Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan, Penulis Buku Kajian Pancasila Kontemporer)
Salah satu program yang muncul sejalan dengan implementasi kurikulum merdeka pada jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA/SMK yang dimulai tahun pelajaran 2021/2022 adalah Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Merujuk kepada panduan pengembangan P5 yang dibuat oleh Kemendikbudristek (revisi 2024), profil pelajar Pancasila adalah "Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila." P5 adalah upaya untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia yaitu mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila.
Projek penguatan profil pelajar Pancasila merupakan pembelajaran kolaboratif lintas disiplin ilmu (lintas aspek perkembangan untuk jenjang PAUD). Projek penguatan profil pelajar Pancasila bertujuan mendekatkan pembelajaran dengan kehidupan nyata.
Oleh karena itu, pelaksanaannya harus kontekstual dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya satuan pendidikan dan peserta didik. Projek penguatan profil pelajar Pancasila dirancang terpisah dari intrakurikuler dan berfokus untuk melihat proses, yaitu pengalaman peserta didik saat menjalani proses pengamatan, pengambilan data, pengolahan, eksekusi, evaluasi, dan refleksi.
Pada P5 dikembangkan 6 dimensi, yaitu (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, (2) Berkebinekaan global, (3) Bergotong-royong, (4) Mandiri, (5) Bernalar kritis, dan (6) Kreatif. Beberapa kalangan, khususnya pakar pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan pendidikan karakter mempertanyakan alasan mengapa 6 dimensi ini yang muncul. Bukankah ada nilai-nilai lain yang lebih relevan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi bangsa?
Hal ini memang bersifat debatable, karena setiap orang punya pola pikir dan sudut pandang maisng-masing. Walau demikian, jika merujuk kepada panduan pengembangan P5, diharapkan pelajar Indonesia memiliki kompetensi untuk menjadi warga negara yang demokratis serta menjadi manusia unggul dan produktif di Abad ke-21 dan revolusi industri 4.0. Mungkin itu pertimbangan 6 dimensi tersebut dimunculkan menjadi kompetensi pelajar Pancasila.
Selain dikembangkan 6 dimensi, pada P5 juga dikenal ada tema-tema yang bisa menjadi pilihan. Tema proyek P5 pada jenjang PAUD ada 4, yaitu (1) Aku Sayang Bumi, (2) Aku Cinta Indonesia, (3) Kita Semua Bersaudara, dan (4) Imajinasi dan Kreativitasku. Tema proyek P5 pada jenjang SD/SDLB/ MI, SMP/SMLB/MTs, SMA/SMALB/MA, SMK/SMKLB/MAK, dan sederajat sebanyak 7 tema, yaitu (1) Gaya Hidup Berkelanjutan, (2) Kearifan Lokal, (3) Bhinneka Tunggal Ika, (4) Bangunlah Jiwa dan Raganya, (5) Suara Demokrasi, (6) Kewirausahaan, dan (7) Rekayasa Teknologi. Khusus untuk SMK ditambah tema Kebekerjaan. Â
Tema-tema tersebut dipilih dan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan kondisi sekolah masing-masing. Jumlahnya 1 s.d. 2 atau 3 tema dalam 1 tahun ajaran. Sekolah diberikan keleluasaan dalam melaksanakan P5, yaitu; (1) setiap hari selama 2 JP setelah jam pelajaran selesai, (2) 1 hari tertentu pada setiap minggu, dan (3) menggunakan sistem blok. P5 dilaksanakan selama waktu tertentu. Guru tidak melaksanakan pembelajaran karena peserta didik fokus mengerjakan proyek dan guru membimbing peserta didik dalam pelaksanaannya.
Tujuan dari P5 pada dasarnya bagus, yaitu untuk mewujudkan manusia Indonesia yang pancasilais. Tetapi pelaksanaannya tidak seindah di atas kertas. Sekolah banyak yang masih bingung bagaimana cara melaksanakan P5. Akibatnya, banyak terjadi miskonsepsi.
P5 dipahami dan dilaksanakan sebagai kegiatan yang orientasinya menghasilkan karya dan diakhiri dengan gelar karya dalam bentuk pameran atau pentas seni. Bahkan karya atau hasil proyek peserta didik dilombakan. P5 seolah identik dengan mata pelajaran prakarya, seni, atau terkesan menjadi pembelajaran berbasis proyek. Peserta didik sibuk mengerjakan proyek, sedangkan nilai-nilai Pancasilanya kurang tertanam dan dikuatkan ke dalam jiwa peserta didik. Padahal, substansi P5 adalah penguatan karakter, bukan berorientasi kepada produk atau hasil, tetapi kepada proses.