Banyak langkah telah kau jalani
Luka hatimu, kami pun tak tahu
Kau selalu mencoba yang terbaik, untuk menjadikanmu lebih di hargai dalam keluarga
Sedihmu tak nampak
Namun air matamu pernah terpaksa jatuh
Kau yang ingin selalu dimengerti
Tapi anak - anakmu terlalu keras dengan pengetahuan mereka, sehingga mudah mematahkannya ucapanmu yang lebih dulu makan pahit asin dan asamnya dunia.
Senja baru saja berlalu
Esok, lusa, dan hari - hari pun akan terus berganti
Nampak benar kekuatanmu
Begitu hebat dan tak ada yang mengerti
Kau yang selalu di pandang hina, mencoba untuk tetap berdiri demi keluarga.
Aku saksi hidup, kau tak dihargai
Kebaikanmu hanya dianggap sampah! Terbuang, berlalu begitu saja
Suatu ketika, kita berdua perna datang ke sebuah pesta sanak family di kota
Kau begitu memaksa, mengajakku untuk ikut datang. karena aku yang baru saja pulang dari perantauan, dan ingin kau kenalkan dengan mereka. Kau pun bilang, "biar kamu tau susuran"
Kita berangkat berdua dengan motor butut milikku, Â yang baru saja kubeli dari teman
Menyusuri jalan berdua, seakan kita sudah melupakan tragedi masa lalu di mana dulu kata - kataku pernah menghancurkan perasaanmu
Sesampainya di pesta besar sanak family yang jauh di tengah kota. Kau ajak aku untuk masuk ke dalam, sembari memperkenalkan diriku dengan ahli rumah dan pihak penyambut tamu undangan
Kau sebut namaku, dan kau banggakan,
"Ini anakku, baru pulang dari rantau."
Seketika, mereka tersenyum menyambut dirimu dan aku. Tapi di belakangmu, kuperhatikan mereka berbisik! Walau kau pun tak sedikit terusik.
Hingga tiba masa yang aku tak enak hati, melihatmu terabaikan di keluarga besar yang begitu kau banggakan sendiri
Kau hanya mematung, Â di sudut rumah yang punya hajat. Menunggu ada yang datang, agar kau merasa untuk lebih akrab.
Namun tak ada! Tak ada yang mau, Â untuk sekedar duduk dan memenuhi hasratmu.
Kau lirik kiri, kau lirik kanan.
Keluarga besar ternyata nampak asing dalam pandangan
Hingga akhirnya kau mengajakku pulang, dan aku lekas menurut sambil menahan rasaku. Iba hatiku, Â melihat kau sendiri teracuhkan. Tidak ada yang mau mengajakmu bicara, padahal kita datang jau dari tengah rimba.
Apakah ada yang menanyakan kabarmu? tentang kita? Apakah keluarga kita sehat?
Tidak! Mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri.
Kusimpan emosiku! Â Ku tahan, tapi aku lega akhirnya kita pulang.
Karena kutahu,
di sana bukan tempat kita.
....
Tetaplah jadi lelaki hebat.
Maaf, aku yang tak pernah bisa untuk berterus terang.
Bapak.
__SpK
(Tangerang, 12 November 2021)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI