Wajah Ibu kota begitu cerah hari ini, diiringi terbangnya para burung - burung yang mengandung kemeriahan langit dan mengundang tawa bagi kami yang menikmati pertunjukan itu dari lantai 2 bangunan Cafe. Sebuah tempat yang biasanya menjadi Favorite untuk ngopi santai dan bercerita sesama rekan kerja.
 Kebetulan, Bagus hari ini sedang bahagia. Karena kemarin istrinya baru saja melahirkan seorang anak laki - laki. Dan kebetulan letak cafe kami berada sekarang tidak terpaut jau dari keberadaan klinik tempat istri Bagus di rawat setelah persalinan selesai. Aku dan Leo pun baru saja melihat kondisi istri bagus di sana sehingga bagus menawari untuk ngopi di sini. Yang kebetulan di klinik, ada adik ipar dan mertuanya yang sudah berada di sana sewaktu istri bagus di bawak ke klinik bersalin. Jadi kami bisa menepi sejenak sambil merayakan kegembiraan Bagus.
 "Lihat Jiz, Le, burung - burungnya seperti mengerti kondisi hatiku hari ini. Mereka beterbangan ke sana, kemari. Sambil saling memburui satu sama lain."
 "Alhamdulillah Gus. Bearti Allah SWT. Begitu memberkahi hari ini. Dan sekali lagi selamat atas lahirnya jagoan kamu, sesuai apa yang kamu haraf - haraf kan beberapa bulan terakhir." Ucapku pelan.
 "Betul Gus. Ingat! Sudah saatnya tobat. Malu sama anak, kalo kelakuan belangsat hahha" tawa Leo spontan, diiringi tawa bagus.
 "Anjing memang." Upat Bagus sambil tertawa, menyikapi perkataan Leo yang ia ketahui bukan bermaksud menyinggung. Melainkan, hanya bercanda. Seperti biasanya, Leo yang paling tau caranya mencairkan suasana.
 "Hahha Anjing bilang Anjing, kan goblok haha."
 Mendengar bantahan Leo, aku dan Bagus makin terpingkal - pingkal tertawa di lantai 2 Cafe ini.
 "Sudah - sudah. Sama - sama Anjing, jangan saling ngomongin. Haha" ledekku untuk mereka berdua.
 "Haha - haha ..."
 Sudah pukul setengah dua siang, begitu cepat rasanya waktu hari ini. Sambil menyeruput kopi hitam buatan Barista Cafe yang sedari tadi memperhatikan kami bertiga di sudut bangunan lantai dua.
 "Ya sudah, ayo balik Jiz. Papa baru pasti kangen sama anaknya. Haha" ucap Leo.
 "Lah, jelas itu. Makanya kawin."
 " hus. Bacot! Nikah dulu baru kawin. Emang binatang haha" bantah Leo.
 Akhirnya kami bertiga kembali tertawa sambil menyeruput kopi. Di saat mau berdiri, hp kami bertiga berbunyi serentak.
 "Centeng" tanda ada pesan Whatsapp masuk bersamaan. Aku tidak terlalu menghiraukan pesan masuk itu begitupun Bagus. Sambil menampakkan kepuasan atas kebahagiaannya, Bagus mulai berjalan menuju ke Teler Cafe dan mulai mengeluarkan uang untuk membayar minuman yang kami minum. Diikuti aku yang berjalan di belakangnya dan Leo yang masih berdiri di belakang kursi yang ia duduki tadi.
 "Le, ayo." Ucapku.
 Leo tidak menggubris,  ia terlalu pokus memperhatikan Handphonenya. Dan perlahan memutar badan lalu berjalan mengarah kami yang masih berdiri menunggu dia. Bagus menepuk pundakku, kini raut wajahnya sedikit berubah. Sedikit agar datar, seperti telah terjadi sesuatu kabar yang tak ia sukai di terimanya.
 "Jiz. Buka Whatsapp kamu." Ucapnya pelan.
 Aku yang masih merasa heran pun bergegas mengeluarkan Handphone yang tadi sudah kumasukkan ke dalam kantung celana. Setelah keluar dan mulai kugeser layar ke bawah, maka terlihatlah chat Whatsapp masuk. Hampir 100 pesan di grup whatsapp telah masuk. Ku klik, dan akhirnya aku tau apa yang membuat Leo yang biasanya menjadi pecair suasana menjadi pendiam, dan Bagus yang semula melihatkan raut wajah bahagia menjadi datar.
  Sebuah kabar duka telah masuk ke Grup kami bertiga, sebuah bencana Gempa dengan skala 6.1 SR ( Skala Richter) telah melanda Pasaman Barat Sumatera Barat. Yang meluluhlantakan daerah itu, dan merobohkan banyak bangunan yang berada di skala terdekat titik gempa. Â
 Ku lirik Leo yang berdiri tidak jau dari keberadaan kami. Kulihat ia sedang menerima telepon dan tak lama setelah ia menerima telpon, ia bergegas mendekati kami dan berkata bahwa ada perintah harus merapat ke Mako pusat ACT sekarang. Sebuah tempat yang merupakan rumah kedua bagi kami setelah rumah sendiri. Mako (Markas Komando) meliputi kantor dan gudang perlengkapan kami, yang menjadi tempat kami untuk berlatih, atau sigap tanggap bencana. Dan perintah itu turun langsung dari Direktur kami yang menjabat pemimpin DERM ( Disaster Emergency and Recovery Management) pak Kusmayadi.
 "Biar aku dan Ajiz yang merapat. Kamu kembali ke Klinik untuk temani istri kamu saja Gus." Ucap Leo sambil meletakkan kembali handphonenya ke kantung celana.
 "Tidak. Kita tim. Ada perintah merapat, aku juga harus merapat Le." Bantah Bagus yang memang kutahu jiwa patriotnya di dunia relawan memang tidak terelakkan lagi. Ia juga banyak turun di kebencanaan sebagai tim Rescue ACT Pusat.
 "Baiklah. Kita merapat dulu ke Mako, masalah terjun ke lapangan atau tidak? Kita kembalikan ke komandan." Ucap leo kembali.
 "Baik" balas kami berdua serentak.
 Akhirnya kami yang seharusnya pulang ke rumah masing - masing pun, harus merapat ke Mako guna melaksanakan perintah merapat langsung ke Mako. Jarak Mako dengan keberadaan kami tidak terpaut jau, kira - kira hanya 10 KM. Dan kami dapat  tiba ke sana dengan jarak tempuh setengah jam bila kondisi jalanan tidak macet. Dan syukurnya sekarang masih siang, maka jalan ibu kota terlihat sedikit lunglay dan pas dengan keperluan kami yang ingin cepat sampai.
 Sesampainya ke Mako, ternyata semua mobil Rescue sudah di keluarkan dan di panaskan sembari di cek oleh ahli mekanik Mako. Aku, Bagus dan Leo pun berjalan menaiki tangga lantai 2 Mako dan ternyata sudah nampak juga kendaraan yang datang lebih dulu dari rekan tim kami yang lain. Seperti Doni, padil, riza dan Aris bila kami lihat dari beberapa kendaraan yang terparkir di depan mako.
 "Lama sekali baru muncul" ucap pak Ari.
 "Maaf pak." Ucap kami sambil menyalimi beliau.
 "Ya sudah masuk"  timbal Beliau sembari membuka pintu ruangan rapat tim Rescue.
 "Assalammuallahikum Ndan. Ini saya bawah yang ketinggalan." Ucap pak Ari.
 "Wa'allahikumussalam, baik pak Ari. Silakan duduk, kita sudah lama menunggu rekan - rekan semua" Sapa pak Kusmayadi pemimpin DERM.
 Setelah berjabatan tangan dengan orang - orang yang berada di ruang rapat, akhirnya kami bertiga pun duduk di kursi yang sudah di sediakan oleh staf DERM.
 Pak Kusmayadi menjelaskan secara gamblang situasi terkini yang di dapat dari rekan ACT kami di Pasaman. Dan diakhir penjelasannya, beliau mengatakan akan mengirim kami yang saat ini hadir untuk berangkat ke pasaman malam ini juga.
 Mendengar perintah itu, kami pun semangat sambil teriak ...
 "Siap"
 Tapi di ujung kalimat beliau berkata,
"Bagus, selamat atas kelahiran anak pertamanya. Saya dengar laki - laki. Wah semoga bisa menjadi lelaki tangguh seperti bapaknya. Mari kasih tepuk tangan dan ucapan selamat untuk rekan kita Bagus."
 "Selamat Gus." Sapa semua rekan yang berada di ruang rapat.
 "Alhamdulillah, terima kasih Ndan. Dan rekan - rekan semua."
 "Mengingat karena kamu baru mendapatkan keberkahan. Ibaratnya rezeki yang tiada duanya di dunia ini, maka di tugas kali ini kamu nggak usah berangkat dulu ya Gus." Sambung Beliau.
 Mendengar lanjutan perkataan Pak Kusmayadi, raut wajah Bagus yang semula bahagia menjadi sedikit datar seperti tidak menerima atas ucapan yang diucap oleh pak Kusmayadi.
 "Mohon maaf pak. Izin bila saya salah. Tapi saya Relawan Rescue pusat. Sudah seharusnya saya siap dan tanggap apabila terjadi bencana di Indonesia ini pak. Saya tidak akan begitu senang, duduk diam saja mendapati rekan - rekan tim saya yang biasanya bersama - sama turun ke lokasi bencana harus berjuang sendiri. Mohon maaf pak, saya minta untuk ikut turut diberangkatkan." Ucap Bagus spontan sambil berdiri dari kursinya. Aku dan Leo mencoba menenangkan Bagus dengan cara menyuruhnya kembali duduk.
 "Sudah duduk dulu Gus." Ucap Leo.
 "Ia Gus duduk dulu, kita dengar kelanjutan permintaan kamu kepada pak Komandan." Ucap bang Riksol selaku pemimpin tim Rescue.
 "Terima kasih, maaf bila saya salah" ucap Bagus setelah emosinya sedikit redah. Dan mulai kembali menduduki kursi.
 "Mohon maaf Komandan bila saya lancang. Coba, di pertimbangkan kembali keputusan komandan untuk tidak memberangkatkan Bagus." Ucap bang Riksol.
 Mendengar permintaan pemimpin Rescue diikuti permintaan Bagus yang begitu ingin terjun kelapangan membersamai tim Rescue, walau di satu sisi Istrinya baru saja melahirkan. Mungkin ini juga merupakan keputusan yang rumit bagi komandan DERM.
 "Baiklah. Bagus, coba sekarang telpon Hafiza. Video Call biar kita semua dapat melihat keadaan dia sekarang." Ucap pak Kusmayadi.
 "Baik pak." Sambil membuka pola kunci Handphone yang sedari tadi hanya terposisi mati / tidak dimainkan di atas meja. Setelah mencari no Whatsapp Hafiza, Bagus pun menelpon dia dengan Video Call. Tak menunggu lama Handphone pun di angkat. Dan ternyata yang mengangkatnya adalah Indri adik Ipar Bagus.
 "Mana embak kamu Ndri?" Tanya Bagus.
 "Sebentar mas. Embak masih menyusui Satya." Jawab Indri.
 "Tolong kasihkan Handphonenya ke embak kamu. Mas mau ngomong." Ucap Bagus kembali.
 Mendengar ucapan Bagus, lalu Indri memberikan Handphonenya ke Hafiza. Dan kebetulan Hafiza baru saja selesai melakukan kewajibannya dan meletakkan Satya yang sudah tertidur di sebelahnya. kami yang berada di ruangan pun bisa melihat secara langsung perkembangan ibu dan buah hatinya itu.
 "Mas lagi di mana?" Tanya Hafiza istri Bagus
 "Mas lagi di Mako."
 "Loh kok di Mako? Tadi bukannya pamit buat ngopi sama Leo dan Ajiz doang?" Ucap Hafiza heran.
 "Maafkan Mas lupa ngasih kabar. Tadi ada panggilan ke Mako. Ini mas, Leo, Ajiz, ada juga Doni, Padil, Riza, Aris, Umi, pak Ari, Bang Riksol dan Pak kusmayadi."
 "Ooo"
 "Halo Hafiza, bagaimana perkembangan kabarnya?" Tanya pak Kusmayadi.
 "Alhamdulillah baik pak. Dan sehat."
 "Alhamdulillah. Hm, ada siapa di sana Fiza?" Tanya pak kusmayadi lagi.
 "Ada Ibu dan bapak, kebetulan ada Indri dan juga temannya yang dari kemarin di sini pak."
 "Alhamdulillah."
 "Ada apa pak?" Tanya Hafiza balik.
 "Tidak apa - apa Fiza. Begini, kamu tau tidak informasi bahwa telah terjadi Gempa di Sumatera Barat?" Tanya pak Kusmayadi.
 "Belum tau pak. Emang kenapa?"
 "Begini Fiza, saya bermaksud ingin mengirim Bagus dan rekan - rekan Rescue kesana untuk membantu masyarakat yang terdampak di sana. Nah pertanyaannya? Apakah kamu memperbolehkan Bagus berangkat?"
 Mendengar pernyataan pak Kusmayadi, Hafiza terdiam sejenak. Dan di sana juga pak kusmayadi mengasih tunjuk ke monitor handphone yang sedang di pegangnya. Menunjukkan bahwa jawaban yang di sampaikan oleh Hafiza adalah sebuah keputusan yang juga sedang di tunggu di sini. Setelah kembali melihatkan monitor handphone yang sedang di pegang oleh beliau, sambil tersenyum pak kusmayadi kembali bertanya,
 "Bagaimana fiza? Jawaban kamu di tunggu di sini. Dan terkait boleh atau tidaknya, tidak akan menimbulkan konsuekensi buruk untuk Bagus. Terbilang sebenarnya saya sendiri sudah mengajukan untuk Bagus tidak usah berangkat dulu. Tapi ia kekeh untuk tetap ikut rekan - rekannya. Bagaimana Fiza?"
 "..."
 "Hm, maaf pak. Boleh saya berbicara dengan Bagus pak?" Tanya Hafiza pelan.
 "Baik silakan. Gus, Fiza ingin bicara." Sembari menyerahkan handphone Bagus yang di pegang Beliau kepada Bagus. Kami yang berada di ruang rapat hanya bisa menunggu keputusan Hafiza terkait setuju atau tidak untuk keberangkatan tugas Bagus.
 "Ia Za, bagaimana?" Tanya Bagus pelan sembari melihat wajah istrinya yang masih terbaring di tempat tidur ruang rawatnya. Yang di mana di sana juga berada Satya anak pertama mereka yang sedang tertidur pulas di sebelah Hafiza.
 "Mas hati - hati di sana. Hafiza dan Setya akan nunggu mas selesai tugas. Lagikan kita masih bisa Video Call an, kalo mas lagi istrirahat. Di sini juga ada bapak dan Ibu, Indri dan temannya. Ni bapak mau ngomong mas." Di berikannya handphone kepada pria paruh bayah yang mengenakan peci putih dengan rambut yang sudah kelihatan beruban yang kutahu adalah mertua dari Bagus.
 "Gus. Kalo kamu harus tugas? Bapak, Ibu dan Hafiza iklas kamu berangkat. Yang penting tetap hati - hati di saat menjalankan tugas. Bapak percaya, dan bangga sama kamu. Kami semua bangga. Apalagi terkait bencana. Bapak, ibu, Indri bahkan Hafiza juga tidak menghendakinya terjadi secepat ini. Apalagi di saat kita sedang bahagia - bahagianya medapati kabar kelahiran Satya. Tapi, itu sudah menjadi kewajiban kamu. Di saat ada bencana, kamu harus tanggap untuk merespon. Begitu Gus. Untuk Hafiza, tenang ada Bapak dan Ibu. Indri juga teman - temannya juga ada di sini. Lagikan paling 1 minggu atau 2 minggu Hafiza sudah boleh pulang. Jadi terima tugas kamu, tetap semangat. Berjuang demi kemanusiaan." Ucap mertua Bagus sambil tersenyum di layar monitor handphone.
 Mendengar ucapan dari Hafiza maupun Mertua Bagus. Kami yang berada di dalam Ruang rapat pun akhirnya lega. Dan tau, langkah apa yang akan diambil oleh pak Kusmayadi selaku pemimpin DERM. Setelah telpon selesai dan pak Kusmayadi mengiyakan untuk turut memberangkatkan Bagus ke Lokasi Bencana, membersamai rekan - rekan timnya di Rescue. Tak menunggu lama, semua di perbolehkan pulang untuk berpamitan. Setelah magrib maka Armada Rescue ACT pusat akan diberangkatkan dari Mako DERM Pusat.
 Dengan perasaan puas dan antusias menuju ke lokasi bencana malam hari nanti, akhirnya kami yang harus mempersiapkan pembekalan (pakaian) lebih dahulu pulang sambil berpamitan oleh keluarga yang akan di tinggalkan membersamai kemanusiaan.
***
[SpK]
(Depok, 31 Maret 2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H