Mohon tunggu...
Idris Frenagen
Idris Frenagen Mohon Tunggu... Seniman - Bachelor of Law

I can do all this through Him who gives me strength

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak Ketergantungan Impor BBM terhadap Perekonomian Indonesia

11 Maret 2019   11:57 Diperbarui: 11 Maret 2019   11:59 1946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam paham ekonomi neoliberal, hubungan kerja sama antar aktor memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan, seperti halnya dalam kerja sama bilateral antara Indonesia dan Singapura. 

Tujuan kerja sama itu adalah untuk memajukan perekonomian kedua negara tersebut melalui produksi minyak. Semakin tingginya laju pertumbuhan ekonomi, kebutuhan akan energi dunia akan meningkat. 

Namun, dengan keterbatasan baik di bidang teknologi pun sumber daya manusia, Indonesia tidak dapat memproduksi sesuai dengan kebutuhan minyak olahan. 

Kondisi ini membuat Indonesia sangat bergantung terhadap impor minyak olahan dari Singapura. Sementara, Singapura tidak bergantung pada minyak mentah hasil eksplorasi Indonesia, sehingga terjadi dependensi. Ketergantungan Indonesia terhadap BBM yang berimplikasi negatif terhadap perekonomian Indonesia.


Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa neraca perdagangan hasil minyak olahan Indonesia tahun 2018 mengalami defisit 23,52 juta ton atau terbesar dalam empat tahun. Saat ini total penyediaan energi primer Indonesia dipasok oleh minyak sekitar 41% yang digunakan untuk sektor transportasi 60% sebagai konsumsi energi minyak tertinggi. 

Defisit yang terjadi ini harus dipenuhi pemerintah melalui kebijakan impor BBM agar ketersediaan tetap stabil. Namun dengan hal tersebut, berimplikasi ketergantungan akan impor BBM, sehingga mengancam kedaulatan energi nasional. 

Dengan ketergantungan impor BBM ini, menimbulkan kerugian yang signifikan, karena banyak pengeluaran untuk belanja minyak olahan, membuat keuangan negara mengalami  defisit dan merasa kesulitan, sehingga memicu pemerintah untuk menambah koleksi utang luar negeri. 

Apabila utang luar negeri meningkat, maka akan menjadi pemantik inflasi menguak pun ketergantungan impor juga akan terus "menghantui" nilai pergerakan rupiah dan kesehatan keuangan negara.

Dampak buruk lainnya, menurut Berly Martawardaya  sebagai direktur Institute For Development of Economy and Finance (INDEF) "Akibat dari ketergantungan impor BBM ini, hampir mencapai 41% dari konsumsi BBM yang akan memperparah kondisi perekonomian, terkhusunya di sektor migas yang cenderung mengalami defisit akibat investasi migas yang anjlok, kebutuhan energi juga diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai 2,7 juta Barel oil ekuivalen pada tahun 2024. Berly (Direktur INDEF) menilai selama ini kebijakan subsidi yang dititipkan pada keuangan Pertamina akan mempengaruhi kinerja Badan Usaha Minilik Negara (BUMN) tersebut".

Dalam pencanangan kedepan, pemerintah perlu menyiapkan anggaran sebesar US$200 Juta (sekitar 2,3 Trilliun) per hari. Dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan BBM sebanyak 2,2 juta barel setiap hari pada 2020 (sumber : website Kementerian Perindustrian Republik Indonesia). 

Tingginya harga minyak dunia juga kerap kali mempersulit tindakan pemerintah dalam menjembatani permasalahan konsumsi BBM, sehingga mau tidak mau, pemerintah harus ambil alih, bahwa impor BBM harus memang tetap dilaksanakan, implikasinya adalah membuat harga BBM melonjak naik sebagai akibat dari kebijakan pemerintah (administered price). 

Sebagai negara pengimpor minyak, dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, maka kondisi ini akan memperlemah ekonomi nasional serta Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). 

Di sisi supply yang kurang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara mandiri, tidak seimbang dengan demand atau kebutuhan masyarakat akan BBM itu sendiri. Kenaikan harga BBM tentunya berpengaruh terhadap berbagai sisi kehidupan ekonomi masyarakat dan secara lebih luas artinya berdampak pada makro ekonomi Indonesia. 

Dengan hal tersebut, akan mempunyai pengaruh eksponensial yang pada gilirannya akan dirasakan oleh lapisan masyarakat  secara umum, terutama masyarakat lapisan menengah ke bawah, khususnya masyarakat miskin dan setengah miskin (near poor).


Dengan permasalahan ketergantungan impor BBM ini, seharusnya pemerintah dapat melakukan trobosan seperti pembangunan kilang baru yang harus diintegrasikan dengan strategi Pertamina Sektor Hulu yang berekspansi ke luar negeri dengan mengakuisisi lapangan-lapangan produksi luar negeri, mengingat pembuatan kilang minyak di wilayat territorial Indonesia masih belum mampu untuk menjawab persoalan ini. 

Kemudian dengan melakukan ekspansi keluar negeri diharapakan dapat mendukung dan memperkuat ketersediaan minyak mentah untuk diolah di kilang-kilang Pertamina. 

Dengan strategi ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada BBM impor khsusunya. Sebaliknya, Pertamina juga menggunakan peran vitalnya dengan cara mengoptimalisasikan energy alternative yang mengandalkan Crude Palm Oil (CPO). CPO akan diolah melalui teknologi Co-Processing dan hasil akhirnya menjadi "Green Gasolin"atau bahan bakar ramah lingkungan. Lewat BBM alternatif ini Pertamina bisa menekan impor minyak sebanyak 7360 Barel per hari atau sekitar 160 juta dollar Amerika Serikat (AS) dalam satu tahun (sumber : akun youtube KompasTV Makassar Channel 23UHF dipublikasikan tanggal 28 Desember 2018). Dengan demikian, cara tersebutlah yang patut untuk diintegrasikan sebagai pemantik meminimalisasi ketergantungan impor BBM.***

Sumber Video Youtube : IDX Channel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun