Mohon tunggu...
Senja Guzel
Senja Guzel Mohon Tunggu... Lainnya - 28/f/Bekasi

Memperhatikan dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Mind Trick", Sebuah Solusi Praktis

9 November 2018   23:41 Diperbarui: 9 November 2018   23:44 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"... Thanks banget, Pak"

Saya mengakhiri pembicaaan telepon. Situasi sudah lumayan terkendali. Beruntung saya masih dapat sinyal untuk menggunakan ponsel dan lokasi ini masih lumayan dekat dengan kota.

Barusan saya menghubungi penjaga hutan. Sebelumnya saya telah menghubungi pihak penginapan. Saya minta tolong dijemput dan dicarikan mobil derek untuk menderek sebuah mini bus. Pihak penginapan menyanggupi, namun karena ada pohon tumbang di tengah jalan, mungkin sekitar dua jam lagi baru sampai.

Singkatnya, kami ada di hutan bagian timur Indonesia. Setelah menikmati indahnya beragam objek wisata dan menjelajah hingga pukul 5 sore, kami akhirnya kembali pulang ke penginapan.

Sekitar 40 menit melaju, mendadak mobil berhenti. Pak Her, supir kami, keluar untuk melihatnya. Saya menyesali Pak Her yang tidak mengecek dulu mobilnya sebelum pergi. Tapi apa boleh buat, yang sudah terjadi maka terjadilah.

Setelah keluar mobil untuk menelepon dan mengecek kondisi, saya kembali masuk. Kevin menangis. Tangan Bu Prita, ibunya, dipeluknya erat, takut dengan suara - suara binatang nokturnal yang mulai bersiap melakukan aktivitasnya.

Saya jelaskan kondisinya dan bilang kalau saya sudah meminta bantuan.

Kanaya, memasang wajah kalut. "Hari makin gelap!" keluhnya. Anggi, hanya membalas ringan, "cuma gelap doang, takut... cemen!"

Pak Lukman dan Bu Prita tertawa kecil. "Tuh, kakak ini takut Kev, kamu harus bisa ngelindungin kak Kanaya!"

Kanaya tersenyum malu. Kemudian Anggi menyahut, "masa kalah sama Kevin, Nay?". Anggi menambahkan, "di situasi begini kalo lu aja takut gitu gimana anak kecil yang harusnya bergantung sama orang dewasa..."

Anggi mengeluarkan sebatang cokelat dari tasnya. Ia mematahkannya menjadi beberapa bagian dan membagikannya ke orang - orang di dalam mobil. "Katanya cokelat bisa bikin rileks. Mending kita makan dulu" katanya seraya memberikan potongan paling besar untuk Kevin agar berhenti menangis.

Ketika saya keluar untuk kembali mengecek kondisi, Pak Lukman mengikuti saya. Beliau kemudian memasang wajah cemas.

"Mbak, Fred belum balik lho..." katanya. Fred menolak untuk ditemani karena ia merasa biasa berada ditengah hutan seperti ini.

Fred adalah ahli biologi. Katanya, beliau sempat menetap di Kalimantan selama beberapa tahun makanya bahasa Indonesianya cukup fasih. Setelah tugas riset di hutan hujan  Indonesia usai, Fred pulang ke negaranya dan akhirnya kembali lagi ke Indonesia sebagai turis.

"Bantu saya cari Fred, Pak..." pinta saya ke Pak Lukman.

Saya infokan ke semua kalau saya dan Pak Lukman akan mencari Fred. Pak Lukman memberikan inhaler, obat asma Kevin, ke istrinya. Mereka selalu siap membawanya untuk jaga - jaga kalau Kevin kambuh mendadak.

Saya menghampiri Pak Her sebelum mulai mencari. "Pak,di dalem ada dua kotak makan, Bapak makan aja dulu yang satunya sambil istirahat sekalian." Saya takut penyakit jantungnya kambuh. Kevin juga bisa ikut kambuh asmanya. Harus tetap tenang dan terkendali! pikir saya.

Fiuuuu!

Ada bunyi peluit!

Saya dan Pak Lukman segera mencari arah sumber suara. Kami telusuri dengan hati - hati dan berteriak memanggill Fred.

"DISINIIII" terdengar suara parau yang membalas panggilan kami setelah hampir 5 menit kami

memanggil.

Fred ada di bawah turunan yang berjarak 200m dari jalur. Pak Lukman menunggu diatas sambil memegang senter ponselnya untuk menerangi kami. Saya berhasil turun dan melihat kaki Fred yang terjerat akar cukup erat dan kedua tangannya bengkak karena terbentur. Syukurlah bukan luka berat...

Saya minta izin untuk menggunakan alat dalam ranselnya. Ada desinfektan, plester, dan salep untuk menangani  lukanya juga tali untuk membantu kami kembali ke atas.

Tidak sampai setengah jam, kami sudah kembali ke dalam mobil. Pak Her segera keluar untuk membantu kami menopang Fred ke dalam mobil. Saya membetulkan posisi bantalan untuk membuatnya nyaman. Pak Lukman memberikan minum untuknya.

"Gimana ceritanya bisa tergelincir?" tanya Bu Prita mengawali pembicaraan setelah Fred selesai minum.

" I just slipped. Next thing I knew, my feet are stuck!" jawabnya.

"It's nothing... ini masih lebih dekat ke kota jadi masih tidak terlalu gelap." katanya, melanjutkan.

"I've been in worse situation before... Luckily, mbak Senja dan Lukman tanggap cepat suara peluit saya. Saat menemukan saya pun mereka tidak panik dan langsung did the first aid."

Pak Her yang daritadi menyimak dari kursi depan, menyahut, "Iya Pak, saya pernah begini juga dan ketua rombongannya ngamuk - ngamuk depan semuanya... udah sayanya malu, orang - orang jadi pada gelisah juga. Pokoknya isinya ngeluh terus deh sepanjang malem!"

"Nah itu, if we already in difficult situation and if we can't even calm, harus gimana? Memang yang diperlukan adalah ketenangan dan pikiran jernih. " tambah Fred.

Kanaya menimpali, "Kalo keadaan gawat, udah ga bisa tenang lagi dong?"

"Justru itu. Law of Attraction. Hukum tarik - menarik. If we got negative thought, only the worst will ever come. But if we try to accept the situation and only think of good things, it'll become hope and will save us from the worst." balas Fred.

"Jujur saya tadi sempet takut juga. Tapi saya inget  Kevin dan Prita. Saya harusnya bisa diandalkan dalam situasi begini.  Kami sengaja bawa Kevin main ke hutan karena udaranya masih segar dan pengen dia jadi anak yang berani.

Apa jadinya kalau saya kasih contoh yang buruk? Alhamdulillah takut saya ilang hehe"

Anggi membalas komentar Pak Lukman, "Intinya harus pinter ngakalin rasa takut atau cemas ya Pak biar keeepppp smiiillleeee terussss" katanya sambil menyeringai lebar dan meletakkan telunjuknya di lesung pipinya.

Sahutan Anggi dibalas tawa oleh semuanya. Beberapa saat kemudian, penjaga hutan datang membawa makanan ringan dan teh hangat.

Hari semakin gelap, kami menggelar tikar untuk menyusun semua makan dan minuman. Ponsel Pak Lukman, serta senter yang dibawa Fred diletakan di tengah tikar. Kami duduk mengelilinginya. Ponsel saya dicharge dengan powerbank yang dibawa Anggi.

"Berasa piknik dadakan nih... wajib masuk blog gue!" Anggi sibuk mencari sudut dengan kaki terpincang hanya untuk mengambil foto kami. Kanaya bergumam, "... ini kalo ada binatang dateng, mau lari kemana..."

"No, mereka cenderung menjauhi manusia karena instingnya. Wildlife and human conflict, itu biasanya karena manusianya mengeluarkan aura negatif. Misalnya seperti takut, merasa kita lebih tinggi dari dia...  kita diam saja nanti dia juga pergi." jelas Fred.

"This forest is belong to them. Kita cuma tamu. If we run, they'll chase us, attracted by our fear" kata Fred, menambahkan.

"Cerita keren nih buat sharing besok." kata Pak Lukman. "Besok abis dari bandara kami mau langsung ke acaranya kompasiana. Ketemu banyak blogger hebat buat sharing cerita"

"Gimana caranya biar tetep tenang saat darurat?" Akhirnya saya nimbrung juga. Fred punya banyak pengalaman dan sayang jika tidak belajar darinya selagi ada kesempatan.

"well, experience is good education for soul! katika pengalamanmu sudah banyak, ketenangan nanti datang sendiri. Pelajari pengalaman dulu dari cerita orang - orang, dari buku... "

"Kalo tadi mbak Senja ga dapet sinyal telepon, gimana?" tanya Kanaya tiba - tiba.

"Bu Prita kan tadi dapetnya malah sinyal internet, ya telepon via whatsapp saja." jawab saya asal, sambil menyeruput teh.

"Kalo ga ada internet juga?"

"Jalan sampai gerbang hutan, telepon dari sana, dan tunggu disana sampai dijemput.."

"Kalo..."

"Intinya Nay..." sela Anggi, "Kalo semua dipikir ga pake panik mah ada aja jalan keluarnya. Ya ngga, mbak?"

"Betul! pokoknya coba mengalihkan pikiran biar ga ada orang yang panik!"

Kami semua asyik ngobrol sampai mobil jemputan dan mobil derek dari penginapan telah datang. Mobil Pak Her sudah diderek kemudian Anggi, Kanaya dan Pak Her menumpang didalam mobil dereknya. "Sekali-kali naik mobil bengkel!" canda Anggi. Keluarga Pak Lukman, saya, dan Fred naik mobil penginapan. Muat, karena Kevin ketiduran dan bisa di pangku ayahnya. Kami berterimakasih dengan penjaga hutan sebelum berpisah di tengah jalan. Malam ini tidur yang nyenyak, kemudian besok pagi pulang dengan penuh rasa syukur.

Pengalaman ini dan nasihat Fred akan selalu saya ingat, bahwa semua tantangan adalah peluang untuk menjadi lebih baik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun