Mengapa demikian? karena modal sukses di masa depan bukan hanya pengetahuan dan sederet angka-angka dalam buku rapor dan ijazah, tetapi juga karakter. Misalnya, dalam dunia kerja, pihak perusahaan atau pihak yang memerlukan pekerja bukan hanya memerlukan karyawan yang memiliki pengetahuan dan terampil, tetapi juga memiliki karakter yang baik. Oleh karena itu, perusahaan melakukan psikotest, wawancara, dan menelusuri rekam jejak media sosialnya agar mendapatkan informasi yang holistik terkait pelamar.
Hal inilah yang perlu diwanti-wanti kepada peserta didik agar menggunakan media sosial secara hati-hati dan bertanggung jawab karena bisa yang bersangkutan bagus pada nilai-nilai akademik, tetapi dia bisa tidak terpilih karena rekam jejaknya yang kurang baik dalam pandangan pihak perusahaan tempatnya melamar. Bukan hanya dalam konteks melamar pekerjaan, saat seseorang membangun usaha sendiri pun, karakter tangguh mutlak diperlukan karena memulai usaha tidak otomatis langsung berhasil. Ada yang jatuh bangun, rugi, bangkrut, hingga suatu saat dia berhasil. Intinya, di situ perlu ada resiliensi, ketangguhan, kreativitas, dan inovasi yang dimiliki oleh seorang wirausahawan.
Contoh di atas hanya sekelumit gambaran terkait pentingnya karakter, karena karakter adalah "mata uang" yang berlaku pada semua bidang kehidupan. Proses transfer ilmu pengetahuan dan transformasi nilai-nilai karakter di satuan pendidikan dilakukan dalam proses pembelajaran yang bermakna.Â
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang berdampak terhadap peserta didik. Pengetahuan bukan untuk dihapal, tetapi untuk dipahami dan dipraktikkan dalam kehidupan. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik.
Pembelajaran kontekstual, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran menyibak (inquiry) dan menemukan (discovery), atau pembelajaran berbasis proyek bisa menjadi alternatif bagi guru untuk memberikan pengalaman pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran disebut menyenangkan jika ada partisipasi aktif dari peserta didik.Â
Sedangkan pembelajaran disebut bermakna jika ada internalisasi nilai-nilai kebaikan dan berdampak terhadap peserta didik. Selain itu, tipe-tipe pembelajaran tersebut juga dapat membangun kemampuan berpikir kritis (critical thinking) dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill).
Guru adalah ujung tombak pelaksanaan kurikulum. Sebaik apapun konsep kurikulum, kuncinya ada pada guru. Jika guru mampu memahami dan mengimplementasikannya dengan baik, maka tujuan kurikulum akan tercapai. Sebaliknya, jika guru kurang cakap dalam memahami dan mengimplementasikannya, maka tujuan kurikulum akan sulit tercapai.
Kurikulum bukan hanya sekadar tumpukan kertas dan menjadi dokumen mati. Kurikulum harus hidup dan dihidupkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Kurikulum Merdeka yang saat ini diimplementasikan oleh pemerintah membuka ruang bagi guru untuk menghidupkan kurikulum melalui pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Pembelajaran berdiferensiasi atau pembelajaran yang disesuaikan dengan minat, kebutuhan, dan gaya belajar peserta didik adalah bentuk layanan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik.
Selain itu, guru diharapkan tidak terlalu terpaku kepada dokumen kurikulum. Tidak memandang dokumen kurikulum seperti kitab suci yang sama sekali tidak boleh dikritisi atau dianalisis lebih lanjut. Mereka diharapkan dapat berimprovisasi, bersikap out of the box, menyesuaikan materi pelajaran, strategi pembelajaran dan cara menilai hasil menilai hasil belajar peserta didik dengan konteks lingkungan, latar belakang, dan kebutuhan peserta didik.
Inilah sejatinya kurikulum yang memberdayakan guru. Guru yang berdaya akan mampu melaksanakan dan mengembangkan pembelajaran dengan baik. Mengajar penuh dengan suka cita dan penuh kepercayaan diri. Baginya, mengajar di kelas bukan hanya sekadar menyampaikan materi, tetapi juga sebuah show yang menghibur dan menyenangkan baik bagi dirinya maupun bagi para peserta didiknya.
Guru yang berani tampil beda jangan dianggap sebagai bentuk penolakan dan pembangkangan terhadap pakem yang ada. Justru mereka adalah tipe guru yang tidak ingin tampil biasa-biasa saja. Mereka memiliki otonomi sendiri dalam mengajar. Sepanjang penampilan bedanya tersebut membuat pembelajaran menjadi lebih efektif, guru perlu diberikan kesempatan untuk terus mengembangkan ide-ide baru. Dengan demikian, dia akan memberikan warna-warna baru dalam pembelajaran.