Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjalanan Kemanusiaan Part 17 : Serahkan semuanya kepada Allah SWT.

12 Februari 2024   00:44 Diperbarui: 12 Februari 2024   00:53 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sekitar 2 s/d 3 tahun Riani terkena penyakit kangker stadium 4. Yang menyebabkan tubuhnya kurus, bulu mata, alis dan rambutnya habis dan hanya dapat terbaring lemah di kasur sebuah ruangan rumah sakit.  Bahkan, ia divonis tidak akan lama lagi bisa bertahan hidup.

Abah beliau hanyalah seorang guru mengaji kampung, yang biasa dipanggil Ustad Arif. seorang abah yang berhati teguh dan selalu berdoa untuk kesembuhan putri semata wayangnya. ia tahu, Allah itu tak perna tidur dan selalu melihat seberapa teguh iktiar dari seorang hambanya untuk kesembuhan putri tercintanya. 

Setiap hari ia selalu meluangkan waktu untuk shalat berjama'ah di Masjid Rumah Sakit, sekaligus bertegur sapa dengan beberapa keluarga pasien yang juga sedang menunggu keluarganya yang dirawat. mereka berbagi kedukaan dan senyuman di pelataran Masjid, dan berdo'a yang sama tentang kesembuhan untuk orang yang mereka sayangi.

Salah satu dari orang-orang yang sering ngobrol dengan Ustad Arif adalah Bayu. seorang pegawai Rumah Sakit yang bertugas sebagai konsultan perawat yang apabila ada keluarga pasien memerlukan sesuatu bisa bertanya langsung pada beliau. Pertemuan mereka tidak disengaja, karena memang ustad Arif beberapa kali perna beristrirahat di masjid Rumah Sakit dan disanalah Bayu menyapanya.

Mereka pun mulai akrab dan suka mengobrol selepas sholat. Setelah beberapa waktu berlalu, Ustad Arif berbicara kepada Riani yang sedang terbaring lemah di kasur, 

"Abah sepertinya sudah tua ndok. Sepertinya kamu harus menikah?" Ucap Ustad Arif sambil memandangi Riani dan Riani pun memandang orang tuanya yang sudah berumur 50 tahun itu. Yang terlihat jelas dengan uban yang mengiasi rambunya walau tertutup oleh kopiah hitam yang ia kenakan.

Riani hanya terpaku lemas, dengan mencoba mengangkat kedua tangannya untuk menggapai pena dan kertas yang berada di sampingnya. secara perlahan mulai  menulis kalimat di kertas tersebut. Lalu, ia menoleh ke abahnya sebagai isyarat untuk dibaca.

"Mana ada seorang lelaki yang mau menikah dengan wanita seperti saya abah."

Mendengar jawaban anaknya, Ustad Arif pun terdiam sejenak lalu tersenyum. Dan berkata,

"Inshaallah pasti ada ndok" Lalu diambilnya kertas tersebut, dilipatnya dan diselipkan ke kopiah hitam yang ia kenakan.

"Allahu akbar, Allahu akbar......" Adzan Magrib mulai berkumandang dari Masjid rumah sakit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun