Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menjadi Guru yang Bergerak dan Berdampak

27 Februari 2024   00:54 Diperbarui: 27 Februari 2024   12:16 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru penggerak. (KOMPAS/HERYUNANTO)

Oleh: IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan)

Program Guru Penggerak sebagai salah satu paket Kebijakan Merdeka Belajar yang digulirkan oleh Kemendikbudristek sejak tahun 2021 bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. 

Guru-guru yang berkeinginan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pemimpin mendaftar ke program tersebut. Untuk mendaftar CGP, para guru wajib mengikuti serangkaian seleksi, mulai dari mengisi dan mengunggah data-data administrasi, mengisi essai, melaksanakan simulasi mengajar, dan wawancara. 

Para pendaftar yang lolos kemudian mengikuti pendidikan dan pelatihan selama beberapa bulan. Pendidikan CGP awalnya 9 bulan kemudian diubah menjadi 6 bulan.

Program Guru Penggerak bertujuan untuk menghasilkan guru yang mentransformasikan dirinya menjadi guru yang bergerak, tergerak, dan menggerakkan. Selain itu, sebagai guru yang bisa menjadi contoh dan pelopor perubahan di lingkungan tempatnya bekerja dan komunitas profesionalnya. 

Utamanya menjadi guru yang berdampak terhadap anak-anak didiknya. Kehadirannya di ruang kelas selalu dirindukan karena mampu mengelola kelas dengan baik dan cara mengajarnya yang mudah dipahami oleh peserta didik. 

Kompetensi dan pengalaman yang didapatkan oleh seorang CGP dalam diklat harus diimplementasikan dalam pembelajaran yang berpihak kepada murid, karena tujuan pembelajaran adalah murid, murid, dan murid.

Dalam program guru penggerak, selain CGP juga ada Pengajar Praktik (PP). PP bertugas untuk mendampingi CGP dan menjadi teman diskusi dalam berbagai tugas dan aktivitas pelatihan CGP. PP idealnya harus bisa memberikan saran, masukan, dan arahan kepada CGP terkait dengan tugas yang dikerjakannya. 

Dalam pandangan saya, baik CGP maupun PP adalah pelaku pendidikan yang sama-sama ingin berpartisipasi dan berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan, walau dengan peran yang berbeda.

Kolaborasi antara CGP dan PP diharapkan bisa berdampak dan terefleksikan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran ideal adalah pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. 

Pembelajaran disebut menyenangkan jika peserta didik terlibat aktif selama proses pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran berlangsung secara komunikatif dan interaktif. Sedangkan sebuah pembelajaran disebut bermakna jika pembelajaran tersebut berdampak terhadap peserta didik. 

Saya kira dalam pendidikan guru penggerak pun kedua hal tersebut juga ditekankan. Tinggal guru mengimplementasikannya dengan sebaik-baiknya.

Pembelajaran yang menyenangkan akan bisa dilakukan oleh guru yang menyenangkan. Sosok guru yang menyenangkan akan bisa terwujud jika dia melakukan pekerjaannya disertai dengan passion (kegairahan) dan mencintai profesinya. 

Guru yang menyenangkan pun tidak lepas dari pengaruh internal (dalam diri) dan eksternal. Pengaruh internal misalnya motivasi kerja dan kepuasan kerja. 

Sedangkan pengaruh eksternal misalnya pola komunikasinya dengan pimpinan, rekan kerja, peserta didik, dan lingkungan sekitar. Kadang, faktor kondisi keluarganya pun memengaruhi kinerja dan passion guru dalam mengajar.

Untuk menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan peserta didik, guru harus bisa hadir di hati peserta didik. Lalu, bagaimana caranya agar guru bisa hadir di hati peserta didik? 

Menurut saya, caranya adalah guru harus memancarkan rasa welas dan asih. Peserta didik akan merasakan mana guru yang hanya menyampaikan materi ajar dan mana guru yang selain mentransfer ilmu, juga mentranformasikan karakter dan nilai-nilai kebaikan melalui sikap welas dan asih. 

Dari cara mengajar, cara berinteraksi, dan cara memperlakukan anak didik. Kadang hal tersebut tidak dapat digambar secara gambling oleh anak didik, tetapi secara psikologis terasa sentuhan dan kasih sayang guru terhadap mereka.

Ibarat seorang konduktor, guru harus "mengorkestrasi" pembelajarannya supaya menarik. Tidak ada model, metode, dan teknik yang paling tepat atau unggul yang bisa dilakukan oleh guru dalam berbagai situasi dan kondisi. 

Model atau metode tersebut pasti ada plus minusnya. Model atau metode pembelajaran yang tepat adalah metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat itu.

Skenario pembelajaran yang ditulis pada RPP yang sekarang disebut Modul Ajar (MA) bukan harga mati. Dokumen tersebut hanya sebagai panduan yang bersifat fleksibel. 

Guru dapat menyesuaikannya dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi. Intinya, mengajar selain sebagai sebuah ilmu yang bisa dipelajari, juga sebagai sebuah seni dan bersifat unik. 

Setiap guru bisa beda cara mengajarkan sebuah materi walau menggunakan metode yang sama, tapi karakter dan taste-nya berbeda. Dengan demikian, mengajar adalah masalah gaya dan rasa. Bukan hanya soal-soal sintaks dan langkah-langkah pembelajaran yang disusun dengan kaku.

Ibarat koki di restoran, setiap koki bisa memasak menu yang sama tetapi cara memasaknya yang berbeda. Ada yang cara masaknya standar, ada yang atraktif, bahkan dengan gaya yang berbeda dari yang lain. Apapun cara dan gaya yang digunakan untuk memasak, yang penting masakan yang dihasilkan enak. 

Konsumen atau pengunjung restoran tidak peduli bagaimana cara koki memasak, tetapi bagaimana mutu dan rasa masakan yang dihasilkannya. Apakah rasanya enak dan sesuai dengan selera atau tidak? Begitu pun dengan murid. 

Mereka tidak peduli seberapa detil dan seberapa tebal RPP/MA yang disusun oleh gurunya. Hal yang mereka pedulikan adalah bagaimana cara guru mengajarkan materinya. Apakah materinya bisa dipahami atau tidak? 

Inilah seninya menjadi guru sebagai "koki" pembelajaran yang harus bisa menerjemahkan keinginan pelanggannya dan menyajikan makanan yang sesuai selera mereka. Wallaahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun