Mohon tunggu...
ifa avianty
ifa avianty Mohon Tunggu... -

Saya seorang penulis, ibu rumah tangga, senang membaca, memasak, dan kerja2 kreatif lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka Bukan Anak Kecil Lagi

31 Juli 2016   11:46 Diperbarui: 31 Juli 2016   11:53 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya termasuk ibu yang sentimental. Anak lahir, nangis, anak sakit, ya apalagi. Anak baik, terharu, anak kurang sopan, ya enggak terharu, tapi baper. Demikian juga, anak mau sekolah, saya malah jadi sentimentil. Huhuhu, anak-anakku bakal sibuk sendiri nanti. Rumah bakal sepi. Ya begitulah, emak-emak baper memang susah.

Jadi, anak saya tiga, laki-laki semua. Yang besar, Akna tahun ini masuk SMA. Yang kedua, Ahya, 8 tahun, dan si bungsu Bebeb 5 tahun. Ahya dan Bebeb, untungnya, menjalani program Homeschooling. Tapi tetap saja selama Ramadhan dan Idul Fitri kan komunitas mereka libur. Ini harus mulai lagi.

Menjelang ketiganya kembali beraktivitas belajar, emaknya tentu sibuk. Beli segala macam alat tulis dan seragam, bayar-bayar ini dan itu. Tapi ada rasa deg-degan setiap kali melepas mereka di tahun ajaran baru. Apakah mereka akan bahagia di jenjang pendidikan barunya? Apakah mereka tidak mengalami stress seperti dulu saya alami setiap kali mau masuk sekolah di tahun ajaran baru?

Saya sejak kecil hingga remaja, selalu bermasalah dengan lingkungan baru. Setiap kali naik kelas atau tahun ajaran baru, selalu rusuh sendiri. Apakah saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik? Apakah saya bisa ketemu teman dan sahabat yang enak? Apakah gurunya baik dan menyenangkan? Apakah saya cukup pantas untuk bergaul dengan teman-teman baru?

Maklumlah, saya dulu hanya gadis kecil biasa, enggak cantik, enggak pintar, enggak kaya, dan jalannya seperti bebek (yang ini sering mengundang cemoohan anak-anak lain).

Akibatnya, masalah minder itu terbawa di alam bawah sadar saya hingga sekarang,  ketika anak-anak akan menghadapi lingkungan baru.

Itu sebabnya saya memastikan selalu mengantar anak-anak di hari pertama sekolah, jauh sebelum Pak Anies memberi himbauan. Bagi saya, penting sekali mengantar mereka di hari pertama sekolah, mengingat anak-anak sebenarnya membutuhkan rasa aman dan dukungan dari orang tuanya di hari pertama mereka menginjak lingkungan baru.

Dan Inilah Hari Pertama Anak-anakku…

Si sulung Akna diterima di SMAN 5 Sawangan Depok. Hari pertama sekolahnya jatuh pada Sabtu 16 Juli 2016. Sejak pagi saya sudah siap mengantarnya ke sekolah, bareng pak Robert, supir insidentil kami. Tak saua pedulikan rasa pusing akibat bergadang mengejar deadline menulis malamnya.

Alhamdulillah waktu tempuh perjalanan dari rumah ke sekolah kurang dari setengah jam. Masih ada waktu, nih, buat jalan-jalan mengenali lingkungan SMA 5, pikir saya. Turun dari mobil saya langsung menjajari si sulung yang tingginya hampir mengalahkan saya. Memasuki halaman, dia bertanya, “Ibu mau ngapain?”

Lah, mau ngantar kamu.  “Mau lihat pengumuman hasil penjurusan”, itu yang keluar dari mulut saya.

“Enggak ada, Bu, belum sekarang”.

“Lho kapan? Bukannya sekarang?”

“Nanti bu, jumat depan”.

OmyGod! “Ya sudahlah”.

“Terus sekarang ibu mau ngapain?”

“Ke mushala”.

“Abis itu pulang aja, bu, Enggak usah ditungguin…”

Dan, seketika itu juga saya baper. Ada perasaan yang sulit saya ungkapkan. Tersinggung sih enggak. Wajar lah, pemuda SMA malu diantar ibunya ke sekolah. Memangnya adik saya, dulu, setiap ujian semester di kampusnya ditunggui mama? Iya sih adik saya perempuan, tapi… anak kuliahan ditunggui ibunda ketika ujian semester? OmyGod!

Dengan langkah pelan, saya kembali ke parkir. Dia sudah besar sekarang. Dukungan yang ia butuhkan bukan lagi mengantarjemput ke sekolah. Dia butuh diberi ruang untuk menemukan dirinya yang baru. Dia butuh didukung menjadi remaja, bukan anak-anak lagi.

Ya ampun, rasanya baru kemarin dia lahir, masuk Playgroup, TK, SD, SMP….

Apapun, ibu enggak apa-apa, Mas Akna. Yang penting kamu tetap belajar dengan bahagia.

“Lah, katanya ibu mau nungguin?” Supir saya menyapa dan mengagetkan saya.

“Enggak jadi, Pak. Kita pulang saja. Bocahnya enggak usah ditungguin, katanya.”

“Iya sih, bu, udah perjaka…”

Hiksss… emak baper ingin menangis saat itu juga.

sekolah-2-579d8356ad9273290b609051.jpg
sekolah-2-579d8356ad9273290b609051.jpg
Dan ini kisah hari pertama si dua homeschooler masuk komunitas kembali.

Bagi Ahya dan Bebeb, gabung dengan komunitas HomeSchooling, KSuper, lebih seru daripada ketika mereka sekolah. Dulu mereka minta libuuuur terus. Sekarang mereka ribut bertanya, kapan ketemu lagi dengan teman-teman?

Tak sabar menunggu hari pertama ‘sekolah’, keduanya sibuk menyiapkan tas sekolah dan permainan apa yang bisa mereka bawa untuk dimainkan bareng teman-temannya. Tak ketinggalan lego precil-precil yang bikin ribet.

Tibalah saatnya mengantar mereka ke komunitas yang dilangsungkan di Masjid Nurussalam Beji Depok. Sekali lagi, saya masih berharap romantisme mengantar anak masih bisa saya alami. Mudah-mudahan.

O-owww… dan inilah yang terjadi.

Begitu melihat teman-temannya yang sudah lama tidak bertemu, Ahya dan Bebeb langsung berlarian. Lupa sama emaknya yang bawa-bawa tas segembol. Lupa sama susu tetra pack yang tadi mau diminum. Lupa…cium tangan emaknya. Hikssss….

Emak baper spontan berpikir, mereka lebih bahagia ketemu temannya daripada ketemu emaknya. Aihhh…. Not even a single and simple kiss, Boys…. Mereka juga sudah bukan anak kecil lagi yang menempel terus pada ibunya….

Untunglah kebaperan saya tidak berlangsung lama. Teman-teman saya, sesama emak-emak pengantar bocahnya, Mamih Fe, Mak Blue, dan Mbak Dian, sudah berdatangan dan ribut mempersiapkan potluck. Aih, ternyata saya juga rindu berteman. Rindu ketemu ibu-ibu nan ramai ini.

Baiklah, Nak, ada hikmahnya mengantar anak. Selain melihat kebahagiaan anak bertemu teman-teman dan gurunya, si emak juga bahagia ketemu sahabat-sahabatnya.

Jadi, meskipun anak-anak bertumbuh besar, saya mungkin akan tetap melanjutkan mengantar anak hari pertama sekolah/komunitasnya. Lanjutkan ya, Mak….

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun