Selain penggunaan satu jenis tes terstandar, penerapan sistem rangking juga membuat setiap anak dipaksa baik oleh guru maupun orang tua untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya agar disebut berprestasi. Akibatnya, banyak anak yang sebenarnya tertekan dengan kondisi seperti itu.
Anak yang mendapat rangking yang bagus mungkin merasa senang dan gembira. Orang tuanya pun merasa bangga. Hal berbeda dialami oleh anak yang mendapatkan rangking rendah. Dia minder, malu, kurang percaya diri, menyembunyikan buku rapornya, tidak boleh dibaca oleh orang lain, bahkan oleh orang tuanya sendiri karena takut dimarahi. Kadang orang tuanya pun ada yang merasa kecewa saat melihat nilai rapor anaknya jelek lalu memarahinya. Bukan memotivasinya. Kemudian membanding-bandingkan dengan anak yang lain. Hal ini yang membuat seorang anak kena mental, semakin merasa tertekan dan merasa tidak berguna di lingkungan keluarga dan teman-temannya.
Beberapa waktu yang lalu viral di media sosial ada orang tua yang memberikan apresiasi, happy, dan tetap bangga pada anaknya saat anaknya memperlihatkan rapornya dan berada pada rangking 27 dari 27 orang peserta didik alias posisi paling buncit.Â
Orang tua anak tersebut kemudian menulis pesan bahwa mungkin saja di bidang akademik kemampuan anaknya rendah tapi pada aspek nonakademik, anaknya memiliki keunggulan.Â
Pesan bijak tersebut layak diapresiasi dan bisa menjadi inspirasi bagi para orang tua lainnya. Intinya, setiap anak bisa berprestasi pada bidang sesuai minat dan passion-nya masing-masing.Â
Setiap orang tua tentunya memiliki harapan bahkan ego terkait masa depan anaknya, tetapi orang tua yang bijak tentunya tidak boleh memaksakan keinginannya kepada anak terkait pilihan pekerjaannya di masa depan.
Orang tua (dan juga guru) perlu memberikan apresiasi bagaimana pun ketercapaian kondisi peserta didik. Perjalanan anak dalam mencapai cita-cita masih jauh, masih ada proses yang akan dilalui oleh mereka. Dan dalam menjalani proses tersebut, bisa saja terjadi perubahan. Semangat belajarnya meningkat dan prestasinya pun meningkat karena mendapatkan layanan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan karakteristiknya.
Setiap anak adalah unik. Memiliki kecerdasan yang beragam. Tugas orang tua dan guru adalah memfasilitasi layanan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan passion anak. Setiap anak berhak dan bisa sukses pada bidang yang ditekuninya masing-masing. Inilah substansi dan esensi pendidikan yang berpihak kepada peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H