Perspektif Islam Menuju Indonesia Emas
Pendidikan yang memerdekakan sebetulnya telah diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam strategi gerakan dakwah Islam menuju transformasi sosial. Gerakan dakwah pada masa Nabi dipraktikkan sebagai gerakan kemerdekaan/pembebasan dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan dalam segala aspeknya.
Nabi, dalam kerangka dakwah Islam untuk pemberdayaan dan pembebasan umat, tidak langsung menawarkan Islam sebagai sebuah ideologi yang normatif, melainkan sebagai pengakuan terhadap perlunya memperjuangkan secara serius problem bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia, dengan penyusunan kembali tatatan yang telah ada menjadi tatanan yang tidak eksploitatif, adil dan egaliter.
Islam dengan pilar adalah agama yang memerdekakan, karena Islam memberikan penghargaan terhadap manusia secara sejajar, mengutamakan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan, mengajarkan berkata yang hak dan benar, dan mengasihi yang lemah dan tertindas. Ayat Al Qur'an, diantaranya mengajarkan (:5)"...Kami bermaksud memberikan karunia kepada orang-orang tertindas di bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi..." (QS. 28:5).
Dalam sejarah Islam Masa klasik telah membawa kemajuan pesat karena diberikannya kemerdekaan berfikir pada akal yang lebih besar. Pada masa itu bertemunya pemikiran yang mesra antara filsafat Yunani dan Islam, Sains dan filsafat yang terdapat di Pusat peradaban Yunani di Aleksandria (Mesir), Antakia (Suriah), Jundiasyapur (Irak)dan Bactra (Persia).
Dalam Sains dan Filsafat Yunani akal sangat sentral, dan diberikan posisi sangat tinggi dalam al Quran dan Hadis. Inilah yang membuat Ulama Islam masa itu mengembangkan pemikiran rasional.[4] Pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw, al-Quran dan al-Sunnah ternyata mampu menjadi motivator bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Hal ini dapat dipahami bahwa al-Quran mendukung adanya suasana dialogis dalam bermasyarakat termasuk di dalamnya kegiatan pendidikan. Perlu juga dicermati bahwa ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad Saw adalah (bacalah!).
Ayat ini dapat dinilai sebagai pemicu lahir dan berkembangnya tradisi tulisan, sebagai ganti dari tradisi lisan yang saat itu sangat berkembang. Tradisi tulis menulis merupakan cikal bakal pengembangan tradisi riset dalam pengembangan keilmuan.
Pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw, al-Quran dan al-Sunnah ternyata mampu menjadi motivator bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Banyak ilmu yang lahir dan berkembang karena adanya al-Quran menjadi motivator. Para khalifah setelah Khulafa al-Rasyidin banyak memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada para ilmuan. Di antaranya mereka memberikan imbalan berupa emas seberat kertas hasil terjemahan.
Alvin Toffler merupakan salah seorang Futuris yang mencoba memberikan suatu penjelasan tentang konsep manusia di masa yang akan datang. Konsep pemikiran Alvin Tifler ini di awali dengan pandangan dalam karya monumental yang dirumuskan dengan istilah Future shock (kejutan masa depan).
Pandangan ini dilukiskan tentang tekanan dan disorientasi hebat yang dialami oleh manusia jika terlampau banyak dibebani dengan perubahan dalam waktu terlampau singkat, jelasnya bahwa kejutan masa depan bukan lagi merupakan bahaya potensial yang masih jauh tetapi merupakan penyakit nyata yang diderita oleh semakin banyaknya manusia. Kondisi psikhologis-biologis ini dapat diganbarkan dengan terminology medis dan pskiatri. Penyakit ini adalah penyakit perubahan.