Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membentuk Profil Pelajar Pancasila Berbasis Kearifan Lokal

24 Juli 2022   10:41 Diperbarui: 25 Juli 2022   13:55 3107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi upaya melekatkan nilai-nilai Pancasila pada siswa sekolah dasar di wilayah Yogyakarta beberapa waktu lalu.| KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Oleh: IDRIS APANDI

(Penulis Buku Strategi Mewujudkan Karakter Pelajar Pancasilais)

 Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan salah satu muatan pada Kurikulum Merdeka yang diimplementasikan mulai Tahun Pelajaran 2022/2023. 

Tujuannya adalah untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada peserta didik sebagai generasi calon pemimpin dan akan melanjutkan pembangunan bangsa dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai sebuah bangsa yang menjadi bagian dari warga dunia (global citizen), bangsa Indonesia harus bisa bergaul baik dalam kancah regional maupun dalam kancah internasional. Walau demikian, hal tersebut tidak membuat bangsa Indonesia kehilangan jati diri. Arus globalisasi, revolusi indusri 4.0, dan masyarakat sipil 5.0 sudah menggema di berbagai negara. 

Pola hidup atau gaya hidup digital sudah semakin menjadi tren di masyarakat. Internet sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan mendukung berbagai aktivitasnya seperti pendidikan, perekonomian, perdagangan, industri, kesehatan, pertanian, dan sebagainya. 

Kecerdasan buatan (Artificial Inteligent/AI) terus dikembangkan seiring dengan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Sebuah kalimat bijak mengatakan "think globally act locally." Berpikirlah secara global (tetapi) bertindak dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal. Wawasan boleh mendunia tetapi tetap berkepribadian Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.

Sebagai ideologi bangsa dan dasar negara, Pancasila menjadi fondasi sekaligus benteng bagi setiap warga bangsa terhadap dampak negatif dari globalisasi sekaligus sebagai energi untuk mewujudkan prestasi mulai dari level daerah, nasional, regional, hingga internasional.

Oleh karena itu, pendidikan karakter yang secara spesifik dan eksplisit menuliskan kata Pancasila pada Kurikulum Merdeka mungkin bertujuan agar Pancasila tetap terngiang dan tertanam dalam hati sanubari peserta didik karena tidak dapat dipungkiri, Pancasila sudah banyak terabaikan bahkan terlupakan oleh masyarakat. 

Sila-sila Pancasila pun banyak yang sudah tidak hapal. Hal tersebut tentunya menjadi keprihatinan bagi kita semua. Pancasila memang bukan sekadar untuk dihapal, tetapi untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Walau demikian, hapal sila-sila Pancasila menjadi indikator mendasar warga bangsa yang peduli terhadap Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.

Kemdikbudristek sudah membuat dimensi, elemen, dan sub-elemen profil penguatan Pelajar Pancasila untuk dijadikan pedoman oleh sekolah dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi hal tersebut. Walau demikian, sekolah pun dapat mengembangkan dan menggali tema sendiri sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan sekolah. 

Diantaranya melalui penguatan kearifan lokal melalui proyek Pelajar Pancasila. Saya ambil contoh, misalnya Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat menggulirkan "7 Po Atikan Istimewa" sebagai pendidikan karakter tematik khas Kabupaten Purwakarta.

Mengapa disebut tematik? Karena selama 7 hari dalam 1 minggu diisi dengan tema pendidikan karakter yang berbeda. Atikan Pendidikan Istimewa digulirkan sejak tahun 2015 melalui Peraturan Bupati Nomor 69 Tahun 2015 tentang Pendidikan Berkarakter.

Adapun tema dari "7 Po Atikan Istimewa" yaitu; Senin disebut dengan Ajeg Nusantara, Selasa Mapag Buana, Rabu Maneuh di Sunda, Kamis Nyanding Wawangi, Jumaah Nyucikeun Diri dan Sabtu-Minggu disebut dengan Betah di Imah.

Senin Ajeg nusantara adalah sarana untuk membangun nasionalisme atau cinta tanah air kepada peserta peserta didik. Peserta didik diperkenalkan Indonesia sebagai nusantara yang terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, budaya, dan agama. Indonesia sebagai negara kesatuan yang sangat luas dan memiliki beragam kekayaan alam. 

Melalui pengenalan terhadap negaranya sendiri, diharapkan muncul rasa cinta, rasa bangga, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara. Peserta didik juga menyadari dirinya sebagai bagian dari warga bangsa yang majemuk. 

Oleh karena itu, tumbuh sikap saling menghormati, saling menghargai, dan toleransi terhadap sesama warga bangsa. Dengan mengenal kekayaan alam nusantara, maka diharapkan tumbuh rasa cinta terhadap alam dalam bentuk memelihara dan menjaga kelestarian alam, serta memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusaknya.

Selasa mapag buana, peserta didik bisa mengenal dunia. Era globalisasi, pesatnya perkembangan iptek, dan digitalisasi berdampak terhadap semakin mudah dan cepatnya penyebaran informasi dan komunikasi. 

Dunia menjadi seolah tanpa batas (borderless) dan setiap negara-negara di dunia menjadi desa global (global village) dimana antara yang satu dengan lainnya bisa terhubung dengan cepat.

Dengan mengenal dunia, baik budayanya maupun ilmu pengetahuannya, bisa untuk meningkatkan motivasi bahwa anak Indonesia pun bisa berbicara di dunia sehingga mereka kita sudah siap dengan datangnya peradaban dunia. 

Walau demikian, mengenal dunia bukan berarti lupa akan nilai dan tradisi budayanya, tetapi justru nilai dan tradisi lokal menjadi fondasi bahkan bisa memperkenalkannya ke tingkat dunia.

Rabu Maneuh di Sunda merupakan bagian dari memperkenalkan budaya daerah dan potensinya, khususnya potensi dan budaya masyarakat Sunda. Purwakarta merupakan bagian dari Sunda. 

Sebagai orang sunda mempunyai nilai kehidupan yang sangat luas dengan falsafah kehidupan "silih asah, silih asih, silih asuh, dan silih wangikeun." Dalam konteks pendidikan, silih asah terkait dengan penguatan aspek kognitif (pengetahuan), di mana setiap orang Sunda harus saling berbagi informasi dan pengetahuan yang bermanfaat.

Silih asih berkaitan dengan penguatan aspek sikap (afektif), di mana sesama orang Sunda harus saling peduli, saling mengasihi, dan saling menyayangi. Silih asuh berkaitan dengan penguatan aspek keterampilan (psikomotorik) dimana sesama orang Sunda harus saling melatih untuk sama-sama terampil dan memiliki kecakapan hidup. 

Sedangkan, silih wangikeun artinya adalah sesama orang Sunda harus saling mendukung, saling mendukung, saling mempromosikan, dan saling meng---endorse jika memiliki kelebihan, prestasi, atau keunggulan. Tidak ada rasa takut tersaingi atau takut terkalahkan. Istilahnya, usaha boleh pada bidang yang sama, tetapi takaran rezeki sudah diatur oleh Tuhan YME.

Kamis nyanding wawangi, di mana nilai rasa dan estetik siswa diekspresikan. Bentukya bisa dengan belajar seni, karawitan, atau sastra. Seni dan sastra bisa menjadi media bagi seorang manusia untuk mengenal dirinya sendiri, mengenal sesama manusia, mengenal lingkungan, dan mengenal Tuhan Sang Pencipta seluruh makhluk yang ada di muka bumi. 

Seni dan sastra bisa menjadi media untuk menajamkan pikiran, menghaluskan rasa, menjernihkan hati, dan membangun budi pekerti. Seni dan sastra bisa menjadi sarana hiburan, menjadi penyeimbang kehidupan agar tidak jenuh dan kaku. Dengan kata lain, otak kiri dan otak kanan dapat digunakan secara seimbang agar hidup terasa indah.

Jumat nyucikeun diri. Hal ini menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Hari Jumat digunakan sebgaai momentum kontemplasi, merenungi hakikat diri sebagai makhluk Tuhan YME, dan menguatkan nilai-nilai spiritual.

Bentuknya, misalnya dengan pembiasaanya shalat duha berjemaah, membaca Al-Qur'an (misalnya surat Yasin), atau zikir bersama di sekolah. Hal ini diharapkan bisa menjadi pembiasaan di rumah setiap peserta didik.

Sabtu dan Minggu betah di imah. Maksudnya 2 hari tersebut menjadi sarana untuk menguatkan komunikasi dalam keluarga. Anak membantu pekerjaan orangtua, misalnya mencuci piring, membersihkan lantai, menyiram tanaman, membersihkan halaman rumah, dan sebagainya. 

Anak-anak menyadari perannya untuk berbakti kepada kedua orang tua dan hal tersebut menjadi bekal untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang.

Dengan demikian, 7 Po Atikan Istimewa memberikan pesan bahwa setiap hari adalah hari pendidikan dan hari yang memberikan makna bagi peserta didik karena sejatinya pendidikan bukan hanya bicara tentang persekolahan dalam konteks formal saja, tetapi pendidikan dalam konteks yang lebih luas dengan melibatkan Tri Pusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Menurut Saya, 7 Po Atikan Istimewa adalah konsep pendidikan tematik holistik. Tematik karena setiap harinya pendidikan diberikan nama dengan tema tertentu dan holistik dalam arti menyentuh semua aspek kehidupan. 

Peserta didik ditanamkan rasa nasionalisme, tanggap terhadap perkembangan IPTEK dan globalisasi, tapi tetap menjunjung tinggi nilai-budaya daerah, memiliki jiwa seni, dan memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME, serta menjadi manusia yang berbakti kepada orang tua dan berbudi pekerti luhur.

Berikutnya, di Kabupaten Purwakarta ada program Bas Kahman (beras kasih sayang) sebagai sebuah proyek sosial bagi peserta didik untuk menumbuhkan kepedulian dan solidaritas sosial (social entrepreneurship). 

Dengan difasilitasi oleh sekolah dan dibimbing oleh guru, peserta didik mengumpulkan beras dari rumah masing-masing untuk kemudian dibagikan kepada teman atau warga yang membutuhkan.

Bas Kahman selain menjadi sarana menumbuhkan rasa simpati dan empati peserta didik, juga menjadi sarana mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan kecakapan sosialnya karena mereka berinteraksi langsung dengan teman atau warga yang dituju saat menyerahkan beras yang mereka kumpulkan. 

Mereka pun bisa mengenal tetangga atau warga lainnya. Dan lebih jauh lagi, mereka bisa mengenal lingkungan masyarakat. Mereka sadar bahwa mereka hidup tidak sendiri. Selain sebagai individu, mereka pun sebagai bagian dari masyarakat yang harus saling peduli antara yang satu dengan yang lainnya.

Berikutnya, di Kabupaten Purwakarta ada program Tatann di Bal Atikan (TdBA) atau berkebun/bertani di sekolah. Bisa dikatakan bahwa TdBA sebagai Pendidikan Lingkungan Hidup sekaligus Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) bagi peserta didik. Peserta didik diajari cara bercocok tanam dengan memanfaatkan lingkungan sekolah atau kebun sekolah.

Beberapa manfaat dari program tersebut, antara lain; (1) peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam hal bercocok tanam. Hal ini dapat menjadi bekal bagi mereka di masa yang akan datang. 

(2) memunculkan kesadaran pentingnya rasa syukur dan membangun memelihara hubungan baik dengan alam karena alam memberi kehidupan kepada manusia, dan 

(3) sebagai bagian dari proses pembelajaran, karena melalui TdBA, peserta didik belajar melalui praktik disesuaikan dengan konteks mata pelajaran, materi pelajaran, atau proyek Pelajar Pancasila yang sedang dilaksanakannya.

Melalui TdBA, sekolah pun bisa memanfaatkan lahan sekolah atau lingkungan sekolah menjadi lebih hijau, lebih asri, lebih indah, lebih produktif, bahkan bisa bernilai ekonomis karena hasil panen dari TdBA selain bisa dinikmati oleh warga sekolah, juga bisa dijual dan hasilnya bisa untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.

7 Po Atikan Istimewa, Bas Kahman, dan Tatann di Bal Atikan (TdBA) di Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat adalah contoh program di mana kearifan lokal bisa menjadi penguat dalam pelaksanaan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan bisa menjadi inspirasi bagi daerah lainnya. 

Tentunya setiap pemerintah daerah dan satuan pendidikan bisa dan mungkin telah berinovasi sesuai dengan visi daerah dan visi satuan pendidikan masing-masing. Apapun nama programnya dan bagaimana pun teknis pelaksanaannya, intinya, agar pada jiwa setiap peserta didik tertanam nilai dan jiwa Pancasila.

Salah satu tema dalam proyek Pelajar Pancasila adalah kearifan lokal. Oleh karena itu, terbuka ruang bagi pemerintah daerah dan sekolah untuk mengeksplorasi berbagai kearifan lokal yang ada di daerahnya untuk dijadikan sebagai proyek lintas mata pelajaran. 

Bentuk kearifan lokal misalnya nilai-nilai atau tradisi lokal, kesenian tradisional, kaulinan (permainan) tradisional, kuliner tradisional, kisah kepahlawanan pejuang lokal, kisah/dongeng masyarakat lokal, situs, bangunan, atau jejak sejarah yang ada pada sebuah daerah.

Melalui pemanfaatan kearifan lokal sebagai salah satu tema proyek Pelajar Pancasila, diharapkan peserta didik dapat mengenal tradisi, norma, budaya, dan seni dalam lingkungannya sehingga dari situ muncul rasa peduli, rasa cinta, dan keinginan untuk mempertahankan serta melestarikan berbagai kearifan lokal tersebut di tengah tantangan budaya global yang pesat memasuki kehidupan masyarakat melalui berbagai media.

Kearifan lokal dengan segala keunikan dan keistimewaannya adalah aset yang selain bisa dijadikan untuk pembangunan karakter juga untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 

Bahkan sudah ada seni, budaya, dan nilai-nilai kearifan lokal yang justru sudah diakui dan dipromosikan di level internasional. Mari kita jadikan generasi muda Indonesia bangga dan percaya diri melesarikan kearifan lokal melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun