Asesmen diagnostik adalah asesmen yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemampuan awal, kebutuhan belajar, dan gaya belajar peserta didik. Asesmen diagnostik bisa dilakukan pada awal semester atau sebelum pembelajaran saat peserta didik akan mempelajari materi baru. Â Â
Asesmen diagnostik terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu; (1) asesmen diagnostik kognitif dan (2) asesmen diagnostik non-kognitif. Asesmen diagnostik kognitif bertujuan untuk mengetahui pengetahuan atau kemampuan awal peserta didik terkait dengan materi yang akan dipelajari. Bentuknya seperti pre-test, tanya jawab, kuis, atau games.
Asesmen diagnostik non-kognitif adalah asesmen yang bertujuan untuk mengetahui kondisi psiko-sosial peserta didik. Bentuknya bisa melalui angket, penilaian diri, tanya jawab, wawancara, mempelajari profil peserta didik pada jenjang atau kelas sebelumnya, observasi ke tempat tinggal peserta didik, atau wawancara dengan orang tua peserta didik.Â
Guru juga dapat juga menggunakan emoticon dan meminta peserta didik untuk memilihnya sesuai dengan situasi hatinya pada saat itu. Selain itu, guru juga dapat bekerja sama dengan guru BK atau psikolog (jika sekolah memilikinya) untuk mendapatkan data terkait dengan minat dan potensi peserta didik.
Melalui asesmen diagnostik, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Ibaratnya seorang dokter, sebelum melakukan tindakan atau mengobati pasien, dia ada akan bertanya kepada pasien apa yang keluhannya, bagian tubuh mana yang sakit, sambil memeriksa mata, mulut, denyut nadi, dan jantung dengan stetoskop. Bahkan jika diperlukan, pasien harus dirontgen, tes urine, atau tes darah terlebih dahulu untuk mengidentifikasi penyakit yang diderita pasien.
Melalui pembelajaran berdiferensiasi, peserta didik disamping mendapatkan layanan pembelajaran yang sesuai dengan fitrahnya, juga mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan.
Pembelajaran berdiferensiasi menjadi upaya utuk mewujudkan setiap peserta didik unggul, juara, dan berprestasi sesuai dengan potensinya masing-masing.
Pembelajaran berdiferensiasi memerlukan kerja keras dan kreativitas guru dalam melakukannya. Hal ini akan menguras tenaga dan pemikiran guru.Â
Guru perlu belajar cara-cara baru, mencari inspirasi pembelajaran dari beragam sumber, diskusi dalam komunitas belajar guru, diskusi dengan rekan sejawat, dan sebagainya karena setiap guru tentunya memiliki tantangan yang relatif sama terkait pembelajaran, tetapi mungkin mencari solusi melalui cara mereka masing-masing.Â
Di sinilah para guru dapat berbagi pengalaman dan insprasi antara satu dengan yang lainnya.
Belasan bahkan puluhan peserta didik yang ada di kelas menantikan sentuhan dan penanganan yang berbeda dari gurunya. Ini bukan hal yang mudah. Guru harus membagi perhatiannya kepada setiap peserta didik.Â