Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjalanan Kemanusiaan Part 17 : Serahkan semuanya kepada Allah SWT.

12 Februari 2024   00:44 Diperbarui: 12 Februari 2024   00:53 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : Pribadi

"Inshaallah, saya bersedia pak." 

Sekejap Ustad Arif memandangi Bayu.
"Jangan bercanda kamu nak. kamu saja belum tau anak bapak? dan sekarang ia tengah berjuang menghadapi kangkernya."

Lalu Bayu kembali menjawab,"Inshaallah saya siap pak. Menikahi anak bapak.". 

Ustad Arif tersenyum dan begitu bersyukur mendengar niat dari Bayu. 

"Tapi sebelum itu, kamu harus melihat dulu anak bapak. dan bilamana nyatanya kamu berubah pikiran, bapak akan terima nak dan tidak akan marah sedikitpun." 

Bayu pun tersenyum dan menganggukan kepalanya. lalu, mereka berdua berdiri dan mulai berjalan ke arah lobby Rumah Sakit. guna menuju ke Lantai 5, keruangan Riani berada. 

Sesampainya di depan pintu ruangan, Bayu berhenti dan menunggu. Sedangkan, Ustad Arif mulai melangkah masuk ke dalam ruangan dan menghampiri putrinya. Dengan lembut dan pelan Ustad Arif memanggil Riani,

"Ndok. ada yang ingin ketemu kamu. katanya, ia bersedia menikahi kamu ndok" ucap Ustad Arif sambil tersenyum memandangi putrinya.

Wajah Riani mendadak sedikit kebingungan dan bertanya-tanya terkait. Apakah benar ada yang mau menikahi dia? seorang penyakitan, bahkan yang divonis hidupnya tidak lama lagi.  lalu, dengan tenaganya yang lemah ia mulai kembali menggapai kertas dan pena seraya menuliskan sebuah kalimat dan menoleh ke abahnya.
"Serius abah? bercanda abah ngga lucu."

Melihat tulisan dari Riani, Ustad Arif pun tersenyum dan berkata,

"Serius. itu pemudanya ada di depan pintu kamar. bila kamu izinkan abah persilakan masuk."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun