Skenario pembelajaran yang ditulis pada RPP yang sekarang disebut Modul Ajar (MA) bukan harga mati. Dokumen tersebut hanya sebagai panduan yang bersifat fleksibel.Â
Guru dapat menyesuaikannya dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi. Intinya, mengajar selain sebagai sebuah ilmu yang bisa dipelajari, juga sebagai sebuah seni dan bersifat unik.Â
Setiap guru bisa beda cara mengajarkan sebuah materi walau menggunakan metode yang sama, tapi karakter dan taste-nya berbeda. Dengan demikian, mengajar adalah masalah gaya dan rasa. Bukan hanya soal-soal sintaks dan langkah-langkah pembelajaran yang disusun dengan kaku.
Ibarat koki di restoran, setiap koki bisa memasak menu yang sama tetapi cara memasaknya yang berbeda. Ada yang cara masaknya standar, ada yang atraktif, bahkan dengan gaya yang berbeda dari yang lain. Apapun cara dan gaya yang digunakan untuk memasak, yang penting masakan yang dihasilkan enak.Â
Konsumen atau pengunjung restoran tidak peduli bagaimana cara koki memasak, tetapi bagaimana mutu dan rasa masakan yang dihasilkannya. Apakah rasanya enak dan sesuai dengan selera atau tidak? Begitu pun dengan murid.Â
Mereka tidak peduli seberapa detil dan seberapa tebal RPP/MA yang disusun oleh gurunya. Hal yang mereka pedulikan adalah bagaimana cara guru mengajarkan materinya. Apakah materinya bisa dipahami atau tidak?Â
Inilah seninya menjadi guru sebagai "koki" pembelajaran yang harus bisa menerjemahkan keinginan pelanggannya dan menyajikan makanan yang sesuai selera mereka. Wallaahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H