Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Murid Kena Mental Saat Belajar, Tanda Belum Optimalnya Pembelajaran Berdiferensiasi

12 Januari 2024   16:34 Diperbarui: 13 Januari 2024   01:45 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa belajar bersama. Sumber: Grid.id/Agung Pandit Wiguna

MURID KENA MENTAL SAAT BELAJAR, TANDA BELUM OPTIMALNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Asesmen Diagnostik dan Pembelajaran Berdiferensiasi)

Seorang ibu curhat bahwa anaknya yang masih duduk di kelas I SD pada hari tertentu tidak mau sekolah karena mental. Anaknya tidak bisa bahasa Inggris sehingga dia menjadi malas belajar dengan gurunya sekaligus malu terhadap teman-temannya yang mungkin lebih lancar bahasa Inggris dibandingkan dengan dirinya.

Kalau seorang murid sudah bad mood terhadap gurunya, bukan hal yang mudah untuk memulihkannya. Walau pun guru menggunakan beragam cara, metode, atau strategi saat mengajar, saat muridnya sudah bad mood, maka suasana pembelajaran akan kurang nyaman. Bad mood itu kadang muncul bukan hanya akibat guru yang kurang mampu menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak, tetapi juga akibat karakter pribadi guru yang kurang membuat murid nyaman. Misalnya guru terkesan galak, kaku, kurang ramah, atau suka melabeli negatif murid tertentu yang lambat memahami materi.

Menurut saya, ada beberapa hal fundamental yang perlu dipahami oleh guru dalam konteks pembelajaran. Pertama, murid tidak akan mau belajar dari guru yang tidak disukainya. Sehebat apapun guru menyusun rencana pembelajaran atau bahan ajar, kalau muridnya sudah tidak suka terhadap personal gurunya, maka dia sulit untuk aktif dalam proses pembelajaran. Kalau pun dipaksanakan ikut, hal tersebut lebih kepada sekadar menggugurkan kewajibannya sebagai murid.

Kedua, murid tidak peduli seperti apa rencana pembelajaran dan bahan ajar yang disusun oleh gurunya. Hal yang diperlukan murid pada level apapun hanya suasana pembelajaran yang membuat mereka nyaman dari seorang guru yang ramah, bersahabat, menyenangkan, dan penjelasannya mudah dipahami. Peran guru di sekolah bukan hanya sebagai sumber dan fasilitator pembelajaran, tetapi juga sebagai orang tua kedua dan sebagai sahabat bagi murid-muridnya.

Semangat kurikulum merdeka adalah guru dapat memfasilitasi pembelajaran yang berpihak kepada murid agar terwujud kesejahteraan murid (student wellbeing). Berdasarkan kepada hal tersebut, maka guru diharapkan dapat mendesain dan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan awal, gaya belajar, minat, dan kebutuhan mereka.

Sebelum guru melakukan pembelajaran berdiferensiasi, ada "pintu gerbang" yang harus dilalui, yaitu asesmen diagnostik yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal, kesiapan belajar, gaya belajar, minat, dan karakteristik.

Asesmen diagnostik terdiri dari asesmen diagnostic kognitif dan asesmen diagnostik non-kognitif.  Asesmen diagnostik kognitif bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal atau kesulitan peserta didik sebelum mempelajari materi tertentu. Bentuknya misalnya pre-test, tanya jawab, kuis, atau games. Sedangkan asesmen diagnostik kon-kognitif bertujuan untuk mengetahui latar belakang sosio-psikologis murid. Bentuknya bisa tanya jawab, wawancara, angket, observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, penilaian orang tua, atau studi dokumentasi. Dalam melakukan asesmen diagnostik, guru dapat bekerjasama dengan wali kelas, guru BK, atau psikolog.

Saat ada murid yang kena mental, takut, atau malas lagi belajar, maka guru sebaiknya melakukan refleksi. Apa yang salah, apa yang kurang, atau apa yang belum optimal dengan pembelajaran telah dilakukan? Identifikasi penyebabnya dan cari alternatif solusinya. Guru pun harus memberikan treatment khusus kepada murid yang kenal mental tersebut, karena kalau diabaikan, bisa berdampak negatif terhadap murid. Dia bisa semakin tertinggal pelajaran atau motivasi belajarnya semakin menurun.

Langkah yang dilakukan bisa bicara empat mata dengan murid tersebut, dialog dengan orang tua/wali murid, atau diskusi dengan wali kelasnya. Mungkin saja murid tersebut kena mental bukan hanya pada satu guru atau pada satu mata pelajaran tertentu, tetapi mengalaminya pada beberapa guru atau beberapa mata pelajaran tertentu. Bisa juga terjadi ada beberapa murid yang kena mental terhadap guru yang sama atau mata pelajaran yang sama.

Walau bisa dilakukan secara berkelompok, pembelajaran berdiferensiasi lebih condong kepada pembelajaran individual. Diibaratkan koki pada sebuah restoran, guru harus membuat masakan (bahan ajar) dan menyajikannya (strategi pebelajaran) sesuai dengan pesanan dan selera (kesiapan belajar) konsumen (murid) yang datang ke restoran (kelas) tersebut. Konsumen (murid) tidak mau tahu bagaimana sang koki (guru) menyiapkan dan memasak  (strategi pembelajaran) menu makanan (materi ajar), tetapi yang penting adalah menu pavorit (materi ajar) tersedia dan siap dinikmati sehingga konsumen (murid) puas (pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun