Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

"PERJALANAN KEMANUSIAAN" Part. 6 Kemanusiaan diuji

14 Oktober 2022   02:22 Diperbarui: 26 Juni 2023   22:54 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Relawan MRI Jatim

 Hari itu, di bawah hembusan angin yang begitu kencangnya menerpa dedaunan kering di pohon kering itu. kemudian Jatuh berhamburan seketika daun - daun yang lemas dan tak berdaya itu ke tanah.

 Di hari itu, sinar dari senja tidak seelok biasanya. Dengan awan mendung yang begitu rapat menutupi langit. Menjadikan langit seketika gelap gulita yang diikuti gemuruh suara guruh dan kilauan kilat - kilat menyambar - nyambar, menandakan bahwa akan turunnya hujan.

 Aku hanya dapat menyaksikan dikala itu, dengan secangkir kopi pahit dan duduk termangu di bawah atap rumah orang tua. Banyak yang kupikirkan, entah kenapa? Cuaca hari itu seperti begitu mewakili perasaanku.

 Terasa mendung turut melanda hatiku, merusak imun kemanusiaan ku.  yang menyisahkan kepiluan dan kepiluan di dalam dada. Sesak jelas! Kabar itu seketika mengguncangkan perasaan dan logika ku yang begitu percaya dan telah bergelut lama di dalam tubuh lembaga yang ternyata ada sebagian orang yang memanfaatkannya. 

 Bibirku ingin mengupat sekuat - kuatnya. Bahkan rasa jengkelku begitu akut dibuatnya.

 "Yang sabar nak. Ini semua hanya cobaan." Tegur bunda yang keluar dari dalam rumah dan seketika duduk di kursi sebelah kanan meja yang sedari tadi kosong.  

 Ternyata dari dalam rumah bunda telah memperhatikanku yang hanya termangu menatap langit mendung di sore itu. 

 "Iya bunda. Tapi Rehan kesal saja bunda. Rehan sudah mati - matian kesana, kemari buat penggalangan dana. Eh! taunya, uang hasil penggalangan dana itu di korupsiin sama ketua lembaga. Pengen bener kayaknya Rehan hajar itu orang bunda." Ucapku jengkel.

 "Sttt... Terus, bila kamu tonjok itu ketua lembaga kamu? Apakah kamu akan merasa puas?" Tanya bunda sembari serius melihatku.

 "Terus, bila kamu melakukan tindakan kekerasan itu? Apakah kamu bisa menjamin kamu tidak akan kena pasal dan turut berurusan dengan hukum? Dan, apakah selama ini kamu menolong orang tenggelam, membantu pengemis kelaparan,  atau kemanusiaan yang selama ini kamu tanam mengajarkan hal seperti itu? Dengan cara melakukan kekerasan. " Sambung bunda.

 Mendengar ucapan bunda seketika membuatku merasa bersalah, ku pandang wajah wanita tua yang kini berada duduk di sampingku itu. Sosok wanita yang begitu paham dan tau isi hatiku, dan selalu menjadi tempat nomor 1 "satu" curahan perasaanku. Apabila sepulang tugas dari panggilan kemanusiaan banjir, gempa, orang tenggelam, tsunami atau erupsi gunung berapi.

 Kuperhatikan kerutan demi kerutan di bawah bola matanya, seketika akupun tersenyum dan menoleh kearah cangkir kopi yang sudah dari tadi menemaniku dudu termangu.

 Kemudian mengangkatnya dan kembali mengarahkan pandanganku ke halaman rumah. Seketika secangkir kopi itu mulai kuseruput dan kembali meletakkannya ke atas meja, yang turut diikuti oleh bunda yang melihat ke arah halaman rumah.

 "Betul kata Bunda. Dengan kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Malah akan menambahi masalah saja bunda." Ucapku

 Mendengar ungkapanku kulihat bunda tersenyum. Dan kembali berkata,

 "Ya sudah, kamu harus lebih sabar. Mungkin ada sebagian oknum yang memanfaatkan kamu dan semua rekan - rekan kamu. Tapi, kamu juga harus melihat sisi yang lain. Yaitu dari kemanusiaannya. 

Kamu menolong orang, iklas dan tak mengharapkan imbalan sepeserpun atas tindakan kamu. Itu sebuah anugerah lebih pemberian Allah SWT. Kepada kamu. Jadi itu juga harus kamu pikirkan, agar sesak di dalam dadamu bisa hilang." Sembari meletakkan tangannya di dadaku.

 "Kemanusiaan tidak boleh berhenti, hanya karena ulah segelintir orang yang mencari kesempatan untuk memperkaya dirinya. Dan bunda harap, kamu harus lebih bijak lagi untuk bersikap. Jangan gunakan amarah. Karena yang namanya amarah hanya akan melahirkan duka dan kekecewaan di berbagai pihak. 

Jadi kamu harus bijak dalam bersikap. Jujur bunda dan bapak bangga, punya anak yang mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan. Maka dari itu, teruslah berjuang dan jangan perna sekali pun padam." Tambah bunda.

 Aku hanya dapat memperhatikan bunda, sembari mendengarkan nasehatnya. 

 Sore hari itu membuatku mengerti bahwa, mau apapun masalahnya, kemanusiaan tidak boleh berhenti. Biarkan proses hukum berjalan, tapi kemanusiaan juga tetap harus berjalan.

 Dan di hari ini. Adalah hari di mana itu semua harus ku jalankan dan kembali kuperjuangkan. Bibit - bibit kemanusiaan yang selama ini kutanam tak boleh mati layu karena ulah kepentingan segelintir orang. 

 Dan bibit kemanusiaan ini harus semakin tumbuh dan berbunga, sehingga harumnya semerbak mengharumkan dan memberikan kesegaran bagi penikmatnya.

 "Han, sudah siap!" Ucap bang Bagus, seniorku di Relawan Surabaya.

 "Siap bang." Jawabku.

 "Banjir terjadi di beberapa titik lokasi, kita akan tetap membawa panji lembaga kita dan terus menyuarakan kemanusiaan dengan lambang lembaga kita. Nanti kamu ke titik yang terparah, dengan Azis dan Leo yang sudah berada di sana. sedangkan saya, akan ada di titik longsor. kita koordinasi melalui handphone. mengerti Han."

 "Siap mengerti bang."

 "Malam ini akan menjadi malam yang panjang! Buat kita. Semoga tenaga kamu tidak habis karena kasus tempo hari hehe" tambah bang Bagus sambil tercengir santai memperhatikan jalan yang masih diguyur oleh hujan.

 Malam ini kami berjalan menuju titik - titik bencana di daerah Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Menggunakan mobil pick up pak Aries yang turut berpartisipasi dengan sukarela meminjamkan mobilnya dengan memakai uangnya sendiri. 

 Di dalam mobil pick up ini, ada aku, Bang bagus dan pak Aries yang menyetir mobil. Sedangkan di bak, ada beberapa APD kami dari perahu, dayung, pelampung dan juga beberapa alat lain seperti tali, cangkul dan parang. 

 Untuk logistik sendiri, mungkin besok akan menyusul dari rekan - rekan relawan yang tidak bisa turun langsung di malam ini dan sebagai penjemput logistik, kami tetap meminta tolong pak Aries untuk yang memfullupnya sampai ke lokasi. 

 kabar banjir dan longsor di Trenggalek ini baru kuterima tadi oleh bang Bagus sendiri yang menginfokan bahwa telah terjadi bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. yang kebetulan saat itu, aku, bunda dan juga bapak baru saja makan malam sehabis melaksanakan shalat isya berjamaah. 

 Mendengar kabar itu, kemanusiaanku yang semula terombang - ambing karena kekecewaanku terhadap ketua lembaga yang mengorupsikan hasil dana donasi pun menjadi kembali membarah.

 Dengan spontan kuterima ajakan bang Bagus untuk terjun langsung ke lokasi bencana melalui chat pribadi. turut kuceritakan kepada bapak dan bunda terkait bencana yang melanda kabupaten Trenggalek. dan mereka merespon dengan mimik wajah kaget dan perihatin. 

 lalu mereka bertanya, "apakah kamu di suruh ke sana?" 

 "iya" jawabku.

 Dan syukurlah! Mereka berdua mendukung dan begitu mensurport ku untuk terjun membantu korban yang terdampak bencana.

 Sekitar jam 1o malam, bang Bagus sampai dengan pak Aries ke rumah yang berada di Surabaya. Dengan cepat tanpa basa - basi aku pun langsung berpamitan dengan bapak dan bunda yang turut mengantarkan keberangkatanku. 

 Turut bang Bagus dan pak Aries ikut memamitkan perjalananku malam ini.

Dengan senyuman lega kulepaskan rasa penat akibat kabar di hari itu. Dengan rasa syukur sekaligus semangat mulai kulangkahkan kaki menuju mobil pak Aries sambil berkata dalam hati, 

"semoga diperjalanan kali ini tidak ada hambatan dan lancar sampai masa darurat selesai."


***

DUKA TRENGGALEK ITU DUKA KITA SEMUA

"Relawan; itu manusia. yang bisa sedih tapi tak bisa berkata - kata. hanya berbuat dengan keiklasan, tanpa mengharap imbalan. walau relawan mendapatkan upeti sekalipun dari keiklasannya; ia hanya mengambil secukupnya dan membagi lagi ke orang - orang yg lebih membutuhkan."

 [SpK]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun