedua orang tuanya. Menurut kami, ini termasuk salah satu keunggulan sistem Home Schooling, dimana anak dan orang tua menjadi lebih saling terbuka dan saling mengisi.

Suatu saat, kami sadar, anak-anak kami akan menempuh jalannya sendiri, Bukan warisan harta yang akan menjadikan mereka sebagai putra-putra terbaik bangsa, namun warisan pendidikan dan karakter adalah modal utama, disamping syarat kesehatan fisik dan psikis. Lalu bagaimana persiapan yang kami lakukan untuk membangun kekuatan anak bangsa, yang kami mulai dari ketiga anak kami?

saat wisuda kelulusan SMP si sulung, Akna.

Pertama, mempersiapkan mental spiritual dan keagamaan mereka. Anak dengan kondisi mental spiritual yang baik dan pemahaman agama yang lengkap, akan menjadi manusia dewasa yang taat pada agamanya, toleran, cinta pada sesama makhluk dan alam semesta, dan menjadikan Islam agamanya menjadi rahmatan lil alamin. Karakter insan seperti inilah yang disebut sebagai pewaris nabi. Apakah kami akan berhasil mengarahkan anak-anak kami ke sini? Insha Allah. Tentu tidak mudah ya, namun semuanya tetap harus diupayakan sedini mungkin. Orang tuanya juga harus konsisten dan tetap berdoa. Jangan sampai misalnya, orang tuanya mau anaknya jadi penghafal Al Quran, tapi orang tuanya jauh dari Al Quran.

Kedua, membuat dan terus mengevaluasi sistem pendidikan, terutama yang diterapkan di rumah. Pendidikan yang utama dan pertama, adalah pendidikan di rumah, baik pendidikan wawasan keagamaan, wawasan kebangsaan, pembangunan karakter, dan pemahaman semua jenis ilmu pengetahuan. Di sini termasuk juga memilihkan tontonan, bacaan, dan permainan. Anak-anak kita lahir dimana tontonan kadang lebih banyak guyon kosong ditingkahi tertawaan massal tak peduli muatannya apa. Anak-anak kita tumbuh dimana sosial media sibuk mengidolakan karakter-karakter kosong isi kepala dan hampa hati. Yuk, perhatikan, cermati, dan arahkan apa yang anak-anak kita konsumsi dari tontonan, bacaan, dan permainannya. Alhamdulillah, sistem home schooling membuat kami setidaknya lebih mudah mendeteksi apa saja yang dikonsumsi anak-anak, mana yang boleh dan mana yang tidak.

dokpri
dokpri
Ahya (Kaus kuning) saat ikut serta dalam Gerakan Susur Kali CIliwung bersama Komunitas Home Schooling KSuper dan Komunitas Ciliwung Depok

Ketiga, memperhatikan dengan cermat apa-apa yang mereka konsumsi dan pakai. Dari sumber, sedapat mungkin menghindari memasukkan sesuatu baik sandang dan pangan, dari bahan yang haram, baik dari asalnya, cara perolehannya, dan cara pengolahannya. Termasuk juga memerhatikan nilai gizi yang dikandung. Anak-anak yang terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman yang dibuat di rumah lebih sehat dibanding anak-anak yang suka jajan. Disamping itu irit juga lho. Repot ya bu? Ya kalau enggak mau repot, sebaiknya sih jangan jadi orang tua. Itu yang selalu saya bilang pada ibu-ibu yang kebanyakan mengeluh, repot masak, ngasuh anak, jadi susah bersosialisasi. Gampang itu mah bu. Jangan jadi ibu, jadi miss sosialita aja. Gaji pembantu, baby sitter dan supir yang banyak. Kasih tivi dan game. Beres. Ya tapi, enggak tahu anaknya jadi apa nantinya.

Maaf yaaa, kalau saya ‘keras’ dalam hal ini. Sekarang semuanya kita kembalikan pada diri kita. Mau punya anak yang membawa kita ke surga kan? Ya enggak mudah, memang. Perlu banyak pengorbanan. Ya mari, siap berkorban dan berrepot-repot ria demi sang buah hati.

Keempat, siapkan dana yang cukup. Gimana caranya? Mari sama-sama bekerja lebih keras, lebih cerdas, lebih tuntas dan lebih ikhlas. Bagi dana jadi beberapa pos. Wajib adalah pos pendidikan dan kesehatan yang liquid,. Yang cair sewaktu dibutuhkan. Ini untuk melengkapi sarana pendidikan dan dana ke dokter atau beli obat jika diperlukan. Lalu ada pos tabungan untuk masa depan. Boleh juga ikut asuransi. Kebetulan keluarga kami ikut asuransi Bumiputera, dan sudah berlangsung lima tahunan lebih. Jangan lupa bikin tabungan yang enggak ada ATM-nya biar enggak dikorek untuk ngopi-ngopi cantik ya bu.  Adakan juga pos investasi yang ini biasanya untuk diputar dijadikan modal atau untuk menambah pendapatan, misalnya reksadana syariah dll. Pos tabungan, asuransi dan investasi ini penting untuk masa depan anak-anak, terutama pendidikan dan kesehatannya.

Pos travelling mana, bu? Tuh sekalian dengan dana liquid untuk pendidikan dan kesehatan. Karena menurut kami, travelling yang baik adalah travelling bersama anak-anak dengan tujuan mereka bisa berwisata, belajar dan bermain. Bukan orang tuanya saja yang sibuk ke luar negeri berduaan. Anak-anak tinggal di rumah. Gimana toh? Kan katanya selama ini kerja keras buat anak-anak, kok giliran sudah ada hasilnya, anak-anak kembali jaga rumah? Maaf ya, saya sih enggak tega. Kalau memang dananya belum cukup, ya nanti saja sampai cukup bisa bawa anak-anak. Hehehe, no offense yaaa.

dokpri
dokpri
Si bungsu Bebeb (kanan) ikut serta belajar membuat mie bareng komunitas Home Schooling KSuper

Kelima, mempersiapkan family bonding yang kuat. Anak-anak yang melewatkan masa remajanya dengan aman adalah anak-anak yang memiliki family bonding yang kuat. Friendship and colleague bonding, nanti, habis itu. Setelah ikatan keluarga mulai kuat, baru ajarkan mereka bersosialisasi dan berjejaring dengan baik. Jangan terbalik. Jangan jadikan anak sebagai sosok yang homeless, lebih suka hang out di mall, dan malas pulang ke rumah. Jadikan tiap waktu adalah waktu yang berkualitas, berusaha jadi teman anak-anak, temani mereka melewati saat-saat kritis dalam hidupnya, bukan sebagai ibu peri atau ayah serba bisa, tapi sebagai orang tua yang hangat, yang mendoakan mereka, dan mengiringi mereka dengan support dan rasa cinta yang terbaca oleh mereka.

Keenam, orang tuanya niiih.,..wajib banget walk the talk. Jangan omdo dan main suruh. Yuk, disiplinkan diri untuk belajar melakukan apa yang ingin anak kita lakukan. Susah sih, tapi bisa, insha Allah. Saya, kami, juga lagi terus belajar.

Memang jadi orang tua enggak ada sekolahnya. Jadi anak juga begitu. Sekolah formal yang selama ini dijalani hanyalah membantu meretas jalan menuju sekolah sebenarnya. Sekolah sebenarnya bagi anak dan orang tua adalah sekolah kehidupan. Selamat datang di sekolah kehidupan, dan selamat bersenang-senang di dalamnya. Kami sih percaya, bahwa salah satu poin penting membangun kekuatan anak bangsa, adalah membangun karakter unggul anak-anak kita dengan membersamai mereka menjalani sekolah kehidupan, sambil terus mempersiapkan bekal untuk pendidikan dan kesehatannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun