Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjalanan Kemanusiaan Part 17 : Serahkan semuanya kepada Allah SWT.

12 Februari 2024   00:44 Diperbarui: 12 Februari 2024   00:53 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sekitar 2 s/d 3 tahun Riani terkena penyakit kangker stadium 4. Yang menyebabkan tubuhnya kurus, bulu mata, alis dan rambutnya habis dan hanya dapat terbaring lemah di kasur sebuah ruangan rumah sakit.  Bahkan, ia divonis tidak akan lama lagi bisa bertahan hidup.

Abah beliau hanyalah seorang guru mengaji kampung, yang biasa dipanggil Ustad Arif. seorang abah yang berhati teguh dan selalu berdoa untuk kesembuhan putri semata wayangnya. ia tahu, Allah itu tak perna tidur dan selalu melihat seberapa teguh iktiar dari seorang hambanya untuk kesembuhan putri tercintanya. 

Setiap hari ia selalu meluangkan waktu untuk shalat berjama'ah di Masjid Rumah Sakit, sekaligus bertegur sapa dengan beberapa keluarga pasien yang juga sedang menunggu keluarganya yang dirawat. mereka berbagi kedukaan dan senyuman di pelataran Masjid, dan berdo'a yang sama tentang kesembuhan untuk orang yang mereka sayangi.

Salah satu dari orang-orang yang sering ngobrol dengan Ustad Arif adalah Bayu. seorang pegawai Rumah Sakit yang bertugas sebagai konsultan perawat yang apabila ada keluarga pasien memerlukan sesuatu bisa bertanya langsung pada beliau. Pertemuan mereka tidak disengaja, karena memang ustad Arif beberapa kali perna beristrirahat di masjid Rumah Sakit dan disanalah Bayu menyapanya.

Mereka pun mulai akrab dan suka mengobrol selepas sholat. Setelah beberapa waktu berlalu, Ustad Arif berbicara kepada Riani yang sedang terbaring lemah di kasur, 

"Abah sepertinya sudah tua ndok. Sepertinya kamu harus menikah?" Ucap Ustad Arif sambil memandangi Riani dan Riani pun memandang orang tuanya yang sudah berumur 50 tahun itu. Yang terlihat jelas dengan uban yang mengiasi rambunya walau tertutup oleh kopiah hitam yang ia kenakan.

Riani hanya terpaku lemas, dengan mencoba mengangkat kedua tangannya untuk menggapai pena dan kertas yang berada di sampingnya. secara perlahan mulai  menulis kalimat di kertas tersebut. Lalu, ia menoleh ke abahnya sebagai isyarat untuk dibaca.

"Mana ada seorang lelaki yang mau menikah dengan wanita seperti saya abah."

Mendengar jawaban anaknya, Ustad Arif pun terdiam sejenak lalu tersenyum. Dan berkata,

"Inshaallah pasti ada ndok" Lalu diambilnya kertas tersebut, dilipatnya dan diselipkan ke kopiah hitam yang ia kenakan.

"Allahu akbar, Allahu akbar......" Adzan Magrib mulai berkumandang dari Masjid rumah sakit. 

"Sudah Adzan ndok, Abah ke Masjid dulu yah. kamu harus tetap semangat biar cepat sembuh." ucap Ustad Arif ke Riani sambil tersenyum dan melangkah mundur, membalikkan badan dan mulai berjalan keluar ruangan untuk menuju ke Masjid. 

Sesampainya di Masjid, bertemulah dengan Bayu yang tengah mau mengambil Wudhu. 

"On Time lagi ni pak? " Ucap Bayu yang tengah menggulung celananya. 

"Alhamdulillah nak. ayo bareng kayaknya sebentar lagi Iqomah" Ucap Ustad Arif.

" Baik pak." jawab Bayu sambil tersenyum. 

Selesai sholat dan membaca Qur'an, Ustad Arif lekas duduk di pelataran Masjid sambil termenung melirik sebuah kamar di lantai 5 yang ia tahu disana anaknya sedang terbaring melawan kangker yang ia derita. Bayu yang tengah senggang pun duduk disebelah Ustad Arif, 

"Izin duduk pak" ucap Bayu

"Silakan nak"

Karena memang sebelumnya mereka sering mengobrol, Ustad Arif tak sengaja mengeluhkan tentang usianya yang sudah tua dan takut tidak bisa untuk terus menjaga anaknya.
"Umur bapak sekarang kurang lebih 50 Tahun nak, sudah setengah abad. Bapak takut ngga bisa selamanya ngejaga anak bapak ."Bayu dengan seksama memperhatikan. 

"Seandainya ada yang mau menikahi anak bapak, betapa senangnya bapak nak." ucap polos Ustad Arif.

 Mendengar ucapan Ustad Arif, Bayu pun berkata,

"Inshaallah, saya bersedia pak." 

Sekejap Ustad Arif memandangi Bayu.
"Jangan bercanda kamu nak. kamu saja belum tau anak bapak? dan sekarang ia tengah berjuang menghadapi kangkernya."

Lalu Bayu kembali menjawab,"Inshaallah saya siap pak. Menikahi anak bapak.". 

Ustad Arif tersenyum dan begitu bersyukur mendengar niat dari Bayu. 

"Tapi sebelum itu, kamu harus melihat dulu anak bapak. dan bilamana nyatanya kamu berubah pikiran, bapak akan terima nak dan tidak akan marah sedikitpun." 

Bayu pun tersenyum dan menganggukan kepalanya. lalu, mereka berdua berdiri dan mulai berjalan ke arah lobby Rumah Sakit. guna menuju ke Lantai 5, keruangan Riani berada. 

Sesampainya di depan pintu ruangan, Bayu berhenti dan menunggu. Sedangkan, Ustad Arif mulai melangkah masuk ke dalam ruangan dan menghampiri putrinya. Dengan lembut dan pelan Ustad Arif memanggil Riani,

"Ndok. ada yang ingin ketemu kamu. katanya, ia bersedia menikahi kamu ndok" ucap Ustad Arif sambil tersenyum memandangi putrinya.

Wajah Riani mendadak sedikit kebingungan dan bertanya-tanya terkait. Apakah benar ada yang mau menikahi dia? seorang penyakitan, bahkan yang divonis hidupnya tidak lama lagi.  lalu, dengan tenaganya yang lemah ia mulai kembali menggapai kertas dan pena seraya menuliskan sebuah kalimat dan menoleh ke abahnya.
"Serius abah? bercanda abah ngga lucu."

Melihat tulisan dari Riani, Ustad Arif pun tersenyum dan berkata,

"Serius. itu pemudanya ada di depan pintu kamar. bila kamu izinkan abah persilakan masuk."

mendengar hal itu, Riani menganggukkan kepalanya dengan pelan sebagai syarat ia mengizinkan laki-laki itu masuk dan menemuinya. 

Bayu pun masuk dengan melangkah pelan seraya mengucapkan salam,

"Assalamualaikum" dan berdirilah Bayu di sebelah Ustad Arif. 

Riani pun memperhatikan bayu dengan terheran-heran, dalam hatinya muncul banyak pertanyaan dan pertanyaan. Apakah orang ini beneran serius? atau hanya sedang mempermainakan abah saja. terus diperhatikannya si pemuda itu, dengan penampilannya yang sopan, masak benar ia mau menikahi gadis yang pesakitan ini.

Karena Riani belum begitu yakin, akhirnya ia kembali menulis sebuah kalimat dikertas. 

"Benar kamu mau menikahi ku?"

Ustad Arif menoleh dan meminta Bayu menjawabnya. 

"Inshaallah, saya siap"

Mendengar jawaban dari seorang pemuda yang baru ia lihat, Riani masih sedikit tidak percaya. Maka dari itu, kembali Riani menuliskan pesan melalui kertasnya,
"seandainya benar kamu mau menikahiku. jawablah pertanyaan ku ini."

Ada sekitar 5 pertanyaan yang diajukan oleh Riani melalui kertas yang ia tulis. Lalu, oleh Ustad Arif diambilnya juga dengan penanya dan diserahkan kepada Bayu.

Bayu pun mulai membacanya. Tidak lama, kertas pun dikembalikan oleh Riani. Dalam hati Riani menduga-duga, dengan pertanyaan yang ia ajukan, ia berpikir bahwa pemuda yang dihadapannya akan menolak. 

Tapi tak disangka-sangka, semua pertanyaan itu dijawab oleh Bayu. Lalu Bayu pun berkata, 

"Serahkan semuanya kepada Allah SWT."

Mendengar jawaban itu, Riani sedikit tersenyum dan menulis kembali dikertas. 

"Bismillah, saya terima."

Membaca jawaban dari Riani, Ustad Arif menitikan air matanya. lalu memeluk Bayu dengan bangga.

Tanpa berlama-lama, keesokan harinya diundanglah Penghulu dari KUA dan beberapa saksi dari pihak keluarga. Akhirnya pernikahan berlangsung dengan sederhana dibangsal Rumah Sakit, disaksikan oleh sebagian dokter, perawat dan orang yang sakit.

-------------

Pesan : 

Serahkan semua urusan kita hanya kepada Allah. Sejatinya, manusia itu hanyalah makhluk yang berkewajiban beriktiar. Terkait proses berhasil atau tidaknya ada di tangan Allah. Seandainya berhasil semua karena Allah dan mengajarkan kita arti bersyukur. Seandainya gagal itu karena Allah sedang mengajarkan kita arti sabar dan iklas.
[SPK]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun