Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Menguatkan Deep Learning

1 Februari 2025   00:59 Diperbarui: 1 Februari 2025   00:59 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI UNTUK MENGUATKAN DEEP LEARNING*

Oleh IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)

Menggunakan jargon "Pendidikan Bermutu untuk Semua", Kemendikdasmen berupaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Salah satunya dengan mendorong guru-guru mengimplementasikan pembelajaran mendalam (deep learning). Gaung deep learning sudah memenuhi ruang diskusi di media sosial. Sebagai hal yang baru, tentunya ada yang pro, kontra, bahkan apatis dalam menyikapi hal tersebut.

Deep learning adalah pendekatan pembelajaran yang mendorong murid berpikir bukan hanya hapal materi, tapi mampu memahaminya, mampu berpikir kritis, dan  mampu menyelesaikan masalah dalam suasana pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Oleh karena itu, melalui deep learning, kreativitas murid harus terus diasah, dan dikembangkan. Hal ini penting sebagai bekal kompetensi abad 21 dan menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks dan sulit diprediksi.

Implementasi deep learning ditopang oleh 3 hal, yaitu; 1) mindful (berkesadaran), 2) meaningful (bermakna), dan 3) enjoyful (menyenangkan). Dalam konteks National Pedagogies for Deep Learning (Michael Fullan, Joanne Quinn, and Joanne McEachen, 2018), hasil yang diharapkan adalah tercapainya 6 kompetensi (6C) global, yaitu 1) Karakter, 2) Kewarganegaraan, 3) Kolaborasi, 4) Komunikasi, 5) Kreativitas, dan 6) Berpikir Kritis.

Sedangkan dalam konteks Indonesia (Kemendikdasmen), ada 8 kompetensi atau profil lulusan yang diharapkan melalui deep learning, yaitu 1) Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME, 2) Kewargaan, 3) Penalaran Kritis, 4) Kreativitas, 5) Kolaborasi, 6) Mandiri, 7) Kesehatan, dan 8) Komunikasi. Berdasarkan hal tersebut, 6 kompetensi global tetap diadposi, ditambah 2 kompetensi khas yaitu keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME karena Indonesia adalah negara yang berfalsafah Pancasila dan kesehatan untuk menyiapkan generasi emas 2045.

Dalam sebuah kelas, idealnya, setiap murid aktif, bersemangat, dan antusias saat mengikuti proses pembelajaran. Idealanya, dalam proses pembelajaran, ruang kelas ramai, menjadi sarana untuk berdiskusi, berbagi pendapat, mengeksplorasi gagasan setiap murid, dan mengembangkan kreativitasnya, tetapi faktanya kelas kadang sepi. Guru saja yang sibuk menjelaskan materi di depan kelas. Murid hanya duduk dan diam mendengarkan penjelasan guru. Bahkan ada yang terantuk-antuk dan kurang memiliki motivasi belajar. Saat guru menawarkan ada murid yang mau bertanya, hanya ada 1 atau 2 murid yang bertanya, dan biasanya itu-itu saja orangnya. Kalau kondisinya demikian, bagaimana pembelajaran mau deep learning?

Mewujudkan deep learning bukanlah proses yang ujug-ujug. Ada hal yang harus diperhatikan oleh guru. Diantaranya adalah kemampuan awal, kesulitan belajar, minat, dan kondisi psikologis murid. Murid pun memiliki gaya belajar masing-masing. Oleh karena itu, cara dan strategi pembelajaran tidak bisa disamaratakan kepada semua murid. Inilah yang disebut sebagai pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang berpusat pada murid, mempertimbangkan keunikan, gaya belajar, kemampuan awal peserta didik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru menerapkan beragam metode, sumber belajar, media, dan asesmen. Hal ini memang tidak mudah. Salah satu tantangannya, misalnya jumlah murid yang banyak dan beragamnya kebutuhan belajar murid.

Berdasarkan hal tersebut, maka asesmen awal (diagnostik) menjadi hal perlu dilakukan oleh guru. Tujuannya untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi serta kebutuhan belajar murid. Dari hasil asesmen diagnostik tersebut, guru dapat menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan.

Asesmen diagnostik terdiri dari dari asesmen diagnostik kognitif dan asesmen diagnostik nonkognitif. Asesmen diagnostik kognitif tujuannya untuk mengetahui dan mengidentifikasi kemampuan awal dan kesulitan belajar murid. Instrumen yang digunakan misalnya pre tes, tanya jawab, atau kuis.

Asesmen nondiagnostik bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi psikologis dan latar belakang murid. Instrumen yang bisa digunakan misalnya wawancara dengan yang bersangkutan, wawacara dengan orang tua/wali murid, studi dokumentasi, atau observasi. Dalam melakukan asesmen diagnostik nonkognitif, guru kelas atau guru mata pelajaran dapat bekerjasama dengan guru BK atau wali kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun