Mohon tunggu...
IDZAN RIZAL YOTANTO
IDZAN RIZAL YOTANTO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya senang membaca novel dan mendaki gunung

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Pinjaman dan Penerbitan Obligasi Daerah Terhadap Kebijakan Fiskal Nasional

19 Mei 2024   22:41 Diperbarui: 21 Mei 2024   18:18 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obligasi daerah dan sukuk daerah diterbitkan melalui pasar modal domestik dan dalam mata uang rupiah yang dilaksanakan dengan mekanisme penawaran umum. Penerbitan tersebut diatur oleh peraturan kepala daerah. Obligasi daerah memang dapat menjadi alternatif pendanaan di tengah keterbatasan fiskal daerah. 

Sebagian besar proyek infrastruktur penting yang mangkrak karena kekurangan dana. Investor kurang tertarik terhadap proyek yang dibutuhkan publik seperti rumah sakit, jalan daerah dan irigasi karena tidak memberikan keuntungan yang besar. Sehingga penerbitan surat utang menjadi salah satu jalan untuk mengalirkan dana proyek-proyek publik.

Tetapi terdapat berbagai risiko dalam obligasi publik, seperti tidak semua pemerintah daerah bisa dan layak untuk menerbitkan obligasi. Masalah utamanya karena tata kelola dan sumber daya manusia yang tidak mampu mengelola utang triliunan rupiah. Risiko lainnya yaitu gagal bayar atau default karena program yang memerlukan dana besar tetapi memiliki sedikit manfaat.

Di Amerika Serikat pada 1994, terdapat kasus gagal bayar municipal bind yang diterbitkan pemerintah Orange Country, California senilai US$ 1,5 miliar. Kasus yang lain gagal bayar surat utang pemerintah Detroit senilai US$ 8,4 miliar pada tahun 2013, yang menjadi kasus wanprestasi terbesar sepanjang sejarah. Total utang pemerintah Indonesia dalam bentuk obligasi terus membengkak. Data Asia Bond Online menyebutkan total nilai oustanding obligasi di Indonesia tumbuh 19% dari Desember 2021 yang awalnya Rp 5.314,54 triliun menjadi Rp 6.331 triliun pada Desember 2023.

Kondisi perekonomian yang tidak pasti, penerbitan surat utang bukanlah hal yang bijak. Hal tersebut menyebabkan tingginya resiko imbal hasil yang harus dibayarkan daerah kepada pemegang surat utang. Sebagai contoh, imbal hasil dalam lelang Surat Perbendaharaan Negara pada 13 Maret 2024 telah mencapai 6,458%. Imbal hasil obligasi daerah dapat menjadi lebih tinggi akibat investor melihat profil risiko yang lebih tinggi. Sehingga regulasi penerbitan obligasi harus dibuat seketat mungkin agar daerah dengan kemampuan fiskal rendah tidak memiliki ruang untuk menerbitkan surat utang negara karena pada akhirnya beban tersebut akan menjadi tanggung jawab pemerintah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun