Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menjadi Guru yang Bergerak dan Berdampak

27 Februari 2024   00:54 Diperbarui: 27 Februari 2024   12:16 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Skenario pembelajaran yang ditulis pada RPP yang sekarang disebut Modul Ajar (MA) bukan harga mati. Dokumen tersebut hanya sebagai panduan yang bersifat fleksibel. 

Guru dapat menyesuaikannya dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi. Intinya, mengajar selain sebagai sebuah ilmu yang bisa dipelajari, juga sebagai sebuah seni dan bersifat unik. 

Setiap guru bisa beda cara mengajarkan sebuah materi walau menggunakan metode yang sama, tapi karakter dan taste-nya berbeda. Dengan demikian, mengajar adalah masalah gaya dan rasa. Bukan hanya soal-soal sintaks dan langkah-langkah pembelajaran yang disusun dengan kaku.

Ibarat koki di restoran, setiap koki bisa memasak menu yang sama tetapi cara memasaknya yang berbeda. Ada yang cara masaknya standar, ada yang atraktif, bahkan dengan gaya yang berbeda dari yang lain. Apapun cara dan gaya yang digunakan untuk memasak, yang penting masakan yang dihasilkan enak. 

Konsumen atau pengunjung restoran tidak peduli bagaimana cara koki memasak, tetapi bagaimana mutu dan rasa masakan yang dihasilkannya. Apakah rasanya enak dan sesuai dengan selera atau tidak? Begitu pun dengan murid. 

Mereka tidak peduli seberapa detil dan seberapa tebal RPP/MA yang disusun oleh gurunya. Hal yang mereka pedulikan adalah bagaimana cara guru mengajarkan materinya. Apakah materinya bisa dipahami atau tidak? 

Inilah seninya menjadi guru sebagai "koki" pembelajaran yang harus bisa menerjemahkan keinginan pelanggannya dan menyajikan makanan yang sesuai selera mereka. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun