Mohon tunggu...
Senja Guzel
Senja Guzel Mohon Tunggu... Lainnya - 28/f/Bekasi

Memperhatikan dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Paranoia dalam Masyarakat Kita

4 November 2018   22:04 Diperbarui: 4 November 2018   22:31 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hoax. Kata yang mulai terkenal dalam kurun waktu 2-5 tahun terakhir. Artinya berita yang tidak benar namun dibuat seperti seolah -- olah benar adanya. Istilah hoax atau dengan ejaan bahasa Indonesia disebut "hoaks", seingat saya mulai popular bersamaan dengan pemilu tahun 2014. Dimana mulai banyak orang -- orang yang menyebut berita dengan tingkat kredibilitas rendah atau berita ngawur dengan istilah "hoaks".

Tahun 2018 ini menurut saya adalah tahun dimana hoaks seakan terus menerus ada setiap harinya. Perhari mungkin ada ratusan berita baru yang menyebar di tengah masyarakat dan saya sangat yakin lebih dari 50% adalah hoaks. 

Herannya, betapapun ngawurnya berita, ada saja orang yang prcaya dan meyakini kebenarnanya. Bahkan membela mati-matian dengan mengeluarkan fakta -- fakta terkait yang sebenarnya belum tentu benar juga. Sebaliknya, berita yang terlihat 100% akurat karena dikeluarkan oleh sumber yang terpercaya pun tetap ada saja orang -- orang yang bilang itu hoaks dan tidak jelas kebenarannya.

Apa yang benar dan apa yang salah sudah tidak memiliki arti dan standar tertentu. Berita mana, sumber mana yang sebenarnya harus kita percaya?

Di saat senggang saya terus berpikir, kenapa bisa menjadi sebegininya? Apa pemicu sebenarnya?

Kemudian saya membuat kesimpulan bahwa semua bermula dari media. Media sekarang bukanlah media cetak semata yang hanya dibaca orang -- orang yang suka membaca atau media dalam televisi yang orang -- orang dapat menontonnya disaat senggang namun media sekarang sudah merambah internet yang masyarakat sangat candu terhadapnya. 

Bahkan jika mereka tidak tau situs medianya, atau malas pergi menuju situsnya, headline media tersebar begitu saja di beranda jejaring sosial kita. Pilihan setiap orang lah mereka ingin membaca keseluruhan beritanya atau hanya membaca headlinenya saja. Saya rasa inilah awal dari kesalahpahaman yang terjadi.

Jika saya perhatikan, masyarakat kita mengkotak -- kotakan diri sebagai dua kubu besar dari jaman dulu. Komunis -- beragama, kiri -- kanan, dan lain -- lain, dan lain -- lain, kemudian Ahok bersalah -- Ahok benar, Jokowi -- Prabowo, dan lain -- lain. Kasus Ahok ini adalah kasus besar yang menurut saya awal dimana perpecahan terlihat sangat jelas. Disini saya melihat media yang pada hakikatnya bersifat netral dan tidak memihak justru menunjukan dirinya terang -- terangan kepada kubu mana masing -- masing dari mereka memihak. 

Terlihat jelas dari headline -- headline dengan kalimat -- kalimat super pemancing kemarahan atau pemancing dukungan ke kubu tertentu. Urusan belakangan apakah isi beritanya mengabarkan cerita sebenarnya seutuh -- utuhnya atau tidak. Asal headlinenya sudah heboh, mereka sudah bisa memakai nya untuk mendukung suatu pernyataan atau menjatuhkan lawan. 

Sudah terlalu banyak saya melihat yang seperti ini dan banyak juga yang isi beritanya pun secara tidak langsung mengisyaratkan pesan tidak terlihat untuk masyarakat mendukung kubu yang dipilihnya. Saya sampai dititik mulai mempertanyakan kredibilitas dan kenetralan media kita saat ini.

Masyarakat yang tidak mempercayai media karena banyak hal mulai mencari sumber berita alternatif yang lain kadang tanpa mereka lihat dulu sumbernya dari mana dan valid tidaknya. Saya rasa inilah yang akhirnya memicu masyarakat untuk percaya terhadap hoaks, dan memicu hoaks selalu ada setiap harinya. Seperti sel kanker yang mulai aktif menggerogoti sel yang sehat.

Saya perhatikan, berita -- berita yang belum valid ini yang kebanyakan beredar adalah sentimen -- sentimen terhadap kubu"musuh" yang secara tidak langsung akhirnya menimbulkan ketakutan yang tidak seharusnya ada. 

Misalnya begini, pendukung Jokowi percaya jika para muslim yang menurut mereka "radikal" itu berkuasa, maka tidak ada lagi keberagaman agaman dan kita akan dipaksa hidup dengan idealisme keras seperti jaman rasul dulu, atau misalnya umat muslim salafi percaya sistem pemerintahan kita sedang disusupi pihak asing untuk mengadudombakan kita semua dan berakhir seperti Suriah dimana sudah tidak ada lagi rakyat terlindungi dan keamanan hanya simbol belaka. 

Kepercayaan -- kepercayaan yang berlandaskan ketakutan ini didukung oleh berbagai berita yang muncul setiap harinya dan semua langsung percaya tanpa melihat kevalidan nya karen merasa media sudah tidak bisa diharapkan.

Situasi ini menimbulakn ketakutan yang lama kelamaan semakin besar dan besar dan menimbulkan sebuah pikiran bahwa kubu berseberangan selalu berusaha menyakiti, menghancurkan. Timbul suatu "paranoia" setiap dihadapkan dengan orang yang baru muncul baik itu tokoh politik yang tiba -- tiba bersuara atau orang baru yang masuk didalam kehidupan. 

Paranoia ini begitu membekas dan menyebabkan tidak bisa tidur dimalam hari, kepikiran terus menerus, tidak tenang, bahkan stres. Dlam pikiran, apa yang rasional menjadi tidak dan apa yang tidak menjadi rasional. Semua kejadian terkait maupun tidak selalu dihubungkan dengan kepercayaan yang ditakutinya sehingga paling parah, timbul suatu delusi. Delusi nyata yang terdengar dan tervisualisasikan dengan baik. Seperti gejala dari penyakit skizofrenia dimana gejala tersebut timbul salah satunya karena kecemasan berlebihan.

Terdengar berlebihan untuk suatu hal yang sebenarnya tidak semenakutkan itu? That'a exactly the point. Berlebihan. Tidak perlulah bereaksi terlalu lebay sampai tidak bisa tidur atau cemas sampai mempengaruhi aktivitas fisik. Tapi itulah yang terjadi ditengah masyarakat sekarang. 

Mungkin kita yang punya akses atau punya teman dengan berbagai latar belakang tau keadaan masih dapat dikendalikan, tapi bagaimana jika yang terus menerus mendapatkan berita invalid adalah ibu -- ibu rumah tangga yang sehari -- harinya di rumah tanpa interaksi langsung dengan orang banyak? yang ia dapat hanyalah berita viral yang tersebar via group whatsapp, dan akhirnya menimbulkan ketakutan baginya. 

Ketakutan dan kecemasannya akan diajarkan kepada anak -- anaknya untuk selalu mewaspadai orang, kelompok tertentu. Anak -- anaknya akan bercerita dengan teman -- teman sebayanya, dan seterusnya. Pada akhirnya mengakar di masyarakat enatah sampai kapan. Mungkinkah terjadi budaya baru?

Ini sama seperti pikiran saya sewaktu ada teman dari Amerika yang bilang, "kenapa kebanyakan orang -- orang Indonesia tidak suka mengemukakan sesuatu secara langsung dan lantang di depan umum tapi lebih memilik berbisik sesamanya? Bukankah itu berarti suara mereka tidak akan didengar?"

Kemudian saya ingat dalam sejarah Indoesia, ada peristiwa pembantaian besar -- besaran yang membuat siapapun yang lantang menunjukan keberpihakan dan pendapatnya menjadi korban. Ya, peristiwa PKI. Saya merasa kecemasan dan ketakutan terhadap pengulangan kejadian tersebut menjadi salah satu pemicu masyarakat kita untuk bersikap demikian.

Apa sebaiknya yang kita harus lakukan? Menurut saya paling baik adalah tetap tenang. Memang bagus untuk waspada dan mempersiapkan segala sesuatunya. Tapi kelolalah ketenangan, sikap tenang dan pikiran dingin setelah membaca berita yang tidak jelas kebenarannya. Jangan langsung terpicu, jangan langsung takut. Cari dulu sumber lain dan kevalidannya. Tabayyun dengan benar. Sehingga tidak perlulah kita merasakan ketakutan yang sebenarnya tidak perlu.

Kasarnya menurut saya begini, pihak yang takut dengan keberadaan islam yang menurut mereka radikal seharusnya tidak terlalu mebebankan mereka karena toh mereka percaya dengan kemampuan pemerintah untuk berpihak ke rakyat sebagaimana mestinya. 

Percayalah. Kemudian untuk pihak muslim yang takut kita berakhir seperti Suriah, percayalah Allah memberikan ujian sesuai dengan kemampuan masing -- masing. Allah akan selalu ada untuk kita. Yakin dan percaya bahwa siapapun yang membela jalan Allah, akan selalu mendapat perlindungannya. Apa yang lebih menenangkan dari itu?

Ini adalah hipotesa dan pemikiran saya pribadi terhadap apa yang terjadi pada keadaan sekarang. Tidak perlu dianggap serius, anggap saja cuma cocoklogi belaka. Karena jujur saya lelah dianggap terlalu 'ringan' menanggapi sesuatu yang menurut mereka serius. Have a nice day.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun