Sangat disayangkan belum genap sebulan setelah pujian Presiden Jokowi, partai Hanura mengalami drama dan hingga hari ini drama tersebut belum berakhir.  Ketua umum  Oso seharusnya bisa jaga marwah partai. Sosok yang mengobok-obok partai Hanura pasti belum pernah memimpin organisasi.
Kalau jadi ketua ujang-ujungnya konflik, dualisme kepengurusan. Akhirnya gaya kepemimpinannya adalah gaya preman. Pecat sana pecat sini sesuka hati tanpa mendengar aspirasi kader partai. Sikap seperti ini jelas melukai nilai-nilai demokrasi yang pada masa kepemimpinan Wiranto selalu dijadikan sumber inspirasi dan kompas dalam memimpin partai Hanura.
Jelas sikap dan apa yang dilakukan Oso dan kubunya tak ubahnya sikap anak durhaka yang melukai hati orang tuanya. Orang tua yang selalu memberikan dan melakukan segalanya  sejak dini, kini dituduh yang menyakitkan dan diancam diusir dari rumah. Kelakuan Oso sangat cocok dengan adagium pepatah tradisional kita "air susu dibalas air tuba." Jika partai Hanura tetap dipegang oleh sosok pemimpin yang tidak menggunakan hati nurani dalam mengelola partainya, bagaimana mungkin bisa membawa arah perubahan di tengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H