Kondisi lain seperti lembaga yang ada di derah terkait sudah penuh, sehingga tidak dapat menampung lagi, atau satwa hasil perdagangan ilegal yang kasus hukumnya ditangguhkan, merupakan alasan kuat dari populasi ASTI yang sudah sangat berlebihan.
ASTI hanya memiliki luas kurang dari 2 hektar. Kadang, jika beberapa satwa datang sekaligus, para staff terpaksa meletakan kandangnya di depan klinik yang seharusnya steril. ASTI belum sebesar organisasi non profit atau lembaga lain seperti Greenpeace atau WWF, jadi sudah pasti masalah pendanaan selalu ada.
Untuk organisasi non-profit yang baru berdiri sejak 2008, masalah seperti tak kunjung habisnya.
Delapan orang mengurus 80an ekor satwa liar pun menjadi masalah tersendiri jika musim pengujan tiba dan banyak satwa yang tiba - tiba sakit.
Keeper - keeper bekerja dari pagi untuk menyiapkan makanan, membersihkan kandang, membetulkan fasilitas yang butuh perbaikan, semua dilakukan untuk membuat proses kehidupan satwa berjalan lancar.
Tim medis hanya terdiri dari seorang dokter hewan dan seorang paramedis yang membuat mereka harus begadang bergantian selama berhari - hari untuk merawat satwa yang sakit.
Semua staff bekerja multi-tasking dan mengerahkan seluruh kemampuan setiap harinya.
Kita perlu mengapresiasi orang - orang yang mendedikasikan hidupnya untuk merawat para satwa ini. Mereka rela tinggal jauh dari perkotaan, menghabiskan waktu dengan menghibur satwa - satwa yang stres, dan melakukan semuanya habis - habisan hanya untuk kesejahteraan semua satwa.
Perasaan sedih dan depresi ketika satwa yang mereka rawat, yang susah payah mereka kembalikan kondisinya menjadi normal, kemudian akhirnya mati karena tidak kuat berjuang lagi... Perasaan bahagia ketika sata yang mereka tangani akhirnya lepas liar dan berhasil berkembang biak di hutan... Sungguh perasaan yang tidak dapat digambarkan.
Hutan adalah tempat mereka lahir, tempat dimana Allah memberikan mereka alam yang terbaik. Merekapun adalah perawat terbaik bagi hutan, bagi alam.